Kantor Andra...Atau Kantor Asmara?

“Bu Asmara,” Andra menunduk ke arah Asmara yang sedang duduk di ruang tamunya sambi menyeruput air hangat dengan madu. Sementara Revan dan Kitty sedang sibuk mengangkut barang-barang mereka ke garasi rumah Andra untuk ditampung sementara. “Saya ke kantor sebentar ya Bu, titip anak-anak.”

“Ah iya…”

“Setelah sholat Jumat saya kembali,”

“Ya… Pak.”

“Kalau perlu apa-apa minta saja ke bibik ya.”

Wanita paruh baya yang berdiri di belakang Andra menyeringai ke arahnya, Asmara menghela nafas. Bik Puspa adalah bibik-bibik paling bawel yang pernah diketahui Asmara. Selama ini Asmara menghindarinya karena sekali saja menyapanya, balasan dari Bik Puspa bisa satu bab penuh. Ngalor ngidul.

Mutia, mantan istri Andra, dulu berkali-kali membentak Bik Puspa karena tak tahan dengan cerewetnya, makanya Bik Puspa takut dengan Mutia. Kalau sedang mengobrol dan majikannya lewat, dia bisa langsung mingkem. Makanya waktu Andra bercerai, yang paling heboh ya Bik Puspa ini. Untung saja Bik Puspa tidak menginap di rumah Andra, dia tinggal di kampung belakang. Bekerja di rumah Andra dari jam 9 pagi sampai jam 3 sore, Senin sampai Jumat. Sabtu-Minggu libur. Pekerjaannya mencakup bersih-bersih, mencuci dan memasak.Tapi gajinya setara karyawan tetap di kantor, belum bonus Lebaran dan Tahun Baru.

Asmara hanya bisa diam saat melihat Andra sudah rapi dengan setelan kantornya. Celananya kini hitam, tampak pas bagaikan dijahit khusus, kemejanya putih bersih dan area dadanya tampak siluet otot yang terlatih baik, potongan rambutnya rapi, dan tanpa janggut tanpa kumis. Postur Andra tidak besar, namun juga tidak kurus. Tampak proporsional tapi menjulang tinggi.

Caranya memasuki mobil tampak elegan, tidak terburu-buru seakan terarah.

Setelah mobil itu menjauh dari rumah, Bik Puspa mencolek-colek lengan Asmara.

“Bu Asma, kan saya sudah pernah bilang, Bu Asma itu disantet! Tuh buktinya!” Bik Puspa menunjuk rumah Asmara yang ambruk. “Biasanya santet itu datang dari atap Buk! Terus serangga jadi banyak! Terus keuangan tiba-tiba menipis! Sial melulu! Lah itu buktinya waktu itu ibuk nggak percaya saya ini nggak bohong loh Buk, banyak sodara-sodara saya yang kena. Wis lah habis ini kalau tidur di lantai saja bu, karena santet itu mempannya pas malam hari pas ibuk tidur, energinya ngalir sebatas di pinggang ke atas, kalau di lantai nggak kena buk!”

“Nanti malam saya tidur di hotel, Bik. Ranjangnya tinggi. ” desis Asmara, “Dan lagi, panggilnya jangan Asma dong. Mara aja lebih enak kedengarannya…”

“Ya ngapain juga Buk Asma tidur di hotel?! Buang-buang duit aja, mending dipake buat beli genteng” Bik Puspa sepertinya tidak mengindahkan himbauan Asmara soal nama panggilan.

“Terus saya tidur dimana? Di rumah Bik Puspa?”

“Jangan Buk, kesenengan suami saya diinepin cewek cantik. Ya Bu Asma nginap di sini lah buuuuu!”

Asmara pun menarik nafas panjang dan merapatkan bibirnya, “Nggak pantas Bik, bisa jadi omongan, pitonah tetangga. Apalagi Kitty dan Revan akrab.”

“Pacaran.”

“Akrab.”

“Lah pacaran kok!”

“Kami menyuruh mereka putus untuk bisa fokus belajar.”

“Lah gimana bisa fokus… dari kecil bareng-bareng udah kayak anak kembar, sekarang dipisahin.”

“Ck.” Asmara hanya bisa berdecak karena ia pasti kalah argumen dengan Bik Puspa.

“Buk dengarkan saya ya Buk, Rumah tanpa sentuhan tangan seorang wanita, terasa kosong, hampa, seperti etalase di mall. Lihat tuh rumah ini… “ Bik Puspa mengedarkan tangannya ke segala arah. “Saya kemarin taruh bunga-bungaan di sana, kata Pak Andra baunya kayak di kondangan, seram. Dia bilang kalau kondangan itu ‘seram’! Kok bisaaaaa?!”

“Saya bukannya nggak ngerti sih.”

“Perceraian kan sudah 3 tahun berlalu loh Buk! Sama-sama dikhianati juga, apa kurangnya?!”

