Kesepakatan telah kami terima.
Aku dan dia, berusaha berteman dan menerima nasib yang getir ini.
Aku sendiri menganggap diriku adalah karyawannya. Lebih tepatnya adalah bodyguard hidupnya. Selama satu tahun.
Hm.
"Anggaaa! Berhenti! Gue mau makan es kepal itu!"
Mataku memicing.
"Ga salah? Kedainya tutup itu! Bangkerut, udah habis masanya setelah viral tahun lalu!"
"Gue mau es kepal! Aaa..."
"Gajebo deh! Katanya mau makan! Malah kepengen es kepal!"
"Please, Ga! Jabang bayi kali yang mau! Beneran mau banget! Berasa di ujung lidah rasanya!"
"Hahh?! Ngidam? Emang cabang bayi Lo udah berapa bulan?"
"Jabang bayi, bukan cabang bayi! Udah masuk 12 minggu."
"Iya iyaa. Salah satu huruf doang, protesnya gahar banget!"
"Turun dulu!"
Aku berdecak. Ruby setengah berlari keluar mobil.
Tak berselang lama, Aku pun mengikutinya.
Kedai sepi. Rolling door nya pun terkunci.
"Hm?"
Aku mengangkat bahu dan menatap wajahnya yang kecewa.
"Haaa... mau es kepal! Huuu..."
Aku salfok ketika jemarinya mengusap perut ratanya.
Bawaan orok. Biasanya kudu diturutin kalo ga mau anaknya lahir ileran. Hadeeuh...
"Cari makan dulu. Tar kita cari tukang es kepal."
"Beneran ya?"
"Hooh."
Aku tersipu. Ruby bersorak bak gadis remaja imut menggemaskan.
Ya Tuhan! Kenapa anak ini memperlihatkan sisi indahnya padaku lagi? Bagaimana kalau rasa cinta di hati ini kembali muncul setelah sekian lama mati karena sikap arogansinya yang super super ngeselin. Hhh...
Aku mengalihkan pandangan.
Tak ingin terus menatapnya dan terlalu fokus karena itu bukan tujuan awal.
Usiaku sudah 26 tahun. Sudah dewasa untuk bisa memilah mana yang penting dan mana yang tidak.
Tujuan utama ku menerima perjanjian pernikahan ini adalah mobil dan rumah.
Bonusnya, aku dan Ruby bisa bekerja sama mewujudkan pernikahan itu seperti yang Pak Hartono Abdi harapkan.
Simpel bukan?
Ruby cinta pertama ku.
Tapi bukan keinginan untuk jadi cinta sejati ku.
Aku punya mimpi, suatu saat aku benar-benar mendapatkan perempuan idaman yang bisa membuatku menjadi pria paling beruntung.
Perempuan yang sepadan dengan keadaanku. Perempuan yang menerima aku apa adanya, bukan ada apanya.
Perempuan yang membuatku memiliki rasa syukur dan semakin mencintai sepanjang umur.
Hm.
Mimpi kali yee...
Untuk Ruby, dia tetap yang pertama. Sampai kapanpun tetap tertanam indah rasa ini di relung hati terdalam.
Tapi untuk memilikinya seutuhnya? Seperti tak terfikir olehku.
Kami berbeda. Semuanya.
Latar belakang, gaya hidup, juga tujuan hidup.
Terlalu ketinggian jika aku terus mendamba Ruby. Seleranya bukan aku. Si Angga sad boy yang nelangsa ini. Hehehe...
Cukup sadar diri.
Bahkan perempuan-perempuan biasa di luaran sana pun mikir dua kali untuk mau menjadi pendamping hidup ku.
Secara hidupku masih tak beraturan.
Kerja serabutan, aslinya pengangguran dan tak jelas penghasilan.
Cewek jaman sekarang yang dituju itu cowok mapan. Masalah tampan dan penampilan bisa dipermak macam celana Levis.
Usia tua kadang tak jadi masalah. Perbedaan umur bukan hal yang besar. Semua teratasi dengan keuangan. Betul apa betul? Hm.
Kembali ke Ruby.
Kini kami sudah duduk manis di sebuah resto rumahan di pinggir jalan. Menunggu pesanan datang.
Dilihat dari kontruksi bangunan, resto ini lumayan berkelas. Dan kurasa masih bisa ditoleransi Ruby untuk makan di resto ala angkringan ini.
Pembelinya juga cukup ramai. Pertanda pasti makanan yang dijual cukup terkenal.
Seperti itu pikirku.
Ruby juga terlihat adem ayem duduk manis di depan meja. Sehingga kami terlihat satu sama lain karena mengambil kursi saling berhadapan.
Sesekali Ia memandang keliling bola matanya. Tangannya juga sibuk memukul-mukul pelan meja kayu dihadapannya.
"Ga, Ga," panggilnya tiba-tiba.
"Hah? Apa?"
"Bau!" bisiknya sambil menutup kedua lobang hidung.
Aku hanya bisa menghela nafas.
"Terus? Ga jadi makan di sini, gitu? Kapan gue makannya kalo Lo terus-terusan bertingkah?" timpalku geram.
