Asmara Yang Malang

Sore itu saat Asmara pulang kantor, dia menghadapi ‘musibah kecil’ di rumahnya. Rumah Asmara dibangun tahun 95 oleh ayahnya, kakek Kitty. Ini rumah warisan. Dan sejak itu belum pernah direnovasi karena memang bangunannya masih bagus.

Terdiri dari tanah dan bangunan 1 lantai seluas 150m2, ada 3 kamar di dalamnya.

Tapi namanya juga dimakan usia, bagian kusen jendela kamar utama masih berupa kayu. dan ternyata tadi siang ambruk dimakan rayap.

Dulu, mantan suami Asmara memang pernah menyarankan untuk mengganti seluruh kayu di rumah itu dengan baja ringan, tapi saat itu Asmara sedang sibuk-sibuknya mengurusi proyek, jadi tidak bisa menunggui tukang dan ambil cuti. Adit tidak mungkin menunggui karena mantan suaminya itu sering keluar kota.

Entah ke luar kota itu untuk pekerjaaan atau hal lain.

Dan kali ini, kusen yang ambruk adalah jendela luar kamar utama yang mengarah ke kebun depan.

Asmara mengarahkan pandangannya ke langit.

Cerah tak berawan.

Sepertinya hujan belum akan turun, jadi untuk sementara dia tutupi saja dulu jendelanya yang ambruk itu dengan gorden. Besok pagi ia akan hubungi tukang bangunan untuk memperbaikinya. Terpaksa besok ia ambil cuti mendadak.

Bagian pagar tertutup plastik tebal, dan tinggi pagar sekitar 2 meter, jadi sepertinya aman-aman saja tidak terlihat orang yang berlalu lalang.

masalahnya…

fentilasinya tidak tertutup. railing goren tidak sampai ke sana.

“Sudahlah, hanya semalam ini.” desis Asmara. Ia berniat tidur di kamar Kitty malam ini.

Dan ternyata… “Mamah bobok di kamar tamu aja, Kitty lagi sebel sama mama.” kata anak semata wayangnya itu sambil cemberut. “Dan lagi Kitty mau video Call sama Revan.”

“Ngapain kamu video Call, rumah kamu depan-depanan sama pacar kamu.” ada nada sarkas di suara Asmara.

“Depan-depanan tapi nggak boleh ketemu. Tersiksanya hatiku ini. Mama masa nggak tahu perasaan anak muda lagi jatuh cinta? Apakah mama lahir langsung tua? Pasti ngerti dong bagaimana galaunya perasaanku ini?”

“Lebay kamu.”

“Pokoknya Kitty mau menata hati dulu. Kitty udah bersihin kamar tamu. Mama bobok di sana aja.”

Saat Asmara ke kamar tamu, ya memang sudah dibersihkan Kitty. Tapi… kusennya juga ambruk, bahkan menganga lebar lebih parah dari kamar utama. Dengan laron beterbangan mengelilingi bohlam di atas ranjang. Sepertinya terjadi setelah Kitty membersihkan kamar.

“Ck!” dan Asmara pun kembali ke kamar Kitty, tepat saat gadis itu…

BRAKK!!

“Mamaaaaaahhhh!!” jerti Kitty. “Kusenku juga ambruk!!”

“Ya Tuhan Kenapa malam-malam gini ada aja sih masalah?!”

“Kitty nginep di rumah Rosa aja!”

“Pakai apa kamu ke sana?!”

“Minta anter Revan!”

“Kitty!”

Tapi anaknya itu sudah keburu kabur meninggalkan kamarnya yang penuh laron beterbangan. Membuka gerbang dan masuk ke rumah tetangga depan.

Saat Asmara terpaku di dalam rumah menyaksikan situasinya dengan kesal, hampir-hampir saja ia menangis.

Ia capek, terus terang saja ia rasanya ingin sekali berteriak. Tapi gengsinya mengalahkan emosi.Ditambah lagi, ia geli.

Melihat serangga kecil beterbangan dan jumlahnya ribuan, memenuhi berbagai sudut rumahnya. Jelas ia tak sanggup membersihkan semuanya sendirian.

Dan tiba-tiba tenaganya langsung drop. Ia hanya mampu berdiri terpaku melihat semuanya tanpa bisa berbuat apa pun. Rasanya tenaganya hilang saat itu juga.

“Bu Asmara?” terdengar suara Andra dari belakangnya. Pria itu sudah berdiri sambil mengernyitkan mata melihat banyaknya serangga beterbangan di dalam rumah Asmara. Tak hanya tinggi badan Andra yang menarik perhatian Asmara sampai wanita itu melengkungkan punggungnya untuk mendongak ke atas, menatap wajah pria itu, tapi juga hidungnya tergelitik akibat wangi parfum maskulin beraroma kayu-kayuan yang dipakai Andra.

