Kemampuan yang dimiliki setiap orang pasti berbeda-beda. Tidak perduli seberapa tinggi, kokoh, atau kuatnya dirimu, disaat suatu kejadian tak terduga datang tanpa kau sadari, saat itu pula kau akan mengerti akan pentingnya kehadiran orang lain.
Bagi penghuni Mareen yang begitu berpendidikan, dengan pengetahuan mereka yang lebih berkembang dari pada penghuni lain didunia Landow ini, sering kali mereka memandang rentah ada setiap penghuni yang tidak berpenampilan atau mempunyai jalan pikir seperti mereka.
Bahkan disaat terluka seperti ini, kemampuan Hezekiah dalam berpikir masih begitu kritis hingga membuat pasukan Brandir sedikit kewalahan menghadapinya. Tentunya bagi penghuni Beckton yang terkenal keras dan juga mandiri, Hezekiah ini merupakan penghuni yang dianggap menyebalkan.
“Kau tidak tahu apakah tumbuhan itu bersih atau mempunyai kemampuan untuk mengobati ... aku tidak ingin lukaku semakin bertambah parah karena kau merasa tumbuhan itu sama seperti di Beckton!” Hezekiah mendorong Dolrak yang mencoba mengobatinya.
“Kenapa kau keras kepala sekali?! Tumbuhan blesswish ini memang terkenal banyak, dan aku memang tidak mengetahui semua, tapi ini benar-benar akan membantu mengurangi rasa sakit dan cepat menutup lukamu!” Dolrak mencoba menjelaskan dengan kesal.
“Kau menghancurkan tumbuhan itu begitu saja menggunakan batu! Kau juga tidak melihat ada apa diatas batu itu dan mau memberikannya padaku?!” Hezekiah terus menyangkal.
“Mareen keras kepala! Kau tidak lihat pundakmu saat ini?! Raymond dan Anora terpaksa tidak bisa menggunakan sihir disini untuk mengobatimu dan kau masih menolak pertolonganku?!” Dolrak menghempas tumbukan obat diatas daun yang berada ditangannya.
“Hentikan kalian berdua ... kita masih harus melanjutkan perjalanan ini.” Valor sedikit kesal dengan berjalan memalingkan tubuhnya.
“Hezekiah, begini saja ... aku akan mengoleskan tumbukan obat itu ditanganku, lalu kau lihat sendiri bagaimana reaksi obat itu,” Anora mencoba menengahi sembari tersenyum manis.
Menganggukkan kepalanya seraya setuju, Hezekiah begitu memperhatikan Anora saat mengoleskan tumbukan obat Dolrak ditangannya. Begitu mengamati dengan serius selama beberapa saat, kini Hezekiah percaya saat melihat kondisi Anora baik-baik saja.
Hezekiah membuka beberapa kancing dari jubah yang dikenakannya dan Raymond pun langsung membantu membalutkan obat tersebut padanya. Hezekiah terdiam merasakan reaksi dari obat tersebut karena ternyata memang sedikit pun tidak merasa perih namun justru memberikan sensasi dingin dan harum pada kulitnya.
“Maafkan aku .... ” Hezekiah pun menatap lurus pada Dolrak yang terlihat sedang membereskan sisa-sisa obat karena takut langkah mereka teramati oleh Balthazah.
“Mareen keras kepala! menyusahkan sekali!” tanggapan yang diberikan Dolrak padanya.
Hezekiah tertunduk merasa tidak nyaman dan bersalah, namun bagaimana lagi memang seperti inilah sifat bawaan penghuni Mareen yang begitu kritis dan semua harus memiliki alasan atau tahap pengujian agar semua aman, layak untuk digunakan terlebih dikonsumsi.
Pasukan Brandir yang lain pun hanya tersenyum melihat pertengkaran kecil yang dilakukan Dolrak dan Hezekiah yang tentu sebelumnya dapat mereka prediksi saat Alumir mencoba membentuk pasukan Brandir untuk mencari pecahan permata Thindrel.
Mencoba untuk beristirahat sejenak dan membiarkan Hezekiah meresapi obat tersebut, pasukan Brandir tetep waspada akan sekumpulan Durog yang masih berlalu-lalang seolah ingin langsung melompat menyerang mereka dari seberang bukit batu, bahkan suara mereka yang melengking pun sesekali begitu menyakiti telinga mereka.
