Sembilan Tahun Lalu,
Keributan rumah tangga itu tidak bisa dielakkan lagi.
Terjawab sudah mengapa selama ini Diana yang katanya bersuami tapi seperti seorang janda satu anak karena hanya tinggal berdua saja dengan anak laki-laki satu-satunya.
Ya. Benar.
Diana adalah nama ibuku. Dan anak laki-laki satu-satunya itu adalah Aku.
Perkenalkan. Namaku ialah Angga Saputra. Kini usia 26 tahun tiga bulan yang lalu.
Sudah cukup dewasa dan matang secara umur serta penampilan.
Sedari kecil terbiasa hidup hanya berdua dengan perempuan cantik sederhana bernama Diana yang hanya seorang karyawan pabrik tekstil di kota B.
Mamaku, dialah satu-satunya pelindungku. Setelah Allah Ta'ala tentunya, Sang Pencipta diri ini lengkap dengan segala identitas dan jati diri.
Hm.
Papaku, kami hanya bertemu setahun dua atau tiga kali saja. Kata Mama, Papa bekerja di pelayaran sebagai ABK di kapal ikan Taiwan. Kata Mama. Ini kata mamaku lho ya!?!
Itu juga yang selalu jadi jawaban Mama setiap kali aku komplein kenapa begitu sulit menghubungi Papa. Terkendala jarak dan waktu. Terutama signal yang sudah karena Papa ada di tengah lautan. Itu selalu setting jawaban Mama.
Seiring waktu usiaku kian bertumbuh, aku sudah mulai jarang mengeluarkan emosi labilku pada Mama ketika teman-teman sepermainan mempertanyakan keberadaan Papaku.
Percuma. Jawaban Mama pasti selalu itu.
Dan pada akhirnya aku terbiasa diolok-olok teman karena seperti anak yatim yang tak ber-Ayah.
It's Okay. Ora nopo-nopo. Toh aku semakin hari semakin terbiasa. Seperti anak yatim yang memang tak punya Papa.
Kehidupan kami terbilang standar.
Mama tetap bekerja mencari nafkah untuk hidup kami.
Sempat aku bertanya, untuk apa Mama kerja. Toh ada Papa yang seorang ABK yang bekerja di luar negeri. Taiwan, otomatis gajinya jauh lebih besar dari UMR karyawan Indonesia terutama pabrik seperti Mama. Ada gaji Papa yang pastinya tiap bulan rutin di kirim dari Taiwan. Jadi untuk apa Mama bekerja juga. Itu pertanyaanku pada Ibu Diana, Mamaku.
Hm. Hhh...
Mau tahu jawabnya apa?
Mama jawab, dia bekerja hanya untuk mengisi kekosongan waktu. Artinya, dia gabut sampai akhirnya memutuskan kerja, guys.
Gokil kan Mamaku itu?!
Dia tidak sadar, kalau aku ini anak manusia yang juga butuh perhatian darinya.
Bukan hanya sekedar dibrojolin saja.
Bangun tidur, Mama sudah tidak ada di kamarnya. Sudah pergi berangkat kerja setiap pukul lima pagi karena tempat kerjanya yang lumayan jauh sekali. Dan harus berjibaku setelah Subuh agar tidak ketinggalan bis jemputan.
Itu berlangsung setiap hari kecuali hari Minggu.
Di hari Minggu, dia tidur seperti kebo dan bangun pukul sebelas siang. Katanya untuk membayar jatah tidurnya yang selama enam hari terampas oleh waktu kerja.
Kalau merasa terampas, kenapa dia tidak memilih untuk resign alias berhenti kerja? Dasar memang. Tak masuk akal.
Dan untuk apa pula dia bekerja keras membanting tulang hanya untuk mengisi kekosongan waktunya yang tidak ingin terbuang sia-sia.
Hm.
Tapi ada satu kebaikan Mama yang masih bisa kusyukuri dibanyaknya sifat Mama yang menjengkelkan. Yakni, Mama benar-benar mensupport apapun itu keinginanku.
Karate, basket sampai masuk club sepak bola di jaman SD SMP menjadi kegiatan rutinku sebagai pelajaran tambahan di luar jam sekolah.
Circle pergaulanku terbantu karena kegiatan olahraga yang manly itu sampai bertemu si Rury di club-club olahraga tersebut.
Dan Aku adalah partner sparing nya di setiap kesempatan pertemuan.
Itulah awal mula aku berteman dengan Rury. Kami memang berbeda kasta. Berbeda sekolah dan juga lingkungan pergaulan.
Dulu Rury adalah teman yang baik. Dia berjiwa ksatria karena berteman tanpa memandang kasta.
Baginya, Aku adalah teman yang nyaman untuk diajak hangout serta berbagi cerita.
Kelas 5 SD, pertama kalinya aku diajak sowan ke rumah besarnya yang utama di daerah pusat. Karena dia bilang punya tiga rumah besar yang ada di pusat, selatan dan timur.