Andra masih memakai kemeja putih dan celana bahan, terlihat kalau ia baru pulang dari kantor, bahkan ia masih memakai sepatu kulit sapinya.

Kenapa pria sesempurna ini bisa-bisanya diselingkuhi?!

“Beginilah keadaannya,” Asmara menaikkan bahunya, berusaha bersikap tenang padahal ia mau berteriak sekencang-kencangnya. Dari pagi tak henti-hentinya musibah datang. Apalagi ia terancam diturunkan jabatannya, itu berarti akan ada penyesuaian penghasilan, alias turun gaji, dan juniornya yang kini jadi atasannya merupakan suatu tekanan telak ke mentalnya.

“Boleh saya bantu?” tanya Andra dengan sopan.

“Bo-boleh Pak kalau bisa.” desis Asmara.

Andra kembali ke rumahnya dan datang dengan ember besar diisi sedikit air, lalu masuk ke ruang tamu Asmara. Ember itu ia letakkan di bawah bohlam, lalu sambil setengah berlari menutupi wajahnya dengan lengan, ia mematikan semua lampu di rumah itu sampai yang tersisa adalah bohlam terang di ruang tamu tadi.

sontak, semua laron pindah ke arah cahaya.

“Tunggu sekitar satu jam ya bu. Mau minum teh dulu di rumah saya?”

**

Selama 10 tahun mereka bertetangga, baru kali ini Asmara masuk ke rumah Andra. Kitty masih di sana, sedang menunggu Revan siap-siap untuk mengantar gadis itu menginap di rumah Rosa. Kitty beraktivitas seperti di rumahnya sendiri, bahkan tahu dimana Andra menyimpan persediaan makanan. Dengan santai kitty duduk di salah satu sofa dengan kaki dijulurkan sambil makan Mie cup. Hal yang dilarang di rumah Asmara. Segala per-mie an dan makanan instan yang dianggap tidak sehat.

Asmara yang menyediakan camilan dan makanan home made untuk Kitty selama ini. Asmara pernah kerja partime menjadi pembantu Chef di salah satu restaurant di Adelaide, Australia, jadi tangannya mahir membuat jenis makanan apa pun. Mau itu makanan asia, Arab, sampai Italia, Asmara bisa. Bukannya makanan yang dibuat Asmara tidak enak, malah sangat enak sampai Kitty sering berpikir sebaiknya ibunya membuka restoran saja. Masalahnya yang namanya anak-anak, kadang ingin makanan yang ‘tidak sehat’.

Kalau ingin mie instan atau ingin makan seblak, Kitty sering mengendap-endap ke rumah Revan. Mojok di dapur Andra sambil menikmati kuah pedas bermicin.

Duduk di ruang tamu Andra yang bergaya minimalis dengan taman terbuka di bagian dalam, Asmara memperhatikan satu per satu perabitan Andra. mewah dan bersih, tapi bagai tidak ada kehidupan. Seperti display di toko furniture.

Rumah Andra bertingkat dua, dan secara luas hampir selebar rumah Asmara. Letak rumah mereka di gang buntu, paling pinggir di komplek itu, jadi Andra bisa leluasa memarkir mobilnya yang banyak itu di jalanan depan rumah. Banyak orang lalu-lalang di depan rumah Andra karena pria itu membuatkan pintu akses agar warga lebih mudah kalau mau jalan ke pasar atau mushola di samping tembok pembatas.

“Bu, mau teh apa? Instan atau tubruk?” tanya Andra di dalam bar.

“Mama suka teh tubruk yang terdiri dari 4 jenis merk teh, dan pakai sirup gula dicampur pandan dan vanilla, tehnya dimasak di panci dengan cara didihkan di air panas.” jawab Kitty sambil mengunyah.

Andra terdiam.

lalu menyeringai. “Teh celup aja ya? Hehe.”

“Sebentar saya ambil pandan di depan pagar…” desis Asmara sambil beranjak.

Jadi, Andra, Revan dan Kitty duduk di sofa, mereka tampak becanda membicarakan mengenai sekolah internasional yang akan dimasuki Revan, sementara Asmara menyibukkan diri di dapur Andra.

Memasak bisa jadi pelampiasan stressnya. Asmara suka memasak, walau pun ia kurang suka makan. Karena itu masakannya harus enak dan sehat, atau dia enggan memakannya.

“Ya makanya Om, kenapa harus sekolah intenasional? Memangnya tidak ada sekolah negeri berkualitas yang bisa Revan masuki? Sama’an aja sama aku kenapa sih Om? Kan Om Andra almamater SMA 8?” protes Kitty.