“Tidak adakah cara untuk menutupi aura dari kalung ini?” tanya Anora pada pasukan Brandir.
“Ada, tapi kau tidak dapat menggunakan sihirmu karena aura runa milikmu akan menutupi kalung itu.” Viliris mencoba menjelaskan sembari menunjuk kearah kalung dileher Anora.
“Ya, dan kau jelas tahu sebagai penghuni Halivara akan pentingnya aura runa bukan? Jadi jangan pernah berpikir untuk melakukan itu.” Valor mengerutkan alisnya seraya merasa keberatan akan ide yang tidak masuk akal.
Anora menatap pada Raymond yang juga melengkungkan sedikit senyuman dengan tatapan sayu seolah setuju dengan apa yang dikatakan Valor saat ini. Anora terdiam sejenak mencoba untuk berpikir bagaimana bisa menghindar dari serangan Durog yang bersembunyi di balik tanah Landow.
Hezekiah mulai merasa lebih baik dan mereka melanjutkan perjalanan kembali, sampai pada suatu tempat dikaki bukit gunung batu mereka mendapati sebuah gubuk atau rumah pedesaan berukuran sedang dengan lahan hijau yang luas
Tentu mudah bagi pasukan Brandir saat ini merasa aneh dan langsung bersikap siaga disaat mereka terpaksa harus melewati lahan hijau itu karena, tidak ada alternatif jalan lain bagi mereka saat ini. Dolrak yang sejak tadi memimpin pun berjalan mundur membiarkan Raymond mengambil alih.
Laedale memiliki kekuatan lain yang dapat melihat dari jarak jauh, namun Valor dan Viliris tidak dapat menemukan sesuatu yang aneh selain cerobong asap yang mengepul keudara akan bara api yang sedang menyala didalamnya.
“Raymond .... ” panggil Anora dari kejauhan, merasa khawatir akan derap langkahnya yang begitu cepat kedepan meninggalkan pasukan Brandir.
Sebagai pengganti Alumir tentu ini adalah tugasnya, Raymond seolah tidak memperdulikan panggilan Anora dengan terus berjalan kedepan dengan pedang suci yang siap menebas apa pun dihadapannya. Namun kali ini Raymond seolah mendapat pandangan berbeda saat memasuki gubuk tersebut.
Derap langkah Raymond yang ringan dan tak bersuara itu pun seketika terhenti disaat melihat lima Anurag yang sedang mengelilingi sesuatu. Raymond langsung memberikan isyarat pada pasukan Brandir yang mulai mendekat agar tidak menimbulkan suara sedikit pun karena sebenarnya bola mata api Anurag tidak dapat melihat jelas namun begitu bereaksi terhadap suara.
Pasukan Brandir yang saat ini masuk bersama Raymond kedalam gubuk itu pun terkejut melihat beberapa orang sebagai tentara pasukan yang sudah tidak lagi bernyawa dengan tubuh mereka yang mengering diatas lantai. Jelas terlihat bahwa mereka adalah korban keganasan Anurag.
Anora pun memeriksa pasukan itu dan terkejut saat melihatnya. Halivara yang terbagi menjadi tiga wilayah karena lebih luas dibandingkan yang lain, Anora merasakan kehadiran suatu aura runa kuat dari penghuni salah satu wilayah itu. Anora pun menatap pada Raymond yang kembali menganggukkan kepalanya seraya berkata ia pun merasakan yang sama seperti Anora.
Sebelum mereka memperjelas pertanyaan yang membelenggu, Raymond dan Anora berniat membereskan kelima Anurag terlebih dahalu. Namun lagi-lagi pandangan pasukan Brandir teralihkan saat melihat sosok yang saat ini dikelilingi oleh para Anurag itu.
Seorang bayi yang sedang tertidur itu mengapa bisa sampai membuat Anurag tertarik? Gumam Anora dalam hati, tertegun bagai tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Intensitas aura bayi itu pun seolah memancar begitu banyak aura namun tersamar oleh kabut yang menyelimutinya.
Raymond memberikan isyarat kepada masing-masing pasukan Brandir untuk membereskan satu Anurag sedangkan Viliris bertugas mengambil dan membawa bayi itu pergi. Mengangguk seraya setuju, pasukan Brandir itu pun maju secara perlahan.
