Cekiittt.
Sebuah mobil sport mewah berhenti mendadak tepat disamping trotoar yang kutelusuri.
Brakkk.
Dua orang pria berkulit hitam legam dan berwajah sangar keluar dari dalam. Lalu,
Bag bug bag buggg
Tanpa ba bi bu mereka langsung menghajarku.
"Ehh, woyy!!!"
Tentu saja aku mengelak meskipun tak sempat memberi perlawanan.
Namun tenaga keduanya jauh lebih besar dariku. Dan aku yang tak punya persiapan apapun tak ayal lagi limbung kena pukulan keras berkali-kali.
Aku tersungkur dengan wajah babak belur dan bibir bonyok bersimbah darah.
Jendela kaca mobil di jok belakang perlahan terbuka.
"Cuih! Makanya, jangan sok jadi orang! Berlagak macam pahlawan kesiangan! Makan tuh pencaharian!!!"
Aku berusaha menoleh dengan tenaga yang tersisa.
"Ry Ryan??..."
Ryan Linggau duduk di sana. Disampingnya seorang pria paruh baya berjas dan berdasi ikut menatapku dingin. Pria elegan, tapi berkelakuan layaknya bajingan.
Anjiiirrr, tua bangka tapi bisa-bisanya tenang liat orang dihajar sampe babak belur dihadapannya. Pasti ni orang anggota mafia. Berdarah dingin tak punya perasaan! Padahal ini negara hukum, Boss! Lo semua bisa gue laporin pihak berwajib dengan tuduhan melakukan pengeroyokan dan hampir menghilangkan nyawa orang. Hhh...
Mereka berlalu tanpa pedulikan diriku yang terkapar di atas trotoar.
Satu dua orang yang kebetulan lewat berteriak meminta bantuan dan...
Seketika senyap. Karena aku pingsan tak sadarkan diri.
...ooooooo...
Entah berapa lama aku terbaring di atas ranjang besi yang dingin ini.
Tembok serba putih menjadi pembatas. Sementara semilir aroma obat yang sangat kuat meyakiniku kalau saat ini aku ada di ruang opname rumah sakit.
"Angga?..."
Suara Mama terdengar merdu.
"Mama!?..."
"Syukurlah. Akhirnya kamu siuman juga."
Bibirku sakit. Mulutku nyeri ketika celangap.
Bahkan sekujur tubuh ini juga ngilu. Hhh...
"Ruby... sedang dalam perjalanan. Untungnya Mama sempat minta nomor ponselnya sebelum kalian pergi kemarin itu. Hhh... Ponselmu hilang, Nak!"
Aku diam termangu mendengar kata Mama.
Krieeet...
"Angga!!"
Mama menoleh ke arah pintu.
Orang yang baru saja Mama bicarakan datang. Dan aku hanya bisa pejamkan mata. Kesal termasuk malu karena terlihat lemah dalam kondisi terbujur di atas ranjang rumah sakit ini.
"Angga..."
"Dia baru saja sadar, Ruby."
"Makasih, Ma. Sudah kabari Ruby secepatnya!"
Cih! Munafik Lo! Bukannya Lo benci gue karena Lo anggap gue sekongkol sama Laila buat bikin hubungan Lo sama si Ryan hancur. Dan asal Lo tau,... yang buat gue jadi gini itu adalah si Ryan kesayangan Lo itu!
Aku hanya bisa menelan ludah. Masih terpejam, tak ingin melihat wajah cantiknya yang makin membuatku terluka.
Gadis ini memang pintar berakting. Dan aku salut pada kepandaiannya memainkan peran.
Ruby terlihat seolah peduli padaku.
Kedua tangannya bahkan mengusap-usap lembut punggung tanganku.
Ck. Sok sok perhatian. Dahlah, Ruby! Gue jadi muak liat tingkah Lo!
Aku tak bisa menahan emosi. Kubalikkan tubuhku memunggunginya.
Itu lebih baik daripada harus keluar kata kasar dan membuka kedoknya di depan Mama.
"Angga..., ya udah. Bobo' dulu deh. Biar lebih enakan nanti bangun."
Hm. Bobo'. Sok manis Lo!
Aku memejamkan mata menghadap tembok.
Sayup-sayup suara Mama dan Ruby berbincang santai.
Biarlah mereka berdua cuap-cuap sesuka hati. Aku malas meladeni keduanya juga.
Jika dalam kondisi sadar dan tidak tidur, Mama pasti akan banyak tanya perihal kejadian yang kualami.
Sementara Ruby, pasti akan mendesak siapa yang telah melakukan ini padaku. Ujung-ujungnya, aku bisa membuat dia kembali emosi karena tak terima kekasih hatinya aku tuduh melakukan tindakan penganiayaan ini.
Hm.
"Mama pulanglah. Istirahat. Wajah Mama terlihat pucat. Biar Ruby yang jaga Angga di sini."
