Dua Sejoli

“Ayang Mbeb, ayang mbeb…” Kitty memeluk lengan ‘pacarnya yang tak direstui kedua orang tua’. Revan si cowok populer. Jago olahraga. Semua dia bisa dari lari, pencak silat, sampai basket. Siswa terbaik sekolahnya, dan secara penampilan lumayan menawan. Yang bisa mengalahkannya hanya ayahnya sendiri.

“Pasti mamah kamu tantrum lagi ya?” tebak Revan sambil mendrible-drible bola basketnya, yang sudah ditandatangani teman-teman se-klub basket, yang berjanji suatu saat akan bertemu kembali di lapangan basket tak terhalang kesibukan dan aktvitas baru mereka.

Janjinya… entahlah kenyataannya.

“Hum…” Kitty membenamkan wajahnya ke bahu pacar Cinta SMP-nya. Ikatan mereka tidak sedangkal itu, Kitty menghabiskan masa anak-anaknya bersama Revan, sejak mereka masih TK. Ngaji bareng, petak umpet bareng, main latto-latto bareng, ngambek juga barengan. Awalnya seakan Kitty memiliki kakak dan Revan memiliki adik, hingga tiba-tiba Revan tidak ingin Kitty berteman dengan cowok lain, dan Kitty pun sering ngambek kalau Revan mengobrol dengan anak perempuan lain.

“Malah disuruh break…” gumam Kitty kesal.

“Oh.” Revan kembali mendrible bolanya.

“Kamu kayaknya tenang-tenang aja?!”

“Udah tahu Ayah akan ngomong begitu sih. Tapi kan rumah kita depan-depanan, beb. Mau dihindari juga kita bakalan sering ketemu-”

“Ape Lo Liat-Liat Cowok Gue?!” sembur Kitty tiba-tiba ke arah kumpulan cewek-cewek yang sibuk cekikikan sambil ngeliatin Revan.

“Kittyyyyyy…” desis Revan memperingatkan Kitty. Cewek ini memang suka tiba-tiba ‘jegerr!’ kalau melihat ada cewek ber-indikasi flirting ke Revan. “Kaget ah, diemin aja kenapa sih?”

“Ya mereka ngeliatin kamu terus. Berharap kita putus kayaknya!”

“Ikatan kita tidak sedangkal it- Lo Nyari Musuh Hah?!” sembur Revan ke segerombolan cowok yang suit-suit ke Kitty.

“Apa sih Beb?!” desis Kitty sambil mengernyitkan keningnya.

Revan masih nunjuk-nunjuk gerombolan cowok tadi, kelihatannya adik kelas. Kitty memang manis dan idaman hampir semua cowok disekolah, soalnya. “Berani lo ngeliatin Cewek gue?! Nih Bogem gue ke cong-”

“Beeeebbb!” Kitty menggeret Revan dan bolanya ke ruangan yang tidak banyak manusianya.

“Udah kubilang kemeja kamu jangan ketat gitu! Mau pamer dada hah?!” omel Revan ke Kitty.

“Ini nggak ketat Beb, aku emang gendutan! Namanya juga masa pertumbuhan!”

“Jangan kebanyakan makan coklat, kalo cubby kamu jadi makin manis! Aku capek maki-maki fans kamu setiap tikungan ada!”

“Ya sama aja! Aku juga capek karena kamu terlalu perfect jadi idola cewek-cewek! tiap detik ada yang kedip-kedip mata! Nggak tua nggak muda!”

Lalu mereka terdiam.

“Nggak bisa nih…” Revan menggelengkan kepalanya.

“Iya, bener… nggak bisa, nggak bisa…” Kitty juga menggeleng.

“Kita nggak bisa misah. Aku nggak sanggup bayangin kamu diambil cowok berbakat di esema delapan! Kamu tau nggak itu almamaternya Nicholas Saputra! Pasti bakalan ada yang tampangnya se-charming itu di sana!”

“Kamu anggap aku cewek apa’an sih? Cuma disenyumin Nicholas Saputra langsung kesengsem. Cakepan juga Ayah kamu!”

