rencana pelarian, yang ke-4

POV HAZEL

"Aku kesepian kak, aku benar-benar kesepian aku sudah lupa rasanya bahagia itu seperti apa" aku terduduk lemas diujung ranjang tempat tidurku mendekap erat potret bahagia keluargaku.

"Lihat ayah lihat ibu, rumah ini bukan lagi milik kita. Tak ada potret masa kecil tak ada potret pernikahan kalian, tidak ada kenangan kita yang tersisa ayah, laki-laki tua itu sudah melenyapkannya" air mataku menetes membasahi bingkai foto entah sejak kapan tanganku mulai gemetar.

"Aku hanya bisa menyelamatkan ini, maaf kan aku....." Aku tak tau harus apa "aku hanya ingin pergi menemui mu hazam, tidakkah kamu mau pulang dan menjemput adikmu ini hazam" pikiranku kosong udara taklagi bisa aku rasakan, sakit yang terus aku rasakan setiap harinya sudah seperti hidangan untukku.

Tiada hari tanpa air mata, tiada hari tanpa rasa sakit ayah bisakan engkau datang dan memeluk erat tubuh rapuh putrimu ini, peluk aku seperti dulu kamu memeluku dan selalu mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. tak apa jika semua hanya kebohongan setidaknya aku merasakan lagi kasih sayang.

Sakit rasanya sakitt....dikurung bak burung dihina seperti anjing bahkan jika dibandingkan anjingpun lebih mulia dari aku ibu. Putrimu terus dilecehkan ibu aku tidak bisa menjamin bahwa aku tidak akan mendapatkan hal yang lebih buruk dari hari sebelumnya.

POV END

Setiap sudut kamar hazel dipenuhi Isak tangis yang menyayat hati menggambarkan betapa pilunya hidup gadis ini.

Tak berselang lama setelah menangis hazel tertidur dengan lelapnya, tuhan tau ia kelelahan. Setelah bangun dari tidurnya sekitar tengah siang saat matahari tepat berada di atas kepala, Hazel berdiri didepan jendela rumahnya ohh bukan tapi rumah pamannya. Setelah ia benar-benar memikirkan matang-matang rencana pelarian dari penjara pamannya ini.

Mengingat rumah ini berada dipedesaan yang jauh dari pemukiman tepatnya rumah villa yang dikelilingi kebun teh dan karet, rumah dipedesaan yang jauh dari suasana perkotaan yang sesak. Ia berjalan melihat kaca besar didepannya meski kaca itu terlihat tebal tapi ia yakin kaca ini pasti akan pecah jika mendapat tekanan yang kuat dari benda tajam atau tumpu.

Hazel mengambil balok kayu dan kapak besi dari gudang rumahnya ia tidak tau dimana pekakas rumah disimpan oleh pamannya, mungkin pekakas itu ada digarasi yang terpisah dari rumah tapi ia bersyukur bisa mendapatkan kapak dari gudang rumahnya.

Saat sudah didepan kaca ia mulai memberikan ancang-ancang untuk menghantam kaca rumahnya, ayunan keras kapak ditangannya tidak membuat kaca rumah pecah hanya ada retakan panjang pada kaca mungkin jika ia hantam sekali lagi menggunakan balok kaca akan terbuka atau pecah semua.

Hantaman kedua yang berasal dari balok kayu itu mampu memporak porandakan kaca rumah itu, dengan senyum puasnya hazel meraih tas besar yang berisi pakaian dan benda berharga yang ia curi dari kamar pamannya. Berlari tanpa arah sampai ke pemukiman desa didekat kebun teh ia berjalan dengan senyuman dan air mata yang tertahan harapannya untuk bebas sudah sangat dekat.

Disepanjang perjalanan banyak mata menatapnya mungkin karna ia nampak asing bagi warga disana.

"maaf neng, dari mana mau kemana?" Mendengar pertanyaan itu hazel gugup ia benar-benar gugup tapi dengan sedikit keberaniannya ia membuka mulut.

"saya mau ke kota pak" ucapnya gugup dengan wajah sedikit menunduk.

"Eneng ini siapa? Maaf saya banyak tanya soalnya saya kaya kenal sama Eneng ini" hazel yang mendengarnya memaklumi karna ia juga akan melakukan hal yang sama jika melihat orang yang ia rasa pernah dekat dengannya "saya hazel pak anak almarhum pak bagus, saya mau kekota mau susuk kakak saya" bapak dan beberapa warga yang mendengarnya sedikit kaget pasalnya Semar mengatakan bahwa kedua keponakannya disekolahkan dikota

"loh bukannya kamu sama kakakmu sudah lama pergi ke kota untuk sekolah?" Hazel yang belum sempat menjawab sudah mendengar perkataan warga yang membuat ia Panik warga itu berkata akan menyusul Semar ke ladang agar ia bisa kekota dengan diantar Semar.