Setiap minggu Rury dan keluarganya berpindah tinggal dari satu rumah ke rumah yang lainnya.
"Ribet amat ya hidup Lo! Meskipun orang kaya, kenapa juga kudu bolak-balik rumah sana rumah sini kayak orang buronan penagih utang!" ledekku kala itu. Dan Rury tertawa terbahak-bahak sementara adik kembarnya Ruby yang turun dari lantai atas dengan pintu lift yang baru terbuka sambil menimpali ucapanku dengan kalimat "Dasar norak!"
Seketika aku beneran norak.
Mulutku menganga. Menatap aneh pintu lift yang terbuka dan Ruby berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.
Ya Tuhan! Ada ya cewek gemoy cantik begini mirip manekin di pasar malam? Mulus benerrr kulitnya! Asli glowing, putih susu mengkilap sekujur tubuh juga wajahnya! Ini kalo ada lalat nemplok di atas kulitnya, pasti bakalan kepeleset ini!
Begitulah awal pertemuanku dengan Ruby, adik kembarnya Rury.
Meskipun Ruby terlihat tidak suka padaku sejak diawal ketemu, tapi aku tak peduli. Dia tetap bagaikan Dewi Kwan In yang cantik jelita dalam versi juteknya.
Dia, cinta pertamaku di usia 11 tahun.
Aku yang dableg, tak pedulikan mulut pedasnya yang bagaikan bon cabe level pedas tertinggi.
Ruby tetap gadis tercantik di mataku kala itu. Bahkan sampai usia 17 tahunku, hanya ada Ruby di hatiku.
Kami memang seumuran. Hanya beda empat bulan dan aku lebih tua darinya juga Rury.
Hingga suatu ketika, tepatnya ketika usiaku 17 tahun dan Mama membuatkan surprise party untukku yang pertama dan terakhir kali.
Mama mengundang sahabat-sahabatku termasuk si kembar Rury dan Ruby. Rury benar teman akrabku, tapi Ruby bukan.
Namun ternyata gadis cantik yang waktu SD dulu gemoy itu ternyata mau hadir juga di rumah sederhana yang aku dan Mama tinggali.
Juga seseorang yang selama ini kurindukan sosoknya. Dia adalah Papaku sendiri.
Malam itu pukul tujuh, benar-benar hadir di acara ulang tahun ku yang ke-tujuh belas tahun.
Sungguh surprise party yang tak kan pernah kulupakan seumur hidup sampai detik ini.
Acara peniupan lilin yang seharusnya mengharu biru dengan make a wish sebagai awalan pesta ternyata tak terwujud.
Seorang perempuan paruh baya dengan dandanan menor ala-ala istri pejabat datang mencak-mencak. Bahkan berakhir dengan keonaran yang membuat mukaku bak diteplok kotoran sapi.
Dia menuding Mamaku main dukun menjadi simpanan sampai bisa menyembunyikan identitasnya sebagai istri sirinya selama tujuh belas tahun.
Njirrr!!!
Mengingat semua kenangan super buruk itu mataku memerah.
Ternyata selama ini Mamaku telah menjadi seorang pendusta besar bahkan padaku, anak kandungnya sendiri.
Mamaku adalah simpanan pria beristri.
Tujuh belas tahun menikah dengan pria bernama Yoseph Indrawan, hanya menjadi istri siri yang disembunyikan keberadaannya.
Dan Papaku, Yoseph Indrawan ternyata aslinya bukanlah seorang pelaut seperti yang Mamaku bilang selama ini. Melainkan seorang PNS eselon III.
Bangk+e! Nenek moyang gue bukan pelaut, coy!
Shiiiiit! Bodohnya Mama. Jadi istri simpanan tapi hidupnya tak bergelimang harta. Untuk apa? Dasar bego!
Bahkan tempat tinggalnya pun bukan rumah hadiah pemberian Papa, tapi rumah warisan dari orangtuanya yang juga kebetulan hanya memiliki anak semata wayang.
Hm.
"Angga! Bagaimana? Apa kamu siap untuk menikahi Ruby besok pukul sembilan pagi?"
Seketika aku kembali tersadar.
Aku sedang ada di dalam rapat penting keluarga Tuan Hartono Abdi. Dan sedang mendapatkan misi penting. Harus segera memberikan jawaban pasti.
Mau ataukah tidak menikahi Ruby.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Shanty
dan elu Angga bagaikan cu Pat Kay... 🤣🤣🤣
2023-11-19
2
ima Gallardiev
Mampir thor.. Asekk juga ceritamu kak. Baca sambil senyum senyum.
2023-10-30
1
ɳσҽɾ
kalau readers nya Bubun pasti tahu lah, ini nih gaya bahasanya Bubun banget ye kan, bahasanya kayak es oyen isinya beragam
2023-10-14
2