Di sebuah rumah kecil, seorang wanita tengah menangisi kepergian bayinya. Bayi perempuan kecil berusia setengah tahun itu telah meninggalkan dirinya selama-lamanya.
Tangis sesenggukan terdengar begitu memilukan. Beberapa tetangga sudah kembali ke rumah setelah mengucapkan kalimat belasungkawa. Meskipun belum lama di daerah tersebut dan tak banyak yang bersikap baik, akan tetapi para tetangga masih memiliki rasa simpati kepada dirinya.
" Maaf ya Rim, aku tidak bisa membawa dia kesini."
Ucapan Samsul mendapat tanggapan sebuah tatapan tajam dari Rima. Wanita itu jelas tidak mengerti apa yang dikatakan oleh sang teman.
" Apa maksudmu San?" tanya Rima sambil menyeka air matanya.
" Aryo, tadi aku kerumahnya. Aku ingin mengatakan bahwa aku telah bertemu denganmu. Tapi ~"
Samsul menggantungkan kalimatnya yang jelas membuat RIma penasaran. Saat Samsul menyebut nama Aryo--mantan suaminya itu jelas bahwa Rima masih memendam perasaannya.
" Tapi apa Sam?" Rima sangat penasaran dengan ucapan Samsul yang tertahan.
" Tapi, aku tidak jadi mengatakannya. Dia sudah memiliki seorang istri. Bahkan tadi dia mengenalkan istrinya kepadaku."
Rima tersenyum, senyuman yang kecut. Dalam benaknya jelas merasa bahwa tidak mungkin Aryo akan betah lama menduda.
" Baguslah kalau dia sudah menikah lagi. Berarti sepenuhnya dia sudah menghapuskan namaku di dalam hidupnya."
" Lalu apa yang kamu akan lakukan setelah ini Rim?"
Rima menggelengkan kepalanya cepat. Dia belum mengerti apa yang akan dilakukan nanti setelah ini. Kemarin dia sempat bekerja tapi resign setelah sang putri bolak balik sakit. Mungkin rencana selanjutnya adalah bekerja lagi.
Samsul berpamitan pulang, dia tidak mungkin berlama-lama berada di rumah Rima mengingat di sana tidak ada orang. Rima tinggal sendiri, dari pembicaraannya tadi, sepertinya temannya itu belum ingin kembali ke rumah keluarga Gunawan
" Apa yang kamu harapkan Rima, Aryo tidak akan berlama-lama menduda. Dia tidak mungkin secinta itu padamu hingga memilih untuk tidak lagi menikah. Aah, sudahlah. Bukan waktunya memikirkan hal itu. Tapi, tidak bisa dipungkiri, aku sungguh merindukan dirinya. Aryo, sampai kapanpun aku tidak akan pernah bisa menghapusnya dari hati ku ini."
Rima kembali menangis. Dadanya sangat sesak. Kali ini bukan hanya kepergian sang putri, tapi ingatan masa indahnya dengan Aryo juga membuat dirinya semakin tersedu.
" Sudahlah. Aku harus bangkit. Melamar kerja. Ya, aku punya ijazah dan pengalaman kerja. Aku harus kembali bisa menyibukkan diri."
***
Keesokan harinya, suasana ruang makan keluarga Sasono terlihat begitu hangat. Asriati-- ibu mertua Sekar dari tadi menampilkan senyum nya saat melihat sang menantu yang sedari tadi lepas sibuk sudah berkutat di dapur.
Ya, Sekar berinisiatif untuk memasak sarapan pagi untuk suami dan kedua mertuanya. Setelah pembicaraannya semalam bersama Aryo, Sekar memutuskan untuk melakukannya perannya sebagai istri dan menantu dengan sebaiknya.
" Ada yang bisa ibu bantu nduk?"
" Tidak usah ibu, Sekar sudah mau selesai kok. Terimakasih."
Asriati mengusap lembut kepala Sekar. Ia kemudian memilih untuk ke meja makan menata piring dan sendok untuk sarapan.
Tidak berselang lama, Aryo turun turun dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi. Ia sedikit takjub melihat Sekar dengan balutan apron dan bandana di rambutnya. Tidak ada polesan make up di sana, tapi wajahnya sungguh cantik. Apalagi bulir keringat yang ada di keningnya, membuat Sekar semakin memesona.
" Astaga Yo, apa yang kau pikirkan," gumam Aryo lirih. Ia mengatur debaran jantungnya yang tidak karuan dan memilih untuk menarik kursi lalu duduk menghadap meja makan.
" Mas, mau aku buatkan kopi?" tawar Sekar.
" Boleh, terimakasih," jawab Aryo singkat.
Sekar dengan cekatan membuatkan kopi untuk sang suami. Ia lalu menyajikannya, dan Aryo dengan segera meminumnya secara perlahan.
Pas
Racikan kopi buatan Sekar sungguh pas di mulut dan tenggorokan Aryo. Ia sebenarnya ingin memuji Sekar, tapi entah mengapa bibirnya begitu berat untuk mengutarakan.
Tiba waktunya mereka sarapan pagi. Suseno dan Asriati terlihat begitu menikmati masakan Sekar. Mereka sungguh tidak mengira bahwa Sekar bisa memasak seenak itu.
Cerita yang Asriati dapat dari Ida--ibu dari Sekar yakni Sekar sering berkegiatan di luar selain ikut membatu mengelola RSMH. Maka dari itu, Asriati speechless saat memakan makanan yang dimasak oleh Sekar.
" Oh iya mas, aku pagi ini mau mampir pulang ke rumah. Ada hal yang aku ingin bicarakan kepada papa. Soal rumah sakit," ucap Sekar meminta izin kepada Aryo.
" Ya," jawab Aryo singkat.
Asriati dan Suseno saling pandang. Keduanya kemudian menghela nafas dengan begitu berat.
Saat Sekar masuk ke kamar untuk bersiap, Asriati langsung memukul kepala Aryo dengan sedikit lebih keras.
" Aduuuuh, ibu sakit iiih," ucap Aryo sambil mengusap kepalanya.
" Kamu itu lho, istrimu berkata panjang lebar begitu dan jawabanmu cuma 'ya' tok. Aryo, sedikitlah lebih lembut padanya. Dia sudah berusaha untuk melakukan perannya sebagai istri maka lakukanlah peranmu juga sebagai suami."
Aryo kembali menyeruput kopi buatan sekar. Ia lalu melihat ke arah sang ibu dengan seksama. " Ya aku memang begini bu, terus harus bagaimana lagi? Kan udah bener dia minta izin dan aku menjawabnya. apa yang kurang"
" Mbuh sak karepmu! (entah, terserah kamu.)"
Aryo melihat ke arah sang bapak saat mendengar ucapan ibu nya. Akan tetapi reaksi Suseno hanya mengendikkan kedua bahu tanda dia tidak tahu apa pun.
" Punya anak kok kaku kayak nasi kering," gerutu Asriati kesal.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Mardiana
Aryo cool
2025-02-26
0
komalia komalia
varyo nasi kering dokter dika kulkas 12 pintu dosen radi kulkas andra ajanyang hambel.
2024-09-24
0
🌸ReeN🌸
sekar harus jadi wanita kuat, cobaan kedepanya berat, soalnya ada mantan
2024-02-01
1