Tok tok tok
Tok tok tok
"By, Ruby... Ini es kepal pesenan Elo. Buka pintunya! Mau ga? Kalo ga mau, biar gue sama bi Inah yang habisin semua."
Krieeet...
Wajah cantik itu muncul dari balik pintu depan bibir manyun ditekuk.
Matanya membulat melihat semangkuk es kepal mil+ yang kubuat dengan penuh hati-hati.
"Ini, beneran bikinan Elo?"
"Terus Lo pikir bikinan siapa? Bi Inah?"
"Waah! Beneran bagus visualnya!"
Ruby mengambil mangkuk es yang ada ditanganku. Sepertinya Ia lupa pada amarahnya seketika itu juga berganti kembali wajah cerianya.
Syukur deh. Dia udah kembali seperti semula.
"Enak!" pujinya setelah memakan dua sendok.
Aku tersenyum lebar. Senang sekali mendengar pujiannya yang terdengar tulus.
"Lo udah makan?" tanyanya sambil terus menyuap es ke dalam mulut.
"Hhh. Pake ditanya. Setiap hari gue telat makan begini, setahun nikah sama Elo bisa kurus kering gue kena maag akut."
"Hehehe... Makan gih. Gue ga nafsu. Ini udah cukup. Makasih, Ga!"
"Hm. Lo si gak makan no problem. Tapi janin dalam kandungan Lo, dia butuh asupan gizi. Makan, biarpun sedikit. Jangan sampe anak Lo lahir ga sempurna gara-gara Mamanya ngeyel banyak gaya. Dia bakalan jadi aset penting dalam hidup Lo nanti!"
"Hhh... Mual, Ga!"
"Nasi kepal mau?"
"Nasi kepal? Milo? Apaan lagi tuh?"
"Bukan. Gue buatin. Tapi Lo harus makan ya?"
"Semoga bisa masuk mulut kayak es kepal ini. Hehehe... Nih, habis. Enak banget!"
Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Ruby tertawa kecil sambil mengacungkan dua jarinya.
Hari ini, aku berubah jadi pria kacung yang mencoba meluluhkan hati majikan agar nafsu makannya kembali baik.
Nasi kepal. Nasi andalanku di jaman dahulu.
Nasi panas yang dicampur garam. Diaduk-aduk, dimasukkan kedalam plastik. Ditekan-tekan hingga berbentuk kepalan tangan.
"Nih. Habiskan! Nih minumnya!"
Lagi-lagi pupil mata Ruby terlihat membulat indah.
Seperti melihat sesuatu yang baru. Ia memutar-mutar nasi yang berada dalam plastik ukuran seperempat kilogram.
"Makanlah, mumpung masih hangat. Kalo dingin rasanya kita enak."
Ruby mencobanya.
Dengan perasaan penuh layaknya seorang chef yang sedang menjadi juri, Ia bertingkah tengil sekali.
Mengunyah pelan, lalu merenung.
Matanya membulat, kemudian kembali mengunyah.
Hm. Beneran jadi bikin deg-degan.
"Ini nasi garam?" tanyanya setelah hampir habis nasi kepal nya.
"Iya."
"Enak ya?"
Aku hanya tersenyum.
Dia tak tahu kalau nasi kepal itu adalah sarapan pagiku selama ini. Hm.
Treet treet treet
Ponselku berdering.
Mama telepon.
"Hallo? Iya, Ma. Iya, aku akan pulang nanti. Kenapa?"
...[Mama sakit, Ga. Sendirian. Cuti kerja dua hari. Pulanglah, Nak. Kamu tidur di mana? Apa benar kamu udah nikah? Mama dapat kabar dari Laila. Kemarin dia kesini jenguk Mama. Dia katanya sudah nikah juga. Dinikahi oleh bapak calon bayinya katanya]...
Waduhh?! Mama tahu juga kalo gue udah nikah!
