Bapak Kandung Revan

Andra menghela nafas panjang sambil menatap layar ponselnya yang kini sudah berubah menjadi background display. Entah kenapa, yang jadi latar belakang di layar ponselnya adalah foto Revan dan Kitty, berpelukan dengan wajah konyol menatap ke arah kamera. Revan pasang mata juling dan lidah terjulur, Kitty dengan dahi berkerut dan bibir dimonyongkan.

Menurut Andra, gambar itu manis. Jadi ia pasang sebagai background.

Pekerjaan adalah hal selain olahraga yang bisa membuatnya lupa waktu dan lupa masalah hidup. Ia juga tidak tahu penghasilannya mau digunakan untuk apa. Revan sudah pasti dijamin hidupnya, tapi anak itu juga tidak bergaya hidup mewah. Sementara Andra diharuskan hidup sederhana agar tidak terendus oleh ibunya, Bude Nimas, yang tadi diungkit Hector.

Kalau sampai Bude Nimas tahu si Andra anak hilang jadi kaya raya, sudah pasti ia akan menuntut dan minta klaim ini-itu. Padahal penghasilan ini bukan milik Andra seorang, ada peran Hector di baliknya.

Kadang ia iri dengan para sepupunya, mereka bisa tegas kepada orang tuanya. Mungkin bapak dan ibu Hector tidak mencari kekayaan, tapi ini masalah harga diri dan tahta. Mereka ingin lebih hebat dari saudara-saudaranya yang lain. Entah bagaimana cara Mbah Rangga mendidik anak-anaknya, yang jelas hasilnya tidak terlalu baik.

Dan kepala Andra pun kembali menatap langit tanpa bintang. Malam ini tanpa awan, hanya gelap remang-remang. entah dimana bulan. dan…

Mata Andra menatap sesuatu di bawahnya, tepat di depannya. Terlihat sangat jelas.

Ia menunduk sedikti saja sudah terlihat.

ventilasi jendela kamar Asmara. Masih terbuka, tanpa ditutup gorden.

Sebelumnya tidak terlihat dari luar. Tapi tadi sore kan ambruk kusennya.

Dan Andra bisa melihat, dengan sangat jelas, Asmara masih dengan rambut yang basah hanya berbalut handuk. Berdiri memilih piyama dari lemarinya.

Lalu mulai membuka handuknya.

Andra terperangah.

Tubuh Asmara terlihat jelas, sangat jelas.

Lekuknya, kulitnya yang lembut, bahkan… bisa dibilang semuanya, terpampang begitu saja di depan mata Andra.

Dan anehnya, Andra hanya bisa terpaku di balkon lantai 2, tanpa bisa pindah, tanpa bisa berpaling.

Hanya berdiri diam di sana sambil menatap lurus ke arah bawah.

Asmara tampak mengambil hairdryer dan mulai menyibak-nyibakkan rambut panjangnya, masih tampil nu dis.

Dan saat wanita itu mendongak ke atas agar semua rambutnya ke arah belakang, matanya bertatapan dengan Andra.

Asmara terpaku dengan mata membelalak, dan tangan masih terangkat ke atas karena ia dalam posisi menyibakkan rambut.

Dan ia sama sekali tak menyangka, ventilasinya terbuka selebar itu dan terlihat jelas dari balkon lantai 2 rumah Andra.

Ventilasinya memang tingginya sekitar 2,5 meter, jadi yang ia tutupi dengan gorden hitam hanya jendelanya saja.

Asmara tidak tahu apa yang akan dia lakukan, begitu pun Andra. keduanya hanya bisa terdiam saling menatap.

Sudah terlanjur, semua sudah di scanning di otak Andra.

Leher jenjang Asmara, bahunya yang kurus, dadanya yang menawan dengan puncak berwarna coklat, perut langsingnya, pinggul gitarnya, pahanya yang tanpa lemak, bahkan Andra bisa melihat ada tanda lahir berbentuk hati di atas pahanya tepat di samping bagian vital wanita itu yang tampak mulus.

Dok!Dok!Dok!

Suara tukang nasi goreng.

Asmara mengambil handuk dengan cepat dan menutupi tubuhnya, Andra langsung tersadar dan menunduk, memalingkan pandangannya.

“Pak Andra, beli nasgor nggak?” sapa tukang nasi goreng di bawah.

“Heeeem…” Andra belum bisa berpikir. “Kwetiau 1 nggak pedes.” gumamnya pelan masih dari atas balkon.

“Pakde Nasgor, Kitty mau nasi goreng pedes asin!” seru Kitty dari dalam rumah tapi sosoknya tidak terlihat ada di mana. “Yang bayarin Om Andra!” ada lanjutannya.

