"Ini rumah Lo pribadi?" tanyaku dengan mata menatap tak berkedip.
Rumah mewah berlantai dua di perumahan elit pertengahan ibukota.
"Iya. Masih ada apartemen di Jaksel. Tapi jarang gue kunjungin coz agak angker. Hehehe... Ada yang huni makhluk astral."
Ck ck ck...
"Si Ruly? Dia masih di apart Kuningan kan?" tanyaku kepo.
"Dia sekarang di apart Kemayoran. Deket kantor cabang perusahaan emas Papa. Dia kan pegang anak perusahaan Antam disana."
"Hahh?"
Gila! Bocah umur 26 tahun itu? Pegang perusahaan Antam meskipun cuma kantor cabang? Ck ck ck... Sekaya apa sih pak Hartono Abdi sampe punya anak perusahaan dimana-mana? Ini definisi yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Ga salah bang haji Oma Irama bikin lagu liriknya ngena' banget sama realita jaman sekarang. Belom lagi tuh orang nepotisme, mempekerjakan anak berserta seluruh anggota keluarga besarnya. Ga da lahan buat orang lain. Keluarga, sanak saudara, famili bahkan orang-orang yang memiliki kedekatan khusus mendapatkan bagian dari kekuasaannya. Hm. Parah ini parah!
"Lo sendiri? Cuma ongkang-ongkang kaki nikmatin kekayaan bonyok Lo?" tebakku mencoba mencari tahu dengan menggodanya.
"Enak aje Lo ngomong! Gue juga kerja! Gue ini selain brand ambassador butik dan garmen Mami gue, gue juga PR di perusahaan Antam cabang Bandung."
"Woow, emejing! Emang bokap Lo pemilik tunggal Antam ye? Koq bisa kedua anaknya punya peranan di anak cabangnya? Setau gue Antam itu milik negara kan?"
"Papi Direktur Operasi dan Produksi. Makanya kita dapat tempat lumayan bagus di anak cabangnya."
"Wow wow wow, KKN dong bokap Lo! Eits, sori,... gue keceplosan. Hehehe..."
Aku membuat pertahanan ketika Ruby bersiap menyerang ku dengan pukulan tangannya.
"Ayo masuk, bikinin es kepal sekarang!" katanya mengalihkan arah pembicaraan.
"Siap, Nyonya!"
Kami masuk dengan mengumbar senyuman.
Tak lagi peduli pada harta kekayaan dan juga pekerjaan pak Hartono Abdi.
Bukan urusan gue! Terlalu kepo gak baik buat kesehatan mental gue nantinya. Hm. Biar sajalah. Mau makan duit halal apa haram, toh itu pilihan dia. Ga ada urusannya sama gue. Meskipun pada akhirnya gue juga jadi ikutan makan duit haramnya karena sekarang gue juga jadi kacungnya. Hhh...
"Biii, bibiii..."
"Nona Ruby, sudah pulang?"
"Keluarkan chopper sama es batu. Oiya, Ga. Bahannya apa aja buat bikin es kepal?"
"Susu kental manis, Milo bubuk. Coklat batang, coklat bubuk, topingnya terserah. Yang praktis aja kayak coklat sprinkle. Atau meses warna-warni."
"Bi, beli semua bahan yang tadi Angga sebutkan! Cepetan ya, Bi! Nih uangnya! Tiga ratus ribu cukup?"
"Emang kita mau buka kedai es kepal? Itu bisa buat beli bahan sekilo tuh!" selaku membuat pembantu rumah tangga Ruby tersipu-sipu.
"Beli secukupnya aja, Bi! Jangan beli banyak-banyak, mubazir. Menghamburkan uang, temennya setan!"
"Dih? Uang segitu Lo bilang menghamburkan uang? Gue pernah menghabiskan uang tiga puluh juta cuma dalam waktu dua jam kurang! Traktir temen di diskotik pas ultah kedua puluh lima tahun kemaren. Dan gue bangga, bisa bikin temen-temen gue seneng. Itu pahala buat gue kan?"
Yassalam. Serah Lo deh. Speechless gue jadinya. Hhh...
"Oiya, betewe kata si Rury Lo pegang lapak parkiran di Pangeran Jayakarta ya?"
"Udah enggak."
"Kenapa?"
"Lahannya digusur, pemiliknya kalah di persidangan. Otomatis lahan itu bakalan beralih fungsi."
"Terus Lo kerja apa?"
"Jelas-jelas gue pengangguran sekarang. Makanya gue mau terima tawaran menggiurkan bokap Lo."
