Tentang Selingkuh

“Bu Mara,” seorang wanita muda memakai kerudung tersenyum manis sambil sedikit membungkuk ke arah Asmara yang sedang merancang format Surat Penawaran. Dia adalah Bu Vica, Kepala Divisi HCM di kantor Asmara.

Sejak Kantor ini dikelola oleh Bude Astrid, Divisi HRD diubah namanya menjadi HCM. Karena singkatan HCM adalah Human Capital Management, jadi terasa lebih memanusiakan manusia, karena di sini pekerja bukan dianggap sebagai sumber daya (resource) lagi, tapi lebih sebagai Aset (Capital). Sebuah investasi bagi perusahaan untuk meraih kesuksesan, bukannya beban.

Dari sini kita bisa menilai sebenarnya para pemimpin di perusahaan ini memiliki konsep yang bagus. Tinggal membenahi struktur organisasinya saja dan menyingkirkan orang-orang yang pura-pura kerja secara perlahan.

“Ibu bisa tanda tangan kontrak di kantor saya? Pak Andra ingin dengan segera karena ada proyek yang mendesak dan Bu Mara harus terlibat, katanya.” Kata Bu Vica.

sontak saja, Rani dan yang lain langsung menoleh ke arah Asmara. Lalu menghampiri mejanya.

“Bu Vica? Serius nih nggak salah yang begini dijadikan Sekretaris? Sudah kerja lama saja dia nggak bisa nyari nasabah, itu berarti kan kerjanya nggak becus, gimana caranya dia bisa mengurusi sekretariat?!” sahut Rani dengan suara keras.

“Meja saya tetap di sini atau pindah Bu Vica?” tanya Asmara menganggap Rani tak ada.

“Pindah Bu, sudah kami pesankan ke bagian pengadaan, nanti duduknya di depan ruangan Pak Andra persis.” Bu Vica sama seperti Asmara, menganggap Rani angin ribut yang sudah sirna.

“Sekretaris itu juga garda depan loh Bu Vica, apa bisa Bu Mara ikut meeting? Nanti malah bikin malu, senyum saja tidak pernah!” Rani masih bercuap-cuap.

Bu Vica menarik nafas panjang tanda kesabarannya habis, lalu memaksakan senyumnya, “Bu Rani, itu bukan urusan ibu. Kecuali ibu jadi Direktur dan memberikan argumen, baru saya akan pertimbangkan masukan Bu Rani.”

“Lagian kok bisa sih tau-tau jadi Sekretaris, Bu Vica nggak tahu barusan dia diomeli habis-habisan oleh Bu Astrid?!”

“Sekali lagi saya bilang Bu Rani, itu bukan urusan saya. Kalau ibu mau jadi sekretaris juga, silahkan saja ajukan ke Direksi.”

“Buat apa saya jadi sekretaris, gajinya segitu-gitu saja tidak dapat bonus bulanan.”

“Ya terus kenapa Bu Rani kelihatannya sewot?”

“Yang saya tidak suka adalah dia berusaha menjilat manajemen, udah tahu Presdir kita Duda, dia janda, terus sok-sok polos berlagak nggak sengaja dengan dalih nggak sanggup sama target dan minta untuk dimutasi saja. Bisa saya perkirakan Bu Vica, kalau Bu Mara melas-melas ke Bu Astrid menggunakan senjata : sudah jadi karyawan loyal sejak lama. Betul tidak?! Saya itu paling kenal kamu Bu Mara! Polos tapi hatinya busuk!” Rani kini menuding Asmara.

Tapi Asmara tetap diam dan sibuk membereskan stationerynya.

Ia masih marah dengan lidah Rani yang menghina Kitty, tangannya sangat gatal ingin menampar Rani.

“Asal kamu tahu ya Bu Mara, yang janda dan single parent bukan hanya ibu di sini, jadi tetap saja tidak ada keistimewaan. Salah sendiri nikah cepet-cepet nggak explore dulu suami kamu seperti apa! Ada sebabnya juga kali kenapa suami kamu lari! Jangan-jangan kamu yang nggak beres. Belum tentu yang selingkuh salah, bisa jadi yang sok suci malah playing victim! Heh, dengar nggak?!” Rani masih saja berkoar-koar menuntaskan kekesalannya.

“Bu Rani ini begitu mengidolakan Bu Mara kah sampai segitu tahu berbagai hal tentang hidupnya? Termasuk permasalahan pernikahannya? Hebat juga, saya yang HCM saya tidak tahu segitu detail.” timpal Bu Vica. Rani langsung bungka.

“Ingat Bu, istilah, Haters sebenarnya adalah sasaeng yang sejati. Hihihi…” kikik Bu Vica sambil geleng-geleng kepala dan menggandeng lengan Asmara agar segera ke ruangannya daripada telinga jadi pengang.