"Ntar Aku jelasin di rumah. Mama udah makan dan minum obat?"
...[Udah. Tapi tadi muntah lagi. Rasanya ga enak mulut. Pulang, Ga! Pulang!]...
"Iya. Kuusahakan segera pulang."
Klik.
Hhh...
"Mamamu lagi sakit? Pulanglah. Mau kutemani?"
Seketika jantungku berdegup kencang. Ternyata suara Mama di telepon terdengar telinga Ruby.
Ruby menawarkan diri untuk ikut mengantarku pulang. Lantas bagaimana aku bisa ceritakan pernikahan kontrak ini pada Mama? Hm. Mana bahasanya jadi lebih halus. Pakai Aku Kamu. Bingung jadinya.
Tok tok tok
"Nona, ada Tuan Besar..." Bi Inah mengetuk pintu kamar Ruby.
Tak sempat membuat kesepakatan, tiba-tiba pak Hartono Abdi merangsek masuk kamar dengan wajah tegang.
"Ruby!"
"Papi?!"
Aku terkejut bukan main. Pak Hartono Abdi menatapku tajam. Bahkan terlihat menyeramkan.
Grepp
Makin terkejut ketika tangannya menarik kerah kemejaku dan,
Bugg.
"Papi!!!" jerit Ruby.
Spontan kami berdua kaget melihat amarah pak Hartono Abdi, Papinya Ruby.
Terutama Aku. Kaget campur sakit. Pipiku kena bogem beliau. Walaupun tidak dengan tenaga yang besar karena usia, tapi rasanya lumayan ajib juga.
"Berani-beraninya kau memprovokasi putriku! Dari awal aku sudah curiga, kalau kau pasti bukan pria baik-baik. Sudah kutulis lengkap peraturannya di surat perjanjian ini. Tapi kau seolah tak pedulikan!"
Pria paruh baya itu mengeluarkan selembar kertas perjanjian tempo hari. Dan menjembrengnya dengan kesal tepat di depan wajahku.
"Papi! Ini bukan kesalahan Angga! Ini murni tindakan aku yang ingin datang ke Lapas!"
"Ruby! Kamu tahu, pernikahan Ryan dengan perempuan itu sebenarnya adalah rekayasa. Hanya untuk mengurangi masa tahanan Ryan saja. Tapi tiba-tiba kamu dan cecunguk ini menghancurkan semuanya. Untungnya semua bisa teratasi karena ada membacking!"
"Maksud Papi?"
"Ck."
Pak Hartono menoleh ke arahku. Dingin sekali tatapannya.
"Sudah kubilang, kamu hanya perlu menikah selama setahun. Setelah itu, Ryan akan kembali padamu, Sayang! Kalian akan hidup bahagia. Itu janji Papi, bukan?"
Ruby menatap Papinya tak berkedip.
"Tapi dia menikah,..."
"Itu sandiwara!"
"Ryan bilang,"
"Tentu saja dia harus terlihat seperti itu! Dia cuma akting biar aparat kepolisian percaya kalau dia mau bertanggung jawab!"
Hah? Hoho... Parah ini parah. Ternyata otak orang kaya ini licik sekali. Benar-benar berhati batu. Bisa-bisanya bilang pernikahan Laila ternyata sandiwara belaka. Yassalam...
"Ini pasti ulahmu, anak sialan!"
"Papi!!! Sudah kubilang itu inisiatif Aku! Justru Papi harusnya berterima kasih karena Angga sudah jadi bodiguard ku yang justru menjagaku agar tidak berbuat lebih onar lagi disana! Gara-gara Angga aku segera pergi tanpa berbuat apa-apa! Dan kini Papi justru memakinya! Hiks hiks..."
Ruby menangis.
"Maaf, maaf! Papi kesal, Pak Linggau Marapati meneriaki Papi lagi di telpon. Beliau bilang aku tidak bisa diajak kompromi. Maaf, Ruby-ku!"