“Hehe, keluarga saya punya akses ke Amethys University, Kitty. Lumayan kan diskon 50% udah dapat fasilitas mewah, pendidikan berkualitas. Dan lagi ini tiket kilat menuju Harvard,”

“Kan Revan bisa kuliah di UI aja Om. Lagian diskonnya 50% aja udah bayar 300juta… gimana kalo nggak diskon?”

“Kitty, Revan ini akan saya persiapkan untuk memimpin perusahaan, dan ia sudah setuju. Jadi pendidikannya penting menurut saya. Apalagi kalau ia memiliki ijazah dari luar, kapabilitasnya akan diakui.”

“Yaah, Oooom…” keluh Kitty.

“Harusnya kamu mendukung Revan dong. Kan enak kalau Revan jadi direktur, dia bisa beliin Hermes buat kamu.”

Kitty diam.

Revan mengerutkan keningnya.

“Revan, sekolah yang bener ya, aku minta Hermesnya yang Kelly.” gumam Kitty.

“Gimana sih Beb?!” Revan sewot.

“Permisi yaaa,” suara Asmara yang terdengar lemah membuat semuanya terdiam dan memberi jalan ke wanita itu. Dengan mata menerawang, Asmara meletakkan empat gelas es teh manis dan sandwich.

“Horeee sandwich!” seru Kitty. Padahal dia baru makan mie cup.

“Sejak kapan kita punya bahan sandwich?!” gumam Andra pelan merasa aneh.

“Maaf ya Pak saya agak lancang membuka kulkas, ada patty di sana dan sisa roti tawar di atas meja, ada salada juga. Jadi saya bikin sandwich daging.”

“Kita punya Patty?” gumam Andra ke Revan.

“Kita punya Patty Yah?” Revan malah nanya balik.

“Aku yang taroh di sana Om, waktu itu rencananya mau belajar bikin burger tapi nggak jadi-jadi soalnya roti bun nya lupa beli melulu,” kata Kitty.

“Dari kapan itu simpennya?”

“Beku kok Om, tenang aja,”

“Oh, pantas ada keju juga,” kata Asmara sambil melirik ke arah Kitty.

“Maaf yah Mah…” desisi Kitty sambil agak menjauh.

“Kitty, kalau kamu mau belajar masak kan bisa minta mamah ajarin.” kata Asmara.

“Soalnya, berkali-kali Kitty bilang mau bikin ini-itu, tapi mamah bilang mamah aja yang bikin. Kitty kapan bisanya Mah? Walaupun nanti jadinya nggak seenak bikinan Mamah kan namanya juga proses Mah.”

“Ya, maafkan mamah juga, Mamah takutnya nanti kalau gagal jadi mubazir karena keuangan kita kan sedang…” Asmara lalu terdiam. Tidak seharusnya dia membicarakan ini di depan Andra.

Tapi kenapa hatinya terasa sesak?

“Mah?” panggil Kitty pelan.

Karena air mata Asmara mulai menetes.

Seketika Asmara membayangkan masa depan Kitty yang suram. Biaya masuk sekolah unggulan tidak murah, jalur beasiswa pun tidak mudah. Padahal tabungannya sudah mulai menipis. Gajinya juga akan diturunkan.

Kalau hidup Kitty biasa-biasa saja, masihkah anak itu pantas bersanding dengan Revan yang sempurna? Dan semua itu gara-gara Asmara tidak becus bekerja! Begitu pikiran Asmara.

Wanita itu putus asa.

“Duh… maaf ya Pak, reflek. Hari ini banyak sekali kejadian…” Isak Asmara sambil duduk dan menghapus air matanya.

“Saya siap mendengarkan kalau ibu berkenan bercerita.” kata Pak Andra.

“Iya Mah, cerita dong Mah… Kitty nggak tahu apa-apa tentang Mamah sebenarnya selama ini!” kata Kitty sambil mendekati Asmara.

“Kamu masih terlalu…”

“Mamah tahu kalau Kitty akan mengerti keadaan Mamah.” kata Kitty lagi.

Asmara pun menghela nafas panjang. Lalu ia menceritakan mengenai isi hatinya.

“Pak Andra, mohon maaf. Sebenarnya hal ini bukan karena Revan anak adopsi, atau Kitty masih terlalu kecil. Saya sebenarnya percaya anak-anak kita sudah tahu batasannya. tapi ini semua karena saya belum siap ditimpa masalah lain lagi.”

Terpopuler

Comments

Hesti Ariani

Hesti Ariani

makan makanan tidak sehat adalah cara lain hiling😁

2024-05-15

0

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄

mertuamu kitty d'best

2024-05-18

0

LarasatiAtiqahGunawan

LarasatiAtiqahGunawan

hermes kelly emang favorit. berkat yg mulia putri grace kelly grimaldi

2024-04-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!