Anora segera mengembalikan kesadaran dirinya dengan mendorong Valta kebelakangnya saat salah satu Durog mencoba untuk menyerangnya. “CALIDUM IGNEMRA.” Anora pun ikut menghunus pedang apinya mengarah kepada Durog tersebut hingga tidak lagi bernyawa.
Menatap pada Raymond yang masih berjuang menghadang para Durog masuk kedalam pemukiman warga Halivara, pasukan Lhatar pun akhirnya datang ikut membantu Hezekiah dan Valta masuk kembali kedalam kapal terbangnya untuk kembali pulang menuju Mareen.
Bagai tidak terhenti, satu persatu Durog berlarian keluar dari dalam lubang tersebut. Perhatian mereka langsung tertuju pada titik pintu masuk gerbang kerajaan dimana orang orang sedang berkumpul mendata diri mereka untuk melaporkan apa saja yang sedang mereka bawa sesuai peraturan istana.
Anora ditemani pasukan Lhatar mengejar Durog yang berlari sangat cepat hingga terlihat berhasil memanjat dinding kerajaan yang tinggi. “PUTRI PERGILAH! BIAR DISINI KAMI YANG MENGATASI.” Ucap salah satu pasukan Lhatar yang langsung mengambil posisi Anora saat ini.
“VOLAREZ.” Kembali Anora terbang melayang cepat mengejar Raymond diikuti beberapa pasukan Lhatar yang berada di pintu gerbang masuk Halivara. Pertempuran pun sengit pun terjadi dengan kemenangan pasukan Lhatar namun tidak sedikit pun dari mereka merasa bangga akan hal itu.
Tatapan Anora, Raymond, serta pasukan Lhatar yang masih dipenuhi peluh juga nafas yang menekan dada mereka, terasa begitu pilu merasa tidak berguna karena beberapa warga terluka bahkan sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
“Durog, akan aku habisi kalian semua!” Anora tertegun sekesal-kesalnya melihat tumpukan makhluk menyeramkan yang tiba tiba menyerang Halivara. Tangannya bergetar dengan pedang yang masih menyisakan tetesan cairan hitam dari tubuh Durog saat Anora menusuk atau menebasnya.
Anora dan Raymond kembali menghampiri tanah bergeser itu yang saat ini yang terlihat semakin bertambah luas dengan lubang yang cukup besar. Jadi dari sinilah mereka datang? Tapi bagaimana bisa? Pertanyaan dalam hati Anora yang begitu sangat khawatir.
Raymond dan Anora pun saling menatap, mereka teringat akan sebuah mantra kuat yang bisa menutup lubang ini namun memerlukan kerjasama dari dua Olgora yang berpangkat sama. Mengingat hal ini, hanya Raymond yang bisa karena Anora masih belum begitu tinggi dalam akademis sihir yang sedang ia pelajari.
“Tidak apa apa. Kita lakukan saja .... ” ucap Raymond dengan begitu mudahnya. “Tidak, kau bisa jatuh sakit karena aura runa sihirku tidak sekuat dirimu. Kau seperti tumbal disini!” Anora memberikan sanggahan akan pernyataan Raymond yang terdengar berbahaya.
“Lalu, apa kau akan tetap membiarkan lubang ini terbuka dan para Durog itu kembali datang?! Putri Anora, apa yang terjadi padamu?! Kenapa kau jadi seperti ini!” ucap Raymond yang akhirnya merasa kesal akibat Anora yang terkesan plin plan dan penuh ketakutan.
Bagaimana aku harus mengatakannya padamu?! Aku memang bukanlah Anora yang kau kenal. Aku pun tidak mengerti dengan apa yang harus kulakukan .... pekik Anora lirih dalam diri, tertunduk mencoba menahan perasaan batinnya yang menjerit.
Malam kian larut terlihat pasukan Lhatar berusaha keras untuk menutup lubang yang terlihat semakin membesar itu. Anora masih saja bersembunyi alih–alih melarikan diri dengan menyembuhkan para warga yang saat ini terluka di aula pengobatan istana.
Anora menatap begitu lirih pada sepasang keluarga yang baru kehilangan anaknya karena serangan Durog sore tadi. Atau seorang ibu yang harus kehilangan salah satu kakinya yang biasa ia gunakan untuk berjalan. Tak urung Anora menatap pada beberapa anak kecil yang kehilangan kedua orang tuanya saat melawan Durog yang mencoba melahap anak tersebut.
“Kalian ... tidak apa apa?” tanya Anora lembut dengan terduduk disamping Ibu tersebut dan beberapa anak yang tertunduk lemas. Terlihat mereka memikirkan bagaimana nasibnya kelak dengan kondisi mereka saat ini ditengah perjuangan hidup yang berat dan luka batin membekas.
Anora pun mengerti perasaan mereka karena tanpa ia sadari, dirinya saat ini tidak jauh berbeda dengan para warganya saat ini. Anora terdiam sejenak mencoba untuk berpikir hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu.
Untuk menghibur mereka, Anora menunjukkan sihir kecil dimana kembang api berupa burung phoenix terbang mengitari aula pengobatan istana begitu indahnya. Percikannya yang indah saat terbang begitu menghibur hati yang terluka dan dapat menghentikan tangis yang terdengar.
Terakhir Anora mencoba melakukan sihir yang dapat menenangkan mereka dengan berkara, “ SURSUM.” Lantai pun seketika berubah menjadi hamparan rumput hijau yang indah dengan bunga yang menghiasi. Hembusan angin pun terasa sejuk hingga mereka dapat tertidur beristirahat dengan tersenyum manis diwajahnya.