“Bik Puspa ini mancing-mancing terus, kalau segitu getolnya sama Pak Andra, Bibik aja yang nikah sama dia…” desis Asmara cuek sambil berjalan ke dapur. “Bibik mau minum apa?”

“Malah aku yang ditawari minum…” dengus Bik Puspa. “Lemon tea.”

**

Pagi menjelang siang, di sebuah gedung perkantoran 30 lantai di kawasan Jakarta Barat.

Andra berjabat tangan dengan beberapa orang manajemen kantor PT. Topaz RR Kencana, Tbk, yang sudah menunggunya di lantai Lobby. Salah satunya adalah pria muda bertubuh besar dan bermata tajam, Dominic Rejoprastowo, yang berteman dengannya sejak kecil karena sering bertemu kalau sama-sama sedang bertandang ke rumah kakek. Kakek mereka bertetangga, dan juga merupakan sahabat.

Turun temurun keluarga Andra, Hector dan Dominic ini berteman, malah bisa dibilang hubungan mereka sudah selayaknya kerabat.

“Domi,” sapa Andra sambil memeluknya.

“Ndra,” balas Dominic. “Lo pasti kaget dengan kenyataan yang terjadi, Bro. Itu sebabnya si Hector bersikeras lo aja yang ambil alih anak usaha kita.”

“Apa tuh?”

“Bentar lagi lo tahu.”

“Gue harap ‘kenyataan’ yang lo maksud nih penting yah, gue ini lagi dalam… pengasingan, loh.” sahut Andra sambil mengikuti langkah Dominic. Pria di depannya ini memiliki kaki yang panjang, jadi Andra agak terburu-buru melangkahkan kakinya. Padahal Dominic terlihat santai saja melangkah. "Nggak seharusnya gue muncul, apalagi jadi pemegang saham."

Para orang-orang yang mengikuti mereka juga jadi setengah berlari mengikuti Presiden Direktur Induk Usaha ini. Andra teringat, saat dulu mereka kecil, mereka suka mengejar-ngejar kambing milik kakek mereka di halaman belakang, dan Dominic ini selalu diserahi tugas mengejar kambing yang kabur, karena memang ia memiliki kecepatan melangkah di ambang batas orang normal. Biasanya dia kembali dengan berlumuran lumpur dan kambing digendong di pundaknya.

Mengingat itu bibir Andra tanpa sengaja menyunggingkan senyum tipis.

ingin rasanya ia kmbali ke masa kecilnya.

Yah, tapi ‘para bocah nakal’ ini sudah tumbuh dengan berbagai jabatan penting di karier mereka masing-masing. Pun saat sudah sukses, mereka tetap saling membantu.

Rejeki yang tak bisa diukur oleh uang, kalau menurut Andra.

Mereka berhenti di salah satu lantai dengan plang nama besar bertuliskan PT. Kencana Life, Tbk.

“Masuk, Bro. Bude Astrid udah nunggu di ruangan meeting besar. Tapi sebelum itu gue mau nunjukin ke elo hal yang Bude Astrid nggak boleh tahu.” kata Dominic sambil menyeringai.

"Apa’an siiiih, kenapa bisa Bude Astrid nggak boleh tahuuuuu?!”Andra langsung merasa malas.

“Karena kalau Bude tahu, dia pasti menentang rencana ini habis-habisan. Gue dan Hector tahu persis, sebenarnya Bude Astrid butuh ini orang buat jadi Orang Kepercayaannya, makanya sejak pertama masuk perusahaan ini digembleng abis-abisan sama Bude Astrid. Tapi Bude terakhir rada kecewa sama kinerjanya.”

“Hah? Gimana? Gimana?! Gue jadi bingung…” Andra mengernyit sambil mengikuti langkah Dominic.

Banyak orang di sana, langsung memberi perhatian kepada Andra.

Ketampanan pria itu memang tidak biasa. Diantara banyak CEO-CEO muda yang tampangnya setengah bule atau setengah Tionghoa, Andra ini yang paling ‘melokal’ tapi dalam kemasan yang eksklusif.

Apalagi wajah Andra yang tampak bersahaja dan terkesan ramah itu, dengan mata sayunya dan senyum manisnya, membuat para wanita di sana berdegup kencang saat melihatnya.

Andra bukannya tidak menyadari tatapan para wanita terhadapnya, di kantornya juga banyak yang seperti itu. Bahkan terang-terangan menggodanya.

Namun baginya, rasa trauma akan tragedi pernikahan begitu berpengaruh ke hatinya yang berubah membeku. Baginya semua wanita sama saja seperti Mutia. Apalagi yang tingkahnya genit dan menggoda, ia bagai melihat mantan istrinya sendiri. Rasa mual langsung menerpa perutnya.

