Anggap Saja Satu Sama

“Dengan berat hati, Tante Tolak. Maaf ya Revan.” jawaban Asmara terasa lugas dan cepat, membuat Revan malah merasa heran. Tampaknya Asmara memang sudah sering menerima pernyataan cinta dari orang lain.

“Alasannya?”

“Kamu masih terlalu muda dan masa depan kamu masih panjang, biasanya anak muda cepat berubah pikiran.”

“Tante?’

“Hm?”

“Kok jawabnya cepet banget?”

Dan Asmara pun terkikik geli. “Revan,” katanya sambil tersenyum penuh arti ke Revan. “Pertama, Tante sudah sering menerima ‘tembakan’ dari berondong. Kedua, mereka rata-rata sudah memiliki pacar namun tergiur dengan ‘rasanya Janda’, dengan kata lain mereka itu player. Ketiga, tante tahu kamu cuma bercanda.”

“Tahu dari mana?”

“Kamu itu sayang ke Kitty. Apa tujuan kamu sebenarnya? Kamu tidak mungkin mengkhianati Kitty.”

Revan menggaruk kepalanya, “Tante Hebat juga…”

Asmara berkacak pinggang menanggapi Revan. Wanita itu menunggu alasan Revan yang sebenarnya. Tapi tetap saja Revan tidak mungkin mengungkapkan kalau ini semua Rencana Kitty.

“Aku hanya butuh… sosok ibu. Dan Tante Asmara adalah orang yang kukenal dari kehidupan masa kecilku. Setelah Ibu Mutia pergi dan Ibu tiada.” ia sebenarnya merasa tidak enak berbohong terus ke Asmara. Tapi apa boleh buat, Asmara adalah wanita terdekat yang ada di kehidupannya, tahu keluarga Revan sejak Revan kecil, dan yang paling penting, wanita yang tidak tertarik secara seksual terhadap Revan.

Sering sekali Revan menemui banyak wanita lebih tua yang menatapnya dengan pandangan terpukau dan yang pasti membuat Revan merasa risih.

Tapi sebenarnya, dari sekian banyak wanita, yang paling membuatnya jengah justru adalah Asmara. Asmara adalah sosok wanita idealnya kelak apabila ia berumah tangga, sementara Kitty adalah manusia yang paling mendekati segala yang ada dalam diri Asmara.

Iya, ditambah Kitty lebih periang,lebih supel, lebih lugas. Intinya bisa mengimbangi Revan kemana-mana. Mungkin karena teman masa kecil. Revan sadar betul bahwa belum tentu Kitty suatu saat akan menjadi persis seperti Asmara, kadang buah tidak jatuh dekat dari pohonnya. Bisa saja disambar Kalong.

“Kamu butuh sosok Ibu? Tapi kamu menyatakan cinta barusan.” kata Asmara sambil menatap Revan dengan curiga.

Revan kembali menggaruk kepalanya, “Salting Tante.” begitu alasan Revan.

“Revan, kamu tahu kamu selalu bisa menganggap Tante adalah ibu kamu sendiri.” kata Asmara.

“Begitu ya? Boleh?”

“Boleh dong.”

“Walaupun aku dan Kitty hanya ‘teman akrab’?”

“Kita bertetangga Revan, bisa dibilang levelnya sudah hampir menyamai saudara. Bahkan ada tetangga yang hubungannya lebih dekat dari saudara sendiri.”

“Kalau begitu…” Revan meraih tangan Asmara dan mengecup lembut punggung tangan wanita itu. “Hehe, sampai aku dapat ibu baru.” dan tersenyum jahil ke Asmara.

“Kamu ini…”

“Assalamualaikum?” terdengar suara Andra di dekat mereka.

Reflek Asmara dan Revan langsung menoleh dan mendapati laki-laki tinggi itu sudah ada di antara mereka, berdiri menatap tanpa ekspresi ke arah mereka berdua.

Penampilannya seperti layaknya orang pulang kerja, tapi ada sajadah tersampir di pundaknya. Sepertinya ia baru saja pulang dari Sholat Jumat.