“Lebih gawat dong. Ayahku juga lulusan sana soalnya.”

“Aku nggak bakal semudah itu pindah ke lain hati kali Beb! Gampangan banget dong aku! Kamu ngeremehin aku?!”

“Kamu ngerti dong kalo aku nih lagi insecure!”

“Aku juga nggak sanggup bayangin kamu disenyumin cici-cici kreji rich melintir di Skul Internasional.”

“Kita nggak bisa pisah, nggak bisa!”

“Ayah kamu dan Mamah aku harus restu. Gimana nih caranyaaaa?!”

“Mana kutahu?! Kita lihat dulu keadaan yaaa?!”

“Pusing aku. Beneran yaaaa pacaran itu bikin gagal fokus. Aku sama sekali nggak mood buka modul kurikulum!”

“Boro-boro kepikiran belajar ujian masuk! Yang ada pinginnya kesel terus!”

“Terus gimana?! Aku udah suka kamu, Malah bisa dibilang sayang!” desis Revan.

“Aaaaw beeeeb. aku juga loooh! Kamu mah nyama-nyamain aku teruuuus sampai perasaan juga kamu sama-in!.”

“Arrrgh! Nggak tau dah!”

**

Rasa emosi masih membayangi Asmara bahkan di saat wanita itu kembali ke kantor. dengan lemas ia menjatuhkan dirinya di kursi kerjanya dan mengetuk-ketukkan jemarinya di atas meja.

“Bu Mara, ada telepon dari Kantor Pusat, katanya Bu Asmara diminta datang segera menemui Pak Bernard.” begitu kata supervisornya. Asmara saat ini menjabat sebagai Kepala Cabang di sebuah Lembaga Keuangan yang target pasarnya adalah menghimpun Dana Pensiun. Namanya PT. Kencana Life, Tbk.

Dan diminta datang ke Kantor Pusat, seringkali adalah pertanda buruk. Entah mereka mempertanyakan mengenai kinerjanya, atau bisa juga temuan auditor yang tidak sesuai standar. Istilahnya ‘dirujak’ oleh manajemen.

Dengan berat hati, Asmara menyetir dengan kecepatan sedang ke arah Kantor Pusat. Sambil dalam hati berdoa suapaya pekerjaan diberikan kemudahan.

Nyatanya, apa yang diinginkan manusia, direncanakan manusia, belum tentu dibutuhkan oleh manusia.

Benar saja,

di dalam ruang Rapat itu telah berkumpul beberapa Kepala cabang dan 4 orang Direksi mereka. Sialnya, salah satu Komisaris Utama juga datang dan menatap Asmara dengan kening berkerut.

“Asmara Dipta… kamu saat jadi karyawan berprestasi, kalau jadi Kepala Cabang malah bawa sial ya.” begitu ujar Sang Komisaris. Wanita berusia 60 tahunan yang lidahnya tajam.

Wajar, karena dia adalah pemodal. Dia harus tahu uangnya digunakan untuk apa.

Asmara mengeluh dalam hati, akhirnya ia hanya bisa pasrah. Ia terlalu sibuk dengan keluarganya, sampai setengah-setengah mengerjakan tugasnya sebagai Kepala Cabang.

“Progress apa ini? Peningkatan Dana Pihak Ketiga hanya 25% dari target dalam setahun? Itu pun progress rata-rata, jadi ada yang lebih rendah dong? Kamu ini ngapain aja sih kerjanya?”

Masih menunduk, Asmara menatap ujung sepatunya. ia telan saja bulat-bulat omelan Ibu Komisaris, nanti kalau sudah beberapa saat dan perasaannya sudah lebih tenang, akan ia lupakan.

“Kamu sendiri yang menuliskan target kamu ya, penghimpunan dana 150miliar sebulan, bukan setahun loh Asmara! dari target yang kalian-kalian ini tuliskan, saya berani memutar uang untuk investasi bunga stabil, kalau begini sama saja saya nombok!”

Asmara dan yang lain masih diam.