“Kitty, jangan keasinan, kamu bisa darting!” sahut Asmara sambil mematikan lampu kamarnya.

“Bu Asmara kalau mau pesan silakan,” gumam Andra.

“Saya skip…” kata Asmara. Intonasinya terdengar kesal campur malu.

**

Pagi itu… sepertinya mulai sekarang suasana tidak akan pernah sama lagi.

Andra tidak bisa tidur semalaman.

Ia coba untuk mencari informasi mengenai Kencana Life, Tbk, pikirannya malah fokus ke lekuk tubuh Asmara.

Ia coba untuk tidur namun matanya tak kunjung terpejam.

Ia coba olahraga ringan, tapi rasanya tubuhnya pegal-pegal.

Yang ia ingat hanya tanda hati, dan postur tubuh Asmara.

“Kok bisa mulus begitu.” gumam Andra sambil dengan mata menerawang mengaduk kopi sambil bersandar di bar. Ia masih bertelan jang dada dan mengenakan celana basket.

“Apanya yang mulus Yah?” tanya Revan sambil lewat.

“Dempul temboknya.” Andra tersadar dengan cepat dan menguasai keadaan dengan sigap.

“Hah?” Revan mengikuti arah mata Andra, namun yang ia lihat malah beberapa tukang bangunan sedang mulai membongkar sisa kusen yang ambruk di rumah Asmara. “Boro-boro didempul, di semen aja belom…” desis Revan sambil mengernyit.

“Kamu pulang sekolah mau jalan sama Kitty?”

“Iya dong, kan sekarang Jumat Yah.”

“Pulangnya tepat waktu lah, kalau mau pacaran di rumah aja. Zaman banyak begal ini…” kata Andra.

“Aku ini begal loh Yah.”

“Eh?”

“Aku ngebegal perasaan cintanya Kitty.”

“Ohhok!!” Andra langsung batuk-batuk sambil menyemburkan kopi.

“Pacaran di atas motor menelusuri Jakarta itu paling enak loh Yah.”

“Terserah kamu lah…” desis Andra sambil melap mulutnya dengan tissue.

Obrolan mereka terjeda karena mendapati ada seorang bapak-bapak paruh baya dengan pakaian kumal berdiri di depan pagar rumah Andra, dan menekan bel.

Andra belum bisa melihat siapa yang datang, namun Revan nyatanya sangat hafal sosok itu.

Sosok yang sudah lama ia cari-cari keberadaannya.

“Bapak?” desis Revan sambil membelalakkan matanya menatap ke arah luar.

“Eh?” Andra mengernyit sambil memanjangkan lehernya, berusaha melihat tamu yang datang.

“Bapak! Itu Bapak, yah!!” seru Revan langsung berlari keluar.

“Pak Waru?” Andra meletakkan gelas kopinya dan buru-buru menyusul Revan.

“Bapak! Benar ini bapak!!” seru Revan sambil memeluk sosok pria kumal itu.

“Astaga… Pak Waru, benar kan ya?!” desis Andra kaget. Ia dan Revan memang sudah lama mencari Pak Waru, Bapak Kandung Revan. Namun karena mata pencaharian Pak waru ini seorang pemulung, jadi tempat tinggalnya nomaden, berpindah-pindah. Andra sudah menyediakan tempat tinggal juga pekerjaan untuk Pak Waru dan istri, tapi selalu ditolak. Alasannya bermacam-macam.

Pak Waru selalu bilang, kalau ia tinggal menetap, polisi akan mencarinya karena ia pernah tidak sengaja membunuh seseorang.

Tapi Andra, terus terang saja, tidak percaya perkataan Pak Waru.

“Pak Andra…” Pak Waru menghampiri Andra sambil mengulurkan tangannya, Namun Andra menghampirinya dan memeluk tubuhnya yang ringkih.

“Bapak kemana saja?! Kami cari-cari bapak!” sahut Andra merasa lega.

“Saya… datang mau menyampaikan kabar, sekaligus permohonan Pak…”

“Bicaranya di dalam saja Pak!” kata Andra.

“Ibu mana Pak? Ibu??” tanya Revan dengan mata berbinar sambil menoleh ke segala arah mencari sosok ibunya.

“Ibumu sudah meninggal Nak…” kata Pak Waru lemah.

“Eh?”

seketika suasana langsung berubah hening.

“Kenapa?” tanya Revan. “Ibu kenapa?”

“Dia…” Pak Waru menunduk lalu menggeleng sambil menghela nafas. “Maafkan bapak.”

Terpopuler

Comments

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

astaga...

2024-05-18

1

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

mamposss ketauan 🤣

2024-05-18

0

Hesti Ariani

Hesti Ariani

itu jarak brp meter kok jelas detail ya

2024-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!