"Eh, Ayah. Wa’alaikum salam. Sejak kapan di sana?” sapa Revan.

“Ayah udah ucap salam 3 kali di depan pintu.” Andra masih menatap mereka berdua tanpa ekspresi.

Revan melirik Asmara, ternyata Asmara juga sedang meliriknya.

“Kamu nggak Jumatan.” ucap Andra, ini lebih ke pernyataan dibanding pertanyaan. Tapi wajahnya malah jadi lebih muram.

“Libur dulu, pegel-pegel habis angkat barang.” kata Revan sambil beranjak. “Aku main game dulu, nanti jam 3 mau jemput Kitty di sekolah.”

Dan dengan tanpa diduga, Revan mencium pipi Asmara. “Nggak papa dong sama ibu sendiri, kan?” bisik Revan sambil menyeringai.

Sampai Asmara tertegun.

Dari sudut matanya Revan dapat melihat Andra menatap tajam ke arahnya. Saking tajamnya Revan sampai hampir saja tersandung kaki sofa karena merasa terhujam.

Setelah mencapai kamarnya Revan buru-buru menutup pintunya lalu berdiri bersandar di balik pintu sambil mengelus dada.

“Gila… bokap gue serem bener tampangnyeee,” katanya sambil cekikikan. Lumayan dapat jackpot.

Sementara di ruang tamu, keadaan masih seperti yang tadi.

Andra berdiri sambil menatap Asmara dengan mata dipicingkan, dan Asmara yang menatap Andra dengan wajah pura-pura polos seakan dia sedang berpura-pura tak mengerti apa-apa. Melihat raut wajah Andra yang sesuram itu, Asmara sampai tidak bisa berpikir harus bicara apa.

“Sudah selesai beres-beresnya Bu?” tanya Andra, tapi nadanya agak sinis.

“Hem… belum.” ucap Asmara.

"Perlu bantuan atau tidak?"

"Sedikit lagi selesai Pak."

“Mau diantar ke hotel kapan?” tanya Andra lagi, masih bernada sinis.

Tapi mendengar nada suara Andra yang tidak enak, entah bagaimana Asmara malah dibakar emosi. Karena tidak biasanya Andra berkata se-sinis itu.

“Oh, saya diusir ya? 10 menit lagi saya pergi dari sini, tak usah diantar!” Asmara meletakkan kardus sepatu yang dipegangnya dengan agak dibanting ke lantai, lalu berdiri dan berjalan dengan langkah menghentak-hentak menuju rumahnya.

Andra menyadari kesalahannya dan langsung meraih lengan Asmara, menghentikan langkah wanita itu.

“Bu As-”

“Dengar Ya Pak Andra," Potong Asmara. "Apa susahnya membantu tetangga sendiri?! Saya hanya pinjam ruang tamunya beberapa jam saja, saya sudah berjanji akan membersihkannya. Saya juga tahu diri Pak! Kalau bukan keadaan terdesak saya juga tak akan begini!” sahut Asmara sambil menepis tangan Andra.

“Maaf, saya hanya-”

“Sebentar lagi saya selesai, saya akan pinjam garasi Pak RT saja untuk meletakkan semua ini, kalau perlu saya bayar per hari. Jadi Pak Andra tak usah khawatir saya akan membuat berantakan dan menggores lantai marmer Pak Andra.”

“Bu Asmara, bukan begitu-”

Tapi Asmara kembali membalik tubuhnya dan melanjutkan perjalanan ke rumahnya yang tampak tak karuan di seberang sana. Terpaksa Andra berlari mendahuluinya dan dengan sigap menutup pagar.

Langkah Asmara pun terhenti.

Wanita itu melotot ke arah Andra.

Andra menghela napas panjang dan berusaha mengatur kesabarannya. “Saya tidak mengusir ibu, maaf kalau nada suara saya tidak terdengar baik. Saya hanya…” Andra terdiam.

Hanya…

Hanya apa?

Bertanya-tanya kenapa Revan mencium pipi Asmara?

Kalau dipikir memakai logika, memangnya kenapa kalau Revan mencium pipi Asmara?