Bunyi suara kayu lantai yang berdecit menyadarkan Anurag akan kedatangan mahkluk lain disekitar mereka yaitu pasukan Brandir yang sudah siap menghunuskan pedangnya. Seketika Anurag bergerak cepat masuk kedalam bayangan diri pasukan Brandir yang terpantul dari cahaya matahari.
“SIAL! AKU TERKUNCI!” sontak Dolrak seketika saat tidak dapat menggerakkan kakinya.
“JANGAN MENATAP MATA APINYA JIKA TIDAK MAU TERHIPNOTIS! TERLEBIH, JANGAN DENGARKAN SUARANYA YANG BERBISIK PADAMU!” Valor pun langsung memberikan perintah karena begitu mengenal watak Anurag.
Keadaan menjadi sunyi, berbagai perasaan mulai menyelimuti pasukan Brandir saat ini. Raymond dan Anora yang terpaksa tidak dapat menggunakan sihir pun ikut terkunci dan hanya berusaha melakukan yang diperintahkan.
Anurag berbeda dengan Durog yang mengeluarkan suara melengking begitu menyakiti telinga, Anurag justru bergerak senyap benar-benar seperti bayangan hitam yang tidak dapat tersentuh oleh tangan jika tidak memiliki aura runa sihir yang kuat.
Terlepas dari pasukan Brandir saat ini, Anora yang baru saja diberikan kekuatan permata Thindrel serta sebagai penjaganya, secara diam-diam menyelimuti permata itu dengan runa sihir miliknya. Sontak Raymond yang dapat merasakan runa Anora yang menghilang pun langsung bereaksi.
“ANORA! Kau mendengarku? ANORA!” teriak Raymond begitu khawatir.
Bagai bentuk jiwa yang terpisah, seketika raga dan jiwa Anora terpisah. Runa sihir Anora seolah menutupi raganya dimana Anora dapat tersadar saat menatap dirinya yang masih menutup mata dengan Anurag yang mencoba mengunci dan berbisik untuk mengambil jiwa.
Anurag yang merasa bahwa raga yang dikuncinya saat ini menghilang, langsung melepaskan dirinya dari bayangan Anora bagai hewan buta, ia berlarian kesana kemari mencoba mencari sosok itu. Anora segera kembali kedalam raganya dan membuka kedua matanya untuk seketika menebas Anurag itu.
Bercak noda hitam pun kembali mengalir dari pedang Anora yang kini dapat bergerak bebas. Anurag yang terkejut saat melihat Anora yang dapat melepaskan diri dari kunci bayangannya pun mulai melepaskan satu persatu anggota Brandir untuk melepaskan diri.
“JANGAN LARI DAN BERMAINLAH BERSAMAKU!” teriak Anora dengan cepat mengejar Anurag yang mencoba melarikan diri dengan pedang sucinya. Dari keempat Anurag hanya tiga yang berhasil Anora musnahkan, itu pun karena Anora merasa lemah karena baru saja dia melepaskan aura runa sihir miliknya untuk menutupi permata Thindrel.
Anora mulai kehilangan kesadaran dengan sekelilingnya yang terlihat berputar, menancapkan pedangnya pada ladang hijau itu ternyata tidak membantu disaat Anora memang harus memejamkan kedua matanya karena tenaga dan batinnya tiba-tiba terkuras habis.
“ANORA ... kau mendengarku? Anora .... ” Raymond lekas berlari dengan menggendong Anora masuk kedalam gubuk kembali.
“Hentikan, Raymond ... biarkan aku beristirahat saja sejenak, jangan kau gunakan sihir untuk menolongku, kita sudah sejauh ini .... ” Anora menampis tangan Raymond saat berusaha memberikan runa sihirnya pada Anora.
“Baiklah jika itu maumu ... beristirahatlah, aku akan menjagamu.”
Usapan lembut yang diberikan Raymond pada setiap helai rambut dikepala Anora membuat Anora tanpa sadar tertidur. Bagai berselimut kehangatan, dari sekian banyak malam yang Anora lalui baru-baru ini, setidaknya saat ini dia dapat terlelap dengan Raymond yang menjaganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
dinda anissa
lanjutkan terus thor!
2023-10-31
0
Dhifa Fauzia
Makin penasaran aja thor
2023-10-25
0