"Besok kamu mulai masuk kerja bukan, setelah ambil cuti menikah tiga hari lalu?"
"Bisa minta cuti tambahan. Mama gak usah kuatirkan Ruby. Mama sebaiknya pulang dulu. Istirahat, tidur meskipun hanya beberapa jam."
"Ruby sedang hamil,..."
"Tidak apa-apa, Ma. Fisik Ruby kuat. Percayalah. Lagipula ada Angga disini. Kami pasti akan saling jaga."
Samar-samar kudengar Mama akhirnya menuruti Ruby juga.
Agak dah dig dug jantung ini mengetahui kalau akhirnya di kamar inap rumah sakit ini hanya tinggal aku dan Ruby.
Masih ada sisa-sisa kekesalan pada gadis cantik ini. Tapi, dia adalah istri kontrakku.
Meskipun beberapa jam lalu dia mengusirku mentah-mentah dari mobil bagusnya, tapi hubungan kami terikat satu sama lain karena pernikahan kontrak yang terjadi diantara kami.
"Kalau ada apa-apa, segera kabari Mama."
"Iya, Ma. Mama naik grab car aja. Udah Ruby pesankan. Ini mobilnya dan sopirnya akan segera hubungi Mama. Hati-hati di jalan."
Ruby memperlihatkan mobil Alphard putih milik Rury.
Dia kembali berbohong pada Mama kalau dia sudah pesan grab yang padahal adalah supir saudara kembarnya sendiri yang ia hubungi.
Hhh...
Mama mengusap rambutku tanpa kata.
Kemudian terdengar suara sepatu tepleknya diseret keluar. Mama pulang seperti anjuran Ruby.
Mama pasti panik setelah mendengar kabar putra semata wayangnya ada di rumah sakit. Padahal Mama punya riwayat memiliki penyakit jantung. Tapi aku selalu membuatnya jantungan akhir-akhir ini. Maaf, Ma.
Selang beberapa lama, aku kembali balikkan badan.
Kami saling berpandangan.
Kulihat binar matanya tak lagi semarah yang tadi.
"Ada yang memukulmu? Siapa dia?"
Aku diam tak menjawab.
Kuedarkan tatapan ke arah langit-langit. Membisu dan membatu.
"Pasti Ryan. Dia udah keluar dari penjara tadi pagi. Kata Abel, dia cerita kalau baru tiga jam menghirup udara bebas tapi udah buat orang miskin babak belur."
Aku menelan saliva.
Sakit hati emosi sekaligus dendam membara.
Bisa-bisanya si Ryan bangsattt sesumbar soal kelakuan tengilnya pada kroco-kroconya. Bilang udah buat orang miskin babak belur. Udah pasti orang miskinnya itu adalah gue. Bangk+e emang! Liat aja pembalasan gue! Mentang-mentang anak orang kaya. Bisa nyewa bodyguard cuma buat disuruh hajar orang tiba-tiba.
"Angga,"
"Yang gebukin gue bukan dia. Tapi dua orang item suruhannya!" Akhirnya aku bersuara juga.
"Hhh..."
"Lo ga temuin tu anak Dajjal?"
Ruby diam mendengar kata-kataku yang begitu sinis.
"Kenapa? Bukannya Lo nunggu dia bebas? Iya kan? Apa harus nunggu setahun sesuai perjanjian bokap Lo untuk rumah tangga kita baru Lo temuin dia? Gue sih ga masalah. Yang penting bukan gue yang melanggar perjanjian. Otomatis hak gue gak akan gugur selama gue masih mengikuti aturan Bokap Lo."
"Aksesnya ditutup. Handphone Ryan ga bisa gue hubungin. Dia juga katanya pergi bulan madu sama istri sirinya."
"Laila?"
"Jangan sebut nama itu didepan gue! Cih! Jijik gue denger nama cewek kampungan itu!"
Aku diam.
Percuma debat dengan Ruby apalagi disaat dirinya sedang frustasi.
Ryan sedang bulan madu.
Hm. Rupanya cemburu plus patah hati dia.
"Terus, Lo lagi baikin gue nih ceritanya?"
Pukk
Pedas pangkal lenganku dipukul Ruby tiba-tiba.
"Aduhh!!!" pekikku mengaduh sakit.
"Maaf, maaf!"
Aku hanya meringis.
Sakitku dobel. Lahir dan batin.
Cintanya pada si Ryan tak bisa dilupakan.
Meskipun bajingan itu melakukan hal yang menyakiti perasaannya, tetap saja cinta Ruby begitu besar pada Ryan. Hhh...
Sungguh cinta itu racun dunia.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
ɳσҽɾ
emang, kata Changcuters sih gitu
2023-10-28
1
ɳσҽɾ
durjakim ente emang
2023-10-28
1
ɳσҽɾ
Ember sok manis emang
2023-10-28
1