Kan tidak mungkin pemuda itu menjalin hubungan terlarang dengan Asmara.

Ya kan?

Apa iya?

Apa tidak?

“Duh, rumit…” gumam Andra reflek.

“Apanya yang rumit?” tanya Asmara mulai tak sabar.

“Pokoknya… libatkan saya saja dalam urusan bu Asmara, tidak usah orang lain. Dan tidak usah segan-segan ya? Anggap saja tadi itu… saya masih dalam suasana kantor yang kurang kondusif…”

Akhirnya bawa-bawa kantor. Klise banget.

Asmara walaupun masih kesal, tapi akhirnya dia diam saja, saat jemari panjang Andra meraih bahunya, dan membalik tubuh langsingnya kembali masuk ke dalam rumah untuk membereskan semua barang-barangnya.

“Saya bantu ya bu,” kata Andra.

“Tidak usah.” gerutu Asmara.

“Saya maksa loh ini.”

“Kalau bantuan bapak ini sebagai permintaan maaf karena memata-matai saya tadi malam, masih belum cukup ya Pak.”

Andra pun terpaku.

Lagi-lagi pemandangan tadi malam terbayang di benaknya.

Sampai-sampai ia menunduk karena merasa telinganya panas, sudah pasti langsung merah sepertinya, karena malu.

“Saya tidak sengaja, maaf.”

“Tidak sengaja tapi sampai melotot,:” gerutu Asmara.

“Lagian ventilasinya nggak ditutup, udah tahu langsung ngarah ke balkon tetangga depan.” gumam Andra pelan. Ini adalah isi hatinya, tapi malah terucap di mulut.

“Jadi saya dituduh sengaja buka-bukaan, begitu?! Saya memang Janda tapi tidak se-mesum Pak Andra!!” Asmara menggebrak meja tamu.

“Saya mesum?” Andra mengernyit, tidak senang mendengar kata itu. “Kan saya sudah bilang, saya tidak sengaja!” balasnya.

“Kalau orang normal pasti langsung nunduk Pak, tampaknya bapak malah sudah lama berada di sana dan diam saja sampai saya menyadari!”

“Kalau langsung nunduk malah nggak normal…” gumam Andra lagi. Intinya Andra sendiri mengakui ia bukan pria yang memiliki pertahanan diri yang kuat untuk hal-hal semacam ini, seperti lelaki kebanyakan.Bukan manusia istimewa dengan tingkat keimanan yang teguh.

"Hah?!”

“Nggak jadi. Lupakan saja kasus tadi malam.”

“Mana bisa, saya ditelan jangi terang-terangan!”

“Terus mau apa? Mau lapor ke polisi?” tantang Andra

“Udah pasti saya kalah, saya kan miskin.”

“Terus gimana biar satu sama? Saya harus balas dengan telan jang juga di depan Ibu terus ibu lihatin saya selama 5 menit juga, begitu?!” tantang Andra

Gantian Asmara yang diam, mata wanita itu otomatis menyisir tubuh Andra dari atas ke bawah.

“Mau kapan? Sekarang? Oke kalau itu mau Bu Asmara.” dan Andra pun membuka kancing kemejanya.

“Jangan! Jangan!” cegah Asmara sebelum terjadi yang yang diinginkan (hehe). “Sudahlah saya anggap saja sedekah! Lupakan semuanya.”

Andra menghela nafas panjang.

Ia capek.

Tahukah Asmara kalau tak mudah melupakan pemandangan semacam itu bagi Andra?

Tapi Andra berpikir ada hal yang lebih penting lagi dari ini. Mulai sekarang ia akan lebih intens mengawasi Asmara dan Revan.

Terpopuler

Comments

Jjlynn Tudin

Jjlynn Tudin

🤣🤣🤣🤣 lucu ni bujangan lapuk Jada Duda🤣🤣🤣

2024-05-11

0

Hesti Ariani

Hesti Ariani

sedekah model baru?🤭😁

2024-05-19

0

suminar

suminar

😂😂😂😂😂😂😂

2024-05-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!