Sepanjang pembacaan kontrak, Asmara hanya diam sambil mendengarkan Bu Vica. Ia merasa tak enak karena Bu Vica membelanya barusan.Karena menurutnya sebagian yang dikatakan Rani ada benarnya. Sampai sekarang bahkan Asmara masih merasa ada yang salah di dirinya, sampai Adit akhirnya pergi meninggalkannya. Kalau saja dulu aku tidak begini,kalau saja dulu aku tidak begitu.

Sampai ia sadari kalau Bu Vica pun…

“Bu Mara, saya juga janda sebelumnya Bu. Hanya saja sebelum saya masuk ke Kencana life, saya menemukan tambatan hati yang lain. Kami menikah sehari sebelum saya resmi bekerja menjadi HCM di sini.” kata Bu Vica akhirnya. Wanita itu tidak tega melihat wajah Asmara yang muram. karena menurutnya, posisi Asmara saat ini justru posisi aman. Asmara tidak mengurusi target, tidak mengurusi hal rumit, ia hanya harus fokus ke kebutuhan Pak Direktur saja.

“Ah! Begitu ya Bu…” suatu hal yang mengagetkan, karena sebagai seseorang yang mengepalai divisi yang seringkali menampung berbagai rahasia dan persoalan para karyawannya, kejujuran yang spontan diutarakan Bu Vica membuat hati Asmara hangat. Karena paling tidak, ia merasa senasib.

“Saya pikir, nikah cepat atau nikah lambat ya sama saja akhirnya. Lagipula, suka-suka sutradara dong mau dibagaimanakan hidup kita. Kita sebagai pemain, justru yang tidak boleh bertindak diluar plot. Masalahnya sekarang, yang dinilai kan apakah hidup kita berfaedah atau tidak, bermanfaat bagi banyak orang atau tidak, berguna bagi diri sendiri atau tidak? Atau malah menyusahkan orang? Betul Bu Mara?” tanya Bu Vica.

“Betul bu, saya setuju. Tapi hal yang barusan itu tidak akan didengarkan oleh Rani, karena bagaimana pun dia pasti akan membenci saya, karena…”

Asmara berhenti bicara sejenak sambil melirik Bu Vica.

Bu Vica hanya diam sambil memperhatikan Asmara.

Dan Asmara pun menghela nafas panjang. Ia sebenarnya enggan menceritakannya tapi di depan Bu Vica yang tugasnya mengurusi banyak orang, sebuah sinergi antar karyawan adalah hal penting agar kerjasama tim dapat terjalin.

“Rani pernah menggoda suami…maksud saya, mantan suami saya. Kami bertengkar tapi belum berujung pada perceraian. Sejak itu Rani mulai menyebarkan hal-hal jelek mengenai saya. Barulah setelah itu ada kasus Adit berselingkuh dengan istrinya tetangga saya.”

Bu Vica sampai-sampai menaikkan alisnya karena takjub.

“Karena itu saya biarkan saja dia berkoar-koar. Saya pikir, dia akan selalu sakit hati pada saya, karena suami saya tidak memilihnya.” tambah Asmara.

Kini, wanita berjilbab di depan Asmara duduk bersandar sambil melipat kedua tangan di dadanya.

“Pak Andra tahu hal ini? Kalian berdua di bawah divisinya, bisa terjadi kekacauan kalau kalian tidak akur.”

“Soal perseteruan kami, Pak Andra dan Bu Astrid tahu. Tapi penyebab awalnya, mereka belum tahu.”

“Mereka harus diberitahu, Bu.”

“Baik Bu, saya pulihkan mental saya dulu. Saya belum merasa nyaman dengan Pak Andra.” Asmara tersenyum getir.

Bu Vica mengangguk pelan. “Bu Mara, sejak kapan hal bermula? Mohon maaf Bu, apakah awalnya tabiat suami ibu memang begitu?”

“Kami menikah selama 10 tahun Bu, mulai goyah karena Rani. Tapi kalau saya runut benang merahnya, setelah Adit masuk ke Yudha Mas Corp. Mungkin Karena disana gajinya sangat besar walaupun dia hanya karyawan di Bagian Akunting, dia mulai bertingkah. Tadinya dia sayang sama saya, Tapi yaaa, ini kan hanya perkiraan saya.”

Bu Vica mengetuk-ngetuk dagunya sendiri sambil berpikir, “Kalau yang itu saya tidak sependapat Bu. Yang namanya selingkuh itu sudah tabiat bu. Dasarnya memang pengkhianat soalnya. Sama siapa saja mereka berpasangan, mereka akan tetap selingkuh. hanya tidak terang-terangan. Siapa yang tahu?”

Tampaknya Bu Vica pernah mengalami kejadian yang sangat pahit mengenai masalah ini.

Terpopuler

Comments

susi anti

susi anti

mo bobo ko sayang ya ninggalin halaman 😅

2024-02-27

1

Tyaga

Tyaga

wehhh tu mulut pengen gw sumpel boom 🤣

2024-02-19

1

Tutik Rahayu

Tutik Rahayu

biarpun y janda banyak tp y paling mempesona n menarik kan cuma bu mara huweeekkkk

2024-02-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!