“Mutia masih nggak tahu kan kalo lo…begitu penting di kantor?” tanya Dominic

“Dia sampai akhir taunya gue asisten Pak Dirut.” jawab Andra

“Dirutnya kan lo sendiri?”

“Gue minta asisten gue yang nyamar jadi gue kalo Mutia sidak ke kantor.”

“Buh!! Hahahahah!!” pecahlah tawa Dominic.

“Kan perjanjian si Hector itu 10 tahun, bro. Gue nggak enak kalau ngelanggar janji, walau pun Mutia udah jadi bini gue sejak… 10 tahun pernikahan.”

“Pas banget lah waktunyaaaa! Emang si Hector itu pengalaman soal cewek. 10 tahun lo lewati, lo dalam posisi aman dalam berumah tangga. Gitu prinsipnya.”

“Kok bisa diakhir-akhir ada kejadian begitu…” gumam Andra.

“Tetangga depan lo.” ucap Dominic tiba-tiba.

“Iya, Mutia selingkuh sama tetangga depan.”

“Gue tau, tapi bukan itu yang gue maksud. Nih, baca… karyawan kesayangan Bude Astrid, adalah tetangga depan lo.”

“Hah?” de sah Andra sambil menerima sebuah buku tebal besar bertuliskan Annual Report. Yang lembarannya sudah dibuka Dominic.

Matanya langsung tertuju ke arah jajaran foto di depannya, bertuliskan “Kepala Cabang”. Yang paling cantik dan mencolok di sana karena penampilannya sangat elegan.

Asmara Dipta.

Kepala Cabang Pantai Indah Kapuk

“Loh?” gumam Andra sambil mengernyit. “Bu Asmara kerja di sini?!”

“Gue kasih tahu lo…” Dominic merangkul bahu Andra. “Dia itu kesayangan Bude Astrid. Tapi lo tahu kan bagaimana Bude menunjukkan kasih sayangnya ke karyawan, dia suka nge-gembleng para karyawan dengan makian, kalimat tajam, marah-marah nggak jelas, biar karyawannya termotivasi untuk jadi lebih baik.”

“Manajemen konflik.” tambah Andra.

“Iya, itu juga. Tapi si Mara ini, sejak perceraiannya dia itu berubah jadi… suka ngelamun dan nggak fokus, kata Bude Astrid. Terakhir Bude mindahin dia ke kantor pusat, sengaja ditaruh di bawah rivalnya.Buat memotivsi si Asmara ini.”

“Bude tahu kalau dia itu tetangga gue? Istri dari selingkuhan bini gue?”

“Nggak.”

“Halah…” Andra langsung mengerti duduk masalahnya. Ia akan jadi bahan eksperimen sepupu dan teman masa kecilnya. Dengan kata lain, semua butuh hiburan. Dan Andra yang akan jadi ‘badut’nya.

“Seru kaaaaan?!” sahut Dominic sambil merentangkan tangannya dan dengan mata berbinar penuh kelicikan.

“Seru apanya Pak Domiiii?!” keluh Andra.

“Dunia ini sempit…wekekekekek!”

“Kenapa lo ngikik begitu?!”

“Gue dan Hector, mo nyomblangin loooo!”

“Hm… pernikahan lo dan Hector aja carut marut, sok-sok’an mau nyomblangin gue…” gumam Andra.

“Paling nggak, jadi penyemangat lah buat gue dan Hector, Hahahahahah!!”

“Ini yang membuat Hector bersikeras buat ngasih perusahan ini ke gue? Lo kan juga mumpuni buat ngambil alih usaha bude lo sendiri?! Kenapa dari kantor pusat nggak gelontorin modal lebih banyak buat nutup kerugian hah?!”

“Kan biar seru Andraaaaa, Hahahahaha!!”

“Sialan…” Andra meletakkan buku Annual Report tadi ke atas meja dan menunduk sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Ia berpikir sambil membayangkan.

bisa jadi… inikah jalan hidup yang akan dilaluinya?

Terus terang saja, ingatannya mengenai lekuk tubuh wanita itu masih sangat jelas dibenaknya.

untuk yang satu ini, ia tidak mudah melupakan, entah kenapa.

Lagipula, ini memang sudah waktunya ia melebarkan sayap, menunjukkan siapa dia yang sebenarnya. Agar diakui oleh ibunya sendiri.

Bahwa dia, Diandra Ranggasadono, bukanlah produk gagal.

“Oke, Bro… gue ambil tantangan lo. Tapi ingat, kalau memang perusahaan dan Asmara ini bukan jodoh gue, lo berdua jangan maksa.”

“Cieeee!!” seru Dominic sambil menggebrak meja, menunjukkan ekspresi semangatnya.

Terpopuler

Comments

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

cieee

2024-04-20

1

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

berasa tidur di kasur dekat pantai

2024-04-20

1

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤ❥︎•͜͡࿐

kl asma bengek buk wkwkwk

2024-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!