"Hm. Pacar Lo tau, kalo Lo sekarang jadi suami bayaran gue?"
"Hm. Freelance gue. Lagi bebas juga."
"Bilang aja Lo jomblo! Pake gengsi banget! Hahaha..."
"Gue ga jelek-jelek amat kan? Buktinya, Lo mau dinikahin sama gue. Kalo gue mau, cewek-cewek di luaran sana banyak yang nungguin keputusan gue buat terima cinta mereka."
"Dih, sombong!"
"Bukan sombong, tapi kenyataan."
"Huek."
"Hahaha, anjiiirrr. Ga percaya dia."
Tririring tritririiiinggg
Ponsel Ruby berdering.
Klik'
"Ya Pi?"
...[Kamu dimana? Mana si Angga?]...
"Aku di rumah. Angga? Ada nih, sama aku. Ga, Papi!"
Ruby menyerahkan benda kecil berharga puluhan juta itu padaku.
"Hallo? Ya Pak Hartono?"
...[Bisa-bisanya kau bawa putriku ke Lapas Cipinang dan buat keonaran disana! Hapemu mana? Ga aktif! Sengaja kau ya? Mau buat gara-gara sama Aku?]...
Aku menarik iPhone Ruby menjauh dari telinga. Pengang rasanya mendengar omelan Tuan Besar Hartono Abdi.
"Kenapa?" tanya Ruby dengan suara pelan.
Herman gue sama holang kaya! Yang buat keonaran anak emasnya. Kenapa gue yang kena makinya. Anjritt emang!
...[Berikan ponselnya Ruby sekarang!]...
"Nih!"
Ruby kembali mengambil ponselnya dari tanganku.
"Iya Pi?"
^^^[Pulang ke hotel! Sekarang! Ada yang harus Papi bicarakan sama kamu sekarang juga!]^^^
"Aku ga mau. Papi beresin aja koper ku yang di kamar hotel. Aku minta tolong check out -in sama Papi aja ya? Hehehe... thank you, Papi Sayang!"
Klik'
Enak bener ya, cuma gitu doang? Nah gue, harus siap-siap terima kemarahan bokapnya yang tadi terdengar seperti singa gondrong. Hadeeuh...
Aku memeriksa hape android ku.
"Pantesan..." gumamku pelan.
"Kenapa?"
"Habis pulsa."
"Ish, malu-maluin! Isi dulu sana! Emangnya Papi gak kasih Lo duit bulanan?" sentak Ruby.
"Kasih."
"Berapa?"
"Lima juta perbulan."
"Cuma segitu?"
Hah? Cuma segitu katanya?
"Tadi Lo bayar makanan di resto pake uang Lo?"
"Ya iya lah. Masa' gue kabur ga bayar gitu. Gue bukan preman apalagi pengemis gelandangan. Gue bayar pake duit dari bokap Lo itu!"
"Ck. Kenapa gak bilang tadi!? Nih, pegang satu kartu ATM gue. PIN nya 12R26. Jangan boros! Pegang aja buat keperluan dadakan!"
Hahh???
"Lo lagi nguji gue ya? Lo kira gue bakalan senang jadi sultan mendadak karena bisa bikin Lo senang? Lo beneran seneng ya bikin gue berasa jadi kacung kesayangan Lo?"
Ruby melongo.
"Nih! Pegang! Gue ga perlu kartu ATM Lo. Cukup Lo jangan bikin gue susah selama setahun ini! Dan gue bisa laksanakan tugas jadi suami pengganti Lo tanpa banyak kendala apalagi drama! Oke?"
"Dih? Maksud Lo apa? Lo tersinggung karena gue kasih kartu ATM gue sama Lo? Ish? Gue ga da maksud kayak gitu! Gengsi Lo terlalu tinggi. Pikiran Lo kejauhan. Dan asal Lo tau, gue sama Ryan terbiasa begitu. Kadang kartu ATM gue dipegang dia. Kadang sebaliknya. Lo jangan pikir gue lagi deketin Elo sampe segitunya! Cih! Dasar laki-laki egois!"
Lah? Dia balik marah. Harusnya aku dia baikin kan? Bukannya malah kayak gini. Ternyata benar ya, perempuan itu SELALU BENAR. Hadeeuh...
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
ɳσҽɾ
udah kodratnya Panjul, wanita selalu benar
2023-10-20
1
ɳσҽɾ
mulut Angga nih emang kudu di kasih saringan teh wkwkwk
2023-10-20
1
ɳσҽɾ
holang kaya mah beli apartemen kek beli peyek ya
2023-10-20
1