"gak perlu pak gakpapa saya bisa sendiri ko ke kotanya lagian paman sedang sibuk, kalo begitu saya pamit pak Bu permisi" dengan tergesa-gesa ia berjalan menyusuri jalan kearah kota beberapa warga merasa ada yang janggal.

Hampir satu jam ia berjalan di jalanan tanpa ujung ini, panas dan dahaga kini semakin mendominasi dirinya dengan kelelahan ia duduk di tepi pembatas jalan dan jurang yang dibawahnya tepat hamparan dauh teh yang hijau. Lama terduduk, ia mendengar suara kendaraan yang mendekat tapat dikejauhan ia melihat mobil pickup menuju arah tujuannya dengan ragu ia melambaikan tangan ke arah mobil, ohh ayolah bagaimana cara menghentikan mobil ini.

Usahanya tak menghianati hasil mobil itu berhenti ia berjalan menuju pintu mobil nampak disana ada dua pria paruh baya dan satu wanita paruh baya yang perkiraan umurnya lebih tua dari kedua pria itu.

"Kenapa?..." Tanya pengemudi "butuh bantuan neng?" Sambung perempuan paruh baya itu, hazel yang mendengarnya menganggukan kepalanya.

"saya mau kekota, tapi belum menemukan angkutan umum pak. Boleh saya menumpang?" Tuturnya ramah semua orang yang mendengarnya bingung pasalnya mobil sudah penuh tidak mungkin jika menambah satu tubuh lagi.

"aduh neng mobil penuh ga bisa kalo ditambah satu orang lagi, memangnya kota mana yang mau Enang tuju?" Hazel diam ia tidak tau kemana ia akan pergi namun ia pernah mendengar bahwa kakaknya dibawa ke ibu kota.

" ibu kota paman saya mau kesana" jawab hazel mantap "arah tujuan kita sama neng, kalo mau kamu bisa ikut tapi duduk dibelakang ditempat sayuran" hazel menganggukkan kepalanya dengan tersenyum ia mengucapkan terimakasih.

"saya mau pak terimakasih banyak sudah membantu".

Hazel duduk diantara tumpukan sayuran ia diarahkan agar tetap berada disana dengan tubuh yang ditutup kain terpal bersama sayuran-sayuran itu ia tak keberatan selama ia bisa bebas dari pamannya.

Perjalanan kekota memakan waktu hampir lima jamnya dengan kelelahan hazel sempat tertidur untuk beberapa jam sampai suara kendaraan yang padat dan riuh membangunkannya, ingin rasanya ia membuka penghalang untuk melihat kendaraan apa yang suaranya begitu besar seolah membuat getaran karna kuatnya suara itu.

Ia mendapat celah untuk mengintip keluar pandangannya menyapu suasana diluar sana betapa terkejutnya ia begitu banyak kendaraan besar dengan roda yang banyak mobil yang diangkut oleh mobil lagi dengan panjang mobil pengangkut yang tidak pernah ia bayangkan, gedung menjulang tinggi sampai ia tidak melihat perkampungan disana.

"Jadi ini ibu kota" bisiknya pelan, apa mungkin ia bisa bertahan hidup di ibu kota sebesar ini.

Tak lama setelahnya mesin mobil berhenti terdengar dentuman dari pintu mobil yang terbuka lalu tertutup perlahan kain terpal yang menutupinya terbuka perempuan paruh baya itu tersenyum.

"sudah Samapi Jakarta, kami hanya bisa membantu sampai sini" hazel dibantu turun oleh perempuan itu dengan mata yang menyapu sekeliling hazel bertanya.

"Bu ini dimana?" Ibu itu tersenyum "ini ada di terminal kampung rambutan Jakarta timur, Eneng jalan aja kesana nanti disana bakal ada angkutan umum neng" mendengar itu hazel menganggukkan kepalanya.

" makasih ya Bu atas bantuannya, maaf saya ga bisa kasih apa-apa " hazel memiliki sejumlah uang yang ia curi dari kamar pamannya tapi ia ragu uang itu akan cukup atau tidak untuk biaya hidupnya selama belum mendapatkan pekerjaan. "Tidak papa kami ikhlas ko".

Berjalan gontai melihat bus bus yang berjejer ia tidak tau harus kemana dan dimana ia akan tinggal, hazel tidak mengenali siapapun dan tidak ada kerabat satupun. Ia pernah mendengar soal bibinya yang tinggal di ibu kota tapi masalahnya ia tidak punya alamat rumah bibinya. Mungkin ia akan mencari rumah disekitar sini yang disewakan dengan harga rendah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!