"Gue tunggu di mobil deh! Lo makan dulu deh! Sensian banget sih Lo! Ga ngertiin orang hamil!" gerutunya sambil berlalu pergi keluar.
Tentu saja membuatku geleng-geleng kepala.
"Dasar cewek gila! Kebiasaan banget berbuat semaunya!" tukasku balik menggerutu.
Tapi aku juga berdiri dan menoleh ke meja kasir.
"Mbak, permisi. Pesanan meja nomor dua puluh tiga tolong dibungkus aja ya? Bisa kan ya?"
"Bisa, Mas. Mohon tunggu sebentar!"
"Baik. Terima kasih ya?"
"Sama-sama."
Aku mencari tempat duduk kosong yang tak jauh dari meja kasir.
Kurang lebih lima belas menit, gadis penjaga kasir memanggilku.
"Mas, pesanannya."
"Oke. Berapa Mbak?"
"Dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah."
Aku membayar dengan cepat. Lalu mengambil bagpaper yang gadis kasir sodorkan.
"Terima kasih banyak atas kunjungannya."
Aku mengangguk dan berlalu pergi.
Ga worth it banget sih beli makanan di resto ini! Masa' cuma dua nasi, dua soto babat, dua udang asam manis dan dua gelas es jeruk harganya semahal itu. Untungnya sesuai perjanjian setiap bulan gue dapet uang saku sebesar lima juta rupiah yang dikirim via transfer oleh Pak Hartono, bokapnya Ruby. Mungkin dia anggap gaji bulanan ngemong anak perempuannya yang modian itu. Gue ga terlalu bingung buat hal-hal kayak gini.
"Cepet banget?"
"Hm."
Ruby tersenyum menyeringai tatkala melihat bagpaper yang kuayunkan sebagai jawaban pertanyaannya barusan.
"Maaf. Kepala gue pusing cium aneka bau masakan. Bumbu-bumbu rempahnya, bikin perut mual. Makin malu kalo gue sampe mau muntah di dalam sana. Ya kan?"
"Terserah Anda sajalah!" balasku malas meladeni.
Ruby manyunkan bibirnya.
Ingin rasanya kugigit bibir yang terlihat laksana kue cucur yang baru matang menggugah selera itu.
Hadeeuh... Angga, sadar! Otak Lo ga boleh traveling kemana-mana! Jangan fiktor alias berfikir kotor! Dia itu juragan Lo. Ingat itu!
"Es kepal! Ga, es kepal! Kan tadi udah janji!"
Ruby merajuk.
Suaranya terdengar manja, tapi Aku suka.
"Makan nasi dulu!"
"Tapi cari es kepal dulu!"
"Hadeeuh..."
Dan Aku kalah kalau Ruby sudah meminta.
Dia kusuruh scroll Google biar tanya-tanya dimana kira-kira kedai es kepal yang masih buka.
Banyak pilihan di Ibukota. Tapi ternyata pas didatangi kedainya sudah berubah alih fungsi. Berganti menjadi jajanan lain yang sedang viral saat ini.
Es kepal Mil+ kini sudah habis masanya. Tak setenar dan selaris dulu. Itu sebabnya para pedagangnya memutar otak mengubah dagangannya dengan yang sedang hits masa kini.
Begitulah dunia.
Semua sesuai masa.
Kejayaan es kepal sudah habis. Berganti makanan dan minuman viral lain lagi.
"Sudah lima kedai, tapi semuanya ga lagi dagang es kepal. Perut gue udah keroncongan, Ruby! Dan gue yakin Lo juga sama lapernya!"
"Tapi gue mau es kepal. Hiks..."
"Yassalam. Tar gue bikin aja deh!"
"Emang Lo bisa?"
"Hhh... Diremehkan lagi!"
"Bukan, bukan maksud meremehkan. Tapi yakin Lo bisa? Kalo cuma buat praktek percobaan, ga mau gue. Takut mabok. Beracun. Bahaya!"
"Gini-gini di rumah dulu gue ma nyokap pernah buka saung dagang es kepal. Nyokap sampe sakit gara-gara kecapean banyak pesanan."
"Hah? Beneran?"
"Terserah Lo deh!"
"Oke oke. Kita ke rumah gue. Disana kita buatnya."
"Hah? Sekarang juga?"
"Hooh. Please..."
Kutepuk dahi sendiri. Seketika Ruby tertawa terbahak-bahak. Sungguh manis sekali.
Bintang-bintang berpijar indah mengelilingi wajah oval gadis yang kini sudah tak perawan lagi dan sedang berbadan dua itu.
Ya Tuhan! Jangan, jangan biarkan aku jatuh cinta lagi padanya. Kumohon jangan...
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Banak Bincir
ini cerita banyak banget pengunaan kata2
Yg nga penting
2023-10-30
1
ɳσҽɾ
Lah emang Napa, jatuh cinta lagi juga gak papa, berjuanglah anak muda
2023-10-20
1
ɳσҽɾ
anda tinggal di mana woi, wajar segitu
2023-10-20
1