Setelah beberapa saat, Bu Komisaris lalu berujar. “Asmara, kamu pindah ke Kantor Pusat. Posisi kamu Marketing Senior di bawah kepemimpinan Rani.

Asmara membeku.

Sementara yang bernama Rani menyunggingkan senyum sangat manis. Jabatan Rani sebagai Kepala Marketing Pendanaan, namun hubungannya dengan Asmara tidak baik. Dulu dia adalah Junior Asmara, diajari berbagai hal dari A sampai Z dengan baik, namun sampai pada satu titik Rani menuduh Asmara tidak memperlakukannya dengan baik.

Asmara ingat dengan jelas saat itu perusahaannya memutuskan untuk bekerjasama dengan suatu Bank Swasta dalam hal deposito. Asmara minta rate untuk Deposito sebesar 4% agar dana itu terlindungi oleh Lembaga Penjaminan Simpanan, karena Bank yang bekerjasama dengan mereka termasuk kecil dan bisa saja suatu waktu dilikuidasi oleh Bank Lain. 4% memang tidak terlalu besar, namun aman.

Dan saat memeriksa pembukuan, laporan untuk deposito perusahana Asmara ditulis 5%. Setelah ditelusuri ternyata Rani diam-diam tanpa sepengetahuan Asmara minta negosiasi ulang untuk rate lebih besar dengan si Bank. Manajemen memang mengapresiasi kinerja Rani yang berani minta 5% itu berarti keuntungan untuk perusahaan.

Tapi, belum sampai sebulan hal yang ditakuti Asmara terjadi, Bank itu kolaps. Dan dana yang dikembalikan tidak sepenuhnya 100% karena ratenya terlalu tinggi dari yang dijamin oleh LPS.

Dan manajemen menyalahkan Asmara. Alasannya ia membiarkan Rani bekerja sendirian dan tidak mengawasinya, secara dia supervisor Rani, jadi seharusnya seluruh tindakan Rani ada di bawah persetujuan Asmara.

Dana yang jadi masalah memang tidak terlalu besar, hanya 2 milyar. tapi kredibilitas Asmara di sini dipertaruhkan.

Nyatanya manajemen memilih Rani, dan Asmara pun dipisahkan dengan cara menjadi Kepala cabang. sebenarnya suatu keuntungan untuk Asmara karena dia terpisah dari suasana Kantor Pusat yang penuh tekanan. Ia memiliki kantor sendiri yang ia pimpin, ruko kecil di kawasan jakarta Barat, anak buahnya sendiri, intinya dia nyaman di Kantor Cabang.

Tapi lagi-lagi Rani membuat masalah, Rani diangkat menjadi Kepala Seksi Marketing, ia menghimpun target para Kepala Cabang. Saat itu Asmara menuliskan angka 50 miliar perbulan untuk target cabangnya, Rani dengan julid menyindirnya.

“Cabang besar begini kok penghimpunan dana hanya 50 miliar sebulan?! Nggak sesuai target perusahan dong. Belum biaya operasional cabang kan sangat besar. Ruko sewa setahun sudah berapa? Gaji anak buah berapa? 150 miliar lah sebulan!” Begitu kata Rani.

Maka tanpa konfirmasi lagi ke Asmara, Rani seenaknya mengubah target cabang menjadi 150miliar. Hal yang sebenarnya diluar kemampuan Asmara.

Begitulah jadinya, kembali ke masa kini.

Akhirnya Asmara mulai hari Senin dipindahkan lagi ke Kantor Pusat. Kali ini ia turun jabatan jadi Marketing Senior. Dan Bossnya adalah Rani.

Terpopuler

Comments

Hesti Ariani

Hesti Ariani

yaelahh..bang niko kenak dah😅🤭

2024-05-15

1

Lý🪔

Lý🪔

fiks pen geplak palanya si raniii² ini.. aku erosi bacanya😒

2024-04-23

0

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

ga nyangka ya madam bisa nulis bucin bucinan ala anak sekolahan🤣🤣, dlu kevin gak semanja ini🤣🤣🤣

2024-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!