Entah karena apa, langkah kaki Anora berjalan mantap lurus keluar menuju para pasukan Lhatar dengan Raymond yang menatapnya dari kejauhan. Meski aku tahu aku takut, tapi kupikir hiduplah untuk hari ini, lalu berikan harapan untuk hari esok. Tuturnya dalam batin terdalam.
Pasukan Lhatar begitu terlihat kelelahan dengan aura runa sihir mereka yang mulai meredup. Anora menatap pada lubang itu yang masih terlihat begitu besar seolah tidak bisa tertutup. Tatapan Raymond begitu tajam menusuk Anora akibat masih merasa kesal padanya.
“Maafkan aku ... kalian beristirahatlah, biar aku dan Raymond yang membereskan sisanya.” Ucap Anora pada pasukan Lhatar dengan langsung menghampiri Raymond. Raymond pun menundukkan kepalanya seraya menyetujui lalu berjalan memutar untuk berdiri tepat diseberang Anora.
Suasana pun hening dengan pasukan Lhatar yang ikut memperhatikan Anora dan Raymond dengan gerakan tubuh yang seimbang dan selaras. Seolah saling melengkapi, Anora dan Raymond seketika memancarkan cahaya aura runa yang semakin intens bahkan dapat terlihat dari kejauhan.
“CLAUDERE EARAM.” Ucap keduanya dengan serempak. Sinar kuning keemasan terpancar dari salah satu tangan keduanya yang mengarah langsung pada titik lubang di tanah Landow. Getaran bumi yang dapat terasa namun begitu pelan hingga tidak menimbulkan suara pun akhirnya menutup lubang tersebut dengan sempurna.
(BRRUUKKK) Anora yang tiba tiba jatuh pingsan.
“Tidak apa, aura runanya melemah biar aku saja yang mengurus Putri. Kalian gantian berjaga dan segera panggil aku jika terjadi sesuatu.” Perintah Raymond saat menggendong Anora pada pasukan Lhatar yang langsung bergerak melakukan perintahnya tanpa berkata sedikit pun.
Hangat sekali, bagai pelukan ayah yang menggendongku kala kecil saat tertidur. Tidak sedikit pun bau besi yang tercium dari baju zirah besinya, melainkan wangi aroma kayu bercampur daun mint yang begitu menenangkan. Raymond, apa aku bisa bersandar padamu?.
...***...
Sinar matahari kembali menyambut dengan terangnya. Terdengar suara ramai dari arah luar yang tidak dimengerti oleh Anora yang baru saja tersadar dari mimpinya. Berjalan menuju balkon kamarnya, Anora dikejutkan dengan kejadian tak terduga lainnya.
Bukan sebuah gaun indah yang biasa digunakan para putri kerajaan, Anora justru lebih memilih baju zirah besinya kembali agar dapat bergerak dengan bebas mengingat kejadian terakhir kali saat Durog berani menyerang Halivara.
(BRAAKKK) Suara pintu yang terbuka oleh Anora.
“Tuan Puteri sudah bangun .... ” sambutan penuh hormat yang dilakukan Raymond saat Anora berjalan keluar dari ruangannya.
“Raymond, ada apa ini? Kenapa aku tiba tiba melihat kapal terbang dari Mareen, kereta api Beckton, dan para Tallis ( kuda terbang) dari Leadale?” Anora menatap Raymond untuk meminta penjelasan.
“Maafkan aku, Putri ... semalam saat Putri tidak sadarkan diri akibat kekurangan aura runa, ikatan Natarin tersambung dengan Alumir yang berpesan untuk mengadakan pertemuan disini pada siang hari. Putri tenang saja, jamuan dan lainnya sudah aku persiapkan semua.”
“Maafkan aku ... meski kau yang paling banyak mengeluarkan aura runa, entah kenapa aku masih saja pingsan .... ” Anora menundukkan kepalanya menyadari bahwa kali ini bersalah karena jujur dirinya mengunci kemampuan yang ada dalam dirinya.
Tatapan Raymond menyudut dengan kedua alisnya yang berkerut. Pikirnya pasti terjadi sesuatu pada Anora saat menemukannya tergeletak pingsan didepan pintu portal. Apa dia bermaksud memaksakan diri pergi kesuatu tempat tanpa memberitahuku melalui pintu portal? gumam Raymond dalam hati.
Anora mulai berjalan dengan Raymond yang selalu siap dibelakangnya. Menemui para Raja dan Ratu kembali dengan penyambutan luar biasa. Tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk membuka percakapan, karena Beckton sudah memulai duluan dengan menceritakan bahwa kerajaannya pun diserang secara tiba tiba oleh Durog melewati sebuah retakan pada tanah pertambangan.
Saat ini mereka terdiam dan mencoba untuk menerka serta memikirkan jalan keluar, hingga Alumir pun datang bersama beberapa Olgara dibelakangnya. Bagi mereka yang sudah menaruh curiga dengan keberadaan Olgara saat ini, Alumir yang dapat dengan mudah membaca keadaan pun hanya terdiam mengamati mereka semua.
“Aku memutuskan untuk membentuk pasukan Brandir, yang dimana dalam pasukan ini akan mencari ketiga permata Thindrel yang hilang. Berikan pasukan terbaik yang kalian miliki.” Ucap Alumir terduduk pada sebuah bangku dan menaruh tongkat kayu miliknya.
Keadaan kali ini sangat amat senyap. Tidak ada lagi gementing piring atau gelas, bahkan hembusan nafas pun bagai tak bertuan. Rana menjelajah pada ruang yang entah kapan kembali namun mencoba tersadar akan betapa mengerikannya pencarian ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Dhifa Fauzia
Anora kereeeeen ✨💪🏻
2023-10-14
0
Nendz Kzuma Dewz
luar biasaa🥰
2023-10-14
0