"Papi lebih berempati pada mereka! Tapi tidak sama sekali padaku! Yang jelas-jelas disini aku lah yang dirugikan. Dan Papi juga! Harusnya Papi marah karena mereka melakukan hal yang memalukan. Itu kesalahan mereka, kenapa kita yang dicecar."
"Iya, maaf. Papi juga tidak mengerti. Ini semua diluar kendali Papi, Ruby. Papi kira pernikahan kalian akan berlangsung lancar. Ternyata..."
Aku hanya jadi penonton disitu.
Duduk diam dipojokkan melihat interaksi Bapak dan Anak yang penuh drama itu.
Hhh...
"Papi! Kenapa Papi hanya memberi Angga uang lima juta perbulan? Itu sedikit sekali. Harusnya bisa lebih besar dari itu!"
"Itu lebih dari cukup. Nanti dia juga akan dapatkan mobil dan rumah. Terlalu banyak hanya untuk sekedar jadi suami kontrak, Ruby!"
"Tapi Papi akan dapat lebih banyak dari Papanya Ryan setelah bayiku lahir. Iya kan?"
Pucat pasi wajah Hartono Abdi.
Aku hanya bisa tersenyum dalam hati.
Benar-benar terbaca sekali niat hatinya. Ck ck ck... Anak sendiri dijadikan tumbal untuk mendapatkan harta kekayaan. Sungguh terlalu!
"Baiklah. Papi tambah satu juta bulan depan. Ya sudah. Dan kau, jaga putriku. Jangan pernah berani berbuat onar apalagi sampai menyakiti hati Ruby-ku. Faham, kamu?"
Aku mengangguk pelan.
Begini rupanya rasa jadi 'kacung'. Tidak punya harga diri. Selalu dimaki-maki dan ditunjuk sana sini. Nasib, nasib.
Selepas Hartono Abdi pergi dari rumah putrinya, Ruby menyuruhku untuk pulang ke rumah Mama.
Apalagi kini Mamaku telah tahu kalau anak semata wayangnya ini sudah menikah dan tanpa bilang-bilang padanya.
"Aku saja sendiri. Lo cukup anter gue sampai depan gang aja!"
"Kenapa? Lo malu ya bilang sama Mama Lo kalo gue ini istri Lo?"
"Ga juga. Gue cuma ga mau nyokap gue banyak pertanyaan. Lo bisa langsung pergi setelah turunin gue di depan gang."
Ruby diam tak menjawab.
Tepat di depan gang, mobil yang kukendarai kuparkir.
"Aku besok pagi baru akan ke rumahmu."
Ruby mengangguk. Ia bergeser tempat duduk dan kini memegang kendali setir mobilnya.
"Angga? Kenapa... istrimu tidak diajak ke rumah? Apa karena rumah kita jelek?"
Mama?!?
Aku dan Ruby sama-sama terkejut.
Mama ternyata sudah ada di depan kami. Wajahnya pucat. Tubuhnya juga terlihat kurusan.
"Mama,"
Ruby segera turun dari mobil dan mencium punggung tangan Mama.
Hhh...
Aku tak banyak bicara. Hanya mata yang bicara.
"Mobilnya parkir di garasi Bu Kimlah saja, Nak! Biar Mama izin dulu."
"Ma, jangan!"
"Iya, Ma. Maaf jadi merepotkan!"
Aku mendelik pada Ruby. Tampak bibirnya tersenyum puas.
Dasar perempuan licik. Hm. Apel jatuh tak jauh dari pohonnya. Mirip Papinya.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Devi Handayani
bagus thor alur ceritanya😁😁😁😁😁
2023-12-31
1
Sevtia Ganda
rasany kita enak? P mksud tu?
2023-10-23
1
ɳσҽɾ
ya kalau apel jatuh di bawah pohon mangga, pasti kalong yang bawa lah. serulah
2023-10-20
1