Kaget bukan kepalang.
Ternyata tujuan Ruby adalah Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cipinang. Kelas narkotika dan psikotropika.
Rupanya dia sudah mendapatkan kabar kalau kekasih hati yang Ia agung-agungkan kemarin akan mengucap janji suci hari ini di Ka Lapas.
Bersama Laila. Teman SMA ku.
"Saya terima nikah dan kawinnya Laila binti bapak Abdul dengan mas kawin uang senilai satu juta rupiah dibayar tunai."
"Sah?"
"Saahhh!"
"Tu tunggu!!!"
Suara Ruby bergetar mendengar suara para saksi yang berteriak mensahkan pernikahan yang sangat sederhana namun hikmat itu.
Air mata Ruby mengalir deras di pipi.
Aku tak tega juga melihatnya seperti itu.
"Ryan! Teganya kamu..."
Pria yang tiga tahun lebih tua dariku dan Ruby itu hanya bisa cengo' melihat kekasihnya berdiri menyaksikan pernikahannya yang baru saja terjadi.
"Ruby?!?"
"Jahat! Laki-laki jahat! Hik hiks... Kau menghindar dari pernikahan kita. Tapi menikah dengan perempuan lain. Ini apa maksudnya? Hahh?"
Suasana kalapas Cipinang mendadak hening namun penuh ketegangan.
Laila tak kalah terkejutnya.
Ia menatap Ruby dan juga Aku. Kemudian menundukkan kepala dalam-dalam. Antara sedih juga heran.
Mungkin dalam hatinya berdumel menduga kalau aku yang ember.
"Kau pun sudah menikah. Ini adalah bentuk pertanggungjawabanku pada Laila. Dosaku sudah cukup banyak. Dan aku tak ingin jadi pria yang pengecut."
"Apa?? Begitu? Cih! Dasar pria yang kejam! Aku juga sedang mengandung anakmu! Dan Papamu memintaku untuk terus mempertahankannya. Katanya anak ini adalah penerus keluarga kalian! Tapi kau justru lebih memilih menikah dengan perempuan yang kau bilang cuma numpang lewat di kehidupan mu! Kau benar-benar menyedihkan!"
"Iya. Aku memang pria menyedihkan! Itu karena kau! Itu sebabnya aku lebih memilih menikahi Laila ketimbang dirimu yang bagaikan Tuan Ratu. Si Pengatur dan banyak mau!"
Ruby benar-benar hancur saat itu.
Ryan menunjukkan kelemahannya dihadapan khalayak ramai.
Hhh...
"Apa??? Jadi kau lebih memilih perempuan bermuka babu ini ketimbang aku? Haa..., ternyata kau pun bermental tak lebih seperti office boy!"
Kutarik lengan Ruby karena bibirnya semakin banyak mengeluarkan kata-kata berbisa yang kian meracau kemana-mana.
Sungguh aku tidak suka dengan mulut pedasnya yang bahkan sampai membawa-bawa babu dan juga office boy.
Apa salahnya dua pekerjaan halal itu.
Mentang-mentang anak holang kaya, seenaknya dia menghina dan melecehkan pekerjaan yang justru lebih mulia dibandingkan pengusaha lintah darat dan arogan seperti orangtuanya.
Kabar burung ini baru kuketahui belakang kalau Pak Hartono Abdi juga memiliki bisnis pinjaman online yang lumayan terkenal. Hm. Lintah darat kan?!
"Lepas! Lepas ih!!! Angga!!!"
Nyaris kugusur tubuh mungilnya yang padat sintal hingga buah dadanya bergoyang dan membuatku salfok.
Hadeeuh, si kenyal itu nikmat bener kalo disusui langsung dari sumbernya.
Otak ngeres ku oleng tiba-tiba.
"Harusnya kucakar-cakar tadi muka perempuan pelakor itu!" teriaknya masih dengan emosi tinggi sesampainya kami di parkiran halaman lembaga pemasyarakatan.
Beberapa polisi dan sipir memperhatikan kami sebentar, kemudian kembali cuek melanjutkan aktivitas.
"Bukan perempuan itu yang Lo cabik. Tapi si Ryan bangk+e itu yang harusnya Lo sikat!" balasku membuat Ruby terdiam.
"Ternyata Lo juga sama. Lebih memilih membela perempuan perebut laki orang itu! Cih!"
Terlihat Ruby meludah di jalan.
Jujur aku tak suka tingkahnya. Konyol dan menjijikkan.
Aku bahkan sampai mengeratkan gigi geraham saking kesalnya.
Andaikan dia laki-laki, sudah kuhajar karena tingkah tengilnya barusan.
Rury sendiri pernah pula merasakan bogem mentah kepalan tangan ini terakhir kali kita bertemu.
Meskipun setelah itu aku lah yang bonyok dihajar antek-anteknya yang berpihak pada nya. Hm.
Seminggu Aku terkapar di rumah tak keluar karena muka biru lebam-lebam bengkak.
Untungnya gigiku tak sampai copot. Hanya tulang pipi yang emoy, nyaris hancur.
Bahkan sampai saat ini masih terasa ngilu jika aku terlalu keras tertawa atau ketika bersin.
Brukk.
Ruby masuk mobil dengan wajah angkuh.
Aku hanya bisa mencebik sambil menghela nafas.
"Hahh! Perempuan ini, beneran nyebelin banget deh!" gumamku membuat Ruby menoleh ke luar kaca jendela dan langsung mengetuknya dengan keras.
"Ayo, jalan! Tadi Lo geret gue keluar dari arena pertempuran. Sekarang ngapain Lo bengong di situ? Pengen ngerasain tinggal di sel, Lo?"
Anjiiirrr, cungurnya. Kok makin pedes, ya!?
Brukk.
Aku masuk dan menutup pintu mobil.
"Lo ga pernah disekolahin ya?" tanyaku datar.
"Helloow! Gue ini sarjana! Beda khan sama Elