Tetangga : Cinta Orang Kantoran Part 2
Alkisah, cerita ini mengenai Andra dan Asmara yang selama 10 tahun sudah bertetangga, tapi tidak terlalu saling mengenal satu sama lain, padahal rumah mereka berseberangan. Banyak faktor yang membuat mereka jarang mengobrol. Di antaranya kesibukan di kantor dan mereka berdua memang jenis yang introvert. Padahal kedua anak mereka berteman karib sejak TK, dan suami-istri mereka lumayan supel dengan warga sekitar.
Pertama kali Andra mengobrol dengan Asmara dimulai sekitar 3 tahun yang lalu. Di suatu kejadian serius, yang menghebohkan masyarakat Komplek Grand Padmasari Asri.
Pagi itu sebelum ke kantor, pria itu menekan bel pagar rumah Asmara.
Kala itu, istri Andra sedang seminar di luar kota, di Bandung, tepatnya, di sebuah hotel bintang 5 daerah Ciumbuleuit, yang kamarnya semalam bisa lebih dri 3 jutaan.
Asmara, yang memang sedang ada di dalam mobilnya yang mesinnya sedang dipanaskan, ia juga sedang bersiap-siap ke kantor pagi itu, terkejut melihat sosok tinggi dengan kulit sawo matang dan tubuh proporsional ada di depan pagarnya. Namun yang menarik perhatian, pria itu berwajah muram, tidak seimbang dengan sosok menawannya.
“Ya Pak Andra?” Dengan canggung, Asmara keluar dari mobilnya dan menghampiri Andra. Andra tampak tersenyum tipis saat melihat wanita berambut coklat dan di blow melingkar itu. Penampilan Asmara memang selalu elegan.
“Saya boleh bicara dengan ibu sebentar?”
Ada nada tegas dan penuh arti dalam kalimat itu.
Asmara merasakan firasat buruk.
“Saya… matikan mesin mobil dulu ya Pak,”
“Tidak usah Bu, biarkan mesinnya menyala agar bisa mengaburkan obrolan.” cegah Andra.
“Eh? Bagaimana Pak?” Asmara tidak mengerti maksud Andra
Tangan Andra melambai, mengisyaratkan Asmara agar mendekat.
“Suami kamu… dinas ke Bandung?” tanya Andra.
“Hm.. i-i-iya Pak, kok bapak tahu?” Asmara berpikir sejenak apa maksud dari pertanyaan Andra.
“Nama hotelnya apa?”
“Nama hotel tempat suami saya menginap?”
“Iya.”
“Padma Hotel.”
dan Andra pun terdiam.
Tapi sesaat kemudian dia menghela nafas dan memalingkan pandangannya ke sekitar komplek. Beberapa warga yang lewat menunduk padanya memberi salam singkat. Beberapa lirik-lirik ingin tahu tentang sosok pria itu.
Rumah Andra dan Asmara berada di gang buntu, paling pojok, tapi Andra membuatkan sebuah pintu kecil untuk akses jalan pintas ke pasar terdekat dan Mushola. Jadi banyak sekali warga yang lalu lalang di sekitar mereka.
Pak Andra yang misterius, jarang terlihat namun sumbangannya untuk kegiatan komplek selalu besar. Tahun lalu ia bahkan membiayai umroh ibu-ibu pengajian di masjid komplek. Sikapnya yang bersahaja dan cenderung pendiam itu memang selalu menjadi gosip hangat para emak-emak berdaster yang kerap membeli sayuran di pasar terdekat.
Ada yang bilang kalau dalam sebulan bisa bertemu beliau lebih dari 3 kali, pertanda baik bisa jadi mau menang arisan.
“Ada apa ya Pak?” Asmara bertanya lagi.
“Bu Asmara, bisa jadi ini hanya firasat buruk saya, tapi tidak ada ruginya kalau kita lakukan.”
“Kita lakukan? Lakukan apa?”
"Saya membeli kamera pengintai untuk Bu Asmara.”
“Hah?!”
“Model canggih yang gambarnya jelas, ukurannya micro, menggunakan satelit dan bisa terhubung di android.”
“Saya pakai iphone Pak,”
“Nanti saya belikan yang android. Saya minta kamera itu dipasang di sudut tertentu tanpa sepengetahuan Pak Adit, boleh?”
“Tanpa sepengetahuan suami saya?”
Andra mengangguk serius.
“Ada apa ini sebenarnya Pak?”
“Jadi…” Andra tampak tegang saat menatap Asmara. “Istri saya juga seminar di Bandung, ia menginap di hotel Padma. Saat saya hubungi kantornya, katanya istri saya mengajukan cuti dan belum ada program seminar untuk bulan ini.”
Tadinya, Asmara juga seperti Andra. Berpikiran positif dulu. Mungkin saja memang kebetulan hotelnya sama, atau ada perubahan mendadak dari kantor. Namun yah…
Yang namanya bangkai pasti akan tercium juga, dan proses tercium busuknya biasanya cepat.
Kamera itu akhirnya dipasang di dashboard mobil Adit, suami Asmara.
Dan beberapa kali menangkap adegan mesra Adit dengan Mutia, istri Andra.
Dua tetangga itu… selingkuh. Menjalin hubungan terlarang di belakang Andra dan Asmara secara diam-diam.
Setelah itu, mereka tidak saling mengobrol lagi. Yang ada adalah kesibukan bolak-balik antara Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, dan kantor Pengacara.
Kali kedua Andra dan Asmara bertemu dan mengobrol lebih dari 15 menit adalah… saat ini. Saat diadakan rapat wali murid untuk penyuluhan minat bakat bagi SMA Pilihan anak-anak mereka. Saat ini status mereka sudah Duda dan Janda, dengan hak asuh anak jatuh ke tangan mereka.
“Pak Andra,” sapa Asmara.
“Bu Asmara,” sapa Andra.
“Jadi… katanya Revan pacaran sama Kitty,” itu kalimat pembuka dari Andra.
“Hem.” Asmara tersenyum sinis.
“Ibu setuju?”
“Mereka masih terlalu kecil, dan lagi Kitty akan masuk SMA Unggulan.”
“Revan juga akan saya masukan ke Sekolah Internasional.”
“Jadi mereka harus fokus dengan pendidikan dahulu kan?”
“Mereka tampaknya sudah pacaran sejak awal SMP, tapi nyatanya tidak berpengaruh ke prestasi mereka.”
“Tampaknya Pak Andra menyetujui aksi itu? Percintaan anak sekolahan? Kita berdua pernah sama-sama dikecewakan oleh cinta dan hal itu mengganggu mental dan psikis kita berbulan-bulan Pak. Pak Andra mau anak-anak bapak sekolahnya terganggu karena cinta-cintaan?”
Berbagai kecaman datang bertubi-tubi menyerang Andra. Sesuatu yang membuat pria itu tercengang karena ia belum pernah mendapati Asmara bicara lebih dari 10 kata.
Asmara berubah sejak perceraian itu. Sejak ia dikhianati suaminya.
Ia jadi lebih tegas, apalagi ia kini harus memenuhi kebutuhan hidup sendirian.
“Bu Asmara juga tahu hal ini sejak lama kan?” Andra memiringkan kepalanya sambil tersenyum. Berbeda dengan Asmara, sejak perceraian, Andra malah lebih supel. Ia memang masih membatasi diri dengan kumpul-kumpul tak berguna, tapi ia jadi sering menyapa banyak orang dan lebih murah senyum.
Karena sifat itu yang diprotes mantan istrinya sejak dulu dan diungkit lagi saat di pengadilan. Andra terlalu monoton dan pendiam. Pria yang dianggap tidak menarik walau pun wajahnya lumayan ganteng. Karena itu sang mantan mencari ‘tantangan’ dengan pria lain.
“Saya tahu mereka lumayan akrab, dan Revan mencium bibir Kitty minggu lalu,.” kata Asmara. “Tapi bukan berarti mereka boleh pacaran, tidak sejak saya yang membiayai semua kebutuhan Kitty, Saya ibunya, orang yang melahirkannya, saya berhak mengatur anak itu sampai dia cukup mandiri!”,
Andra sempat tertegun sesaat. ia berpikir kenapa Asmara tiba-tiba emosi.
Jelas, kalau tadi malam Asmara dan anaknya, Kitty, baru saja berdebat membicarakan hal ini, dan hasil akhirnya tampaknya tidak bagus. Jadi suasananya masih terbawa sampai pagi. Dan sialnya, Andra malah mengungkit hal ini.
“Hm… alasannya karena pendidikan? Atau karena… Revan anak adopsi?” pertanyaan yang langsung menghujam hati Asmara.
Andra langsung bisa membaca maksud Asmara yang sebenarnya.
Dan Asmara menarik nafas berat berusaha mengendalikan dirinya agar tidak meledak.
Andra pun melanjutkan argumennya. “Bu Asmara dari dulu tidak protes dengan kedekatan mereka, jadi saya pikir Ibu merestui mereka. tapi semuanya berubah saat hak asuh Revan dibacakan, sejak itu sikap ibu ke Revan sedikit berubah.”
“Saya perlu memutuskan hidup terbaik untuk anak saya.”
“Revan juga anak saya, pengadopsiannya sah menurut hukum negara.”
“Tetap tidak. Titik. mereka masih kecil, dan saya tidak sanggup untuk menanggung beban psikis yang lebih besar lagi dengan hal-hal tidak berguna seperti ini!” sahut Asmara.
Suaranya cukup kencang, sehingga mengundang perhatian beberapa orangtua murid. Bahkan salah satu guru menghampiri mereka.
Asmara mendengus kesal sambil membalik tubuhnya menuju parkiran mobil.
Andra hanya menatap punggung Asmara dengan sendu.
Sebenarnya ia sendiri setuju dengan keputusan Asmara, bahwa anak mereka belum pantas pacar-pacaran. Tapi ia melihat ada indikasi lain dalam sikap Asmara, dan benar saja.
Tapi sebagai seorang laki-laki, ia tidak akan terang-terangan melarang Revan. Ia cukup percaya diri kalau anaknya itu tahu batasan.
“Om Andra?” Kitty menarik-narik lengan kemejanya. Gadis 15 tahun itu tiba-tiba sudah ada di dekatnya. Entah sejak kapan Kitty mendengarkan obrolan Andra dan Mamanya.
“Hey,” sapa Andra. Kitty mengambil tangan kanan Andra dan mencium punggung tangan pria itu.
“Aku nggak apa-apa kok Om. Mama masih trauma dengan percintaan. Aku yang salah sudah mengakui hal yang membuatnya makin gusar.” kata Kitty.
Ya ini juga yang membuat Andra cukup santai, Sifat Kitty tidak sesuai dengan usianya, anak itu bisa berpikiran selevel orang dewasa.
“Memang kenapa ya kalau Revan tidak sedarah dengan saya? Saya tetap ayahnya.” kata Andra merasa sedikit sakit hati.
“Mungkin nasabnya jadi tidak jelas, Om. Tapi sejak kapan Mama peduli dengan nasab ya? Menurutku dia masih trauma saja.”
“Kitty, putus saja dengan Revan ya? Kalau kalian lulus sekolah, baru saya izinkan menjalin hubungan lagi.”
“Jadi jatuhnya ‘break’ nih Om?”
“Soalnya… biaya sekolah Revan mencapai 300juta pertahun. Dia juga harus ikut banyak kegiatan. Saya mau mempersiapkannya untuk menjadi penerus perusahaan. Dia harus fokus agar bisa… membanggakan orang tuanya dan membahagiakan istrinya kelak, hehe.”
“Ih Om, udah main istri-istri aja. kita nih masih 15 tahun loh Om. Om Andra aja cari istri lagi sana… ibu-ibu komplek tiap hari ngegosipin Om Andra terus.” kata Kitty sambil berlalu dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Lestaree
oh pak andra
biaya sekolah anakmu setara dgn 1 unit rumah 🤕🤧🤧🤧
2024-10-26
0
Lestaree
oalaaahhh revan anak adopsi thooo
2024-10-26
0
Lestaree
lhaaaaa????? sampeyan ngapa buk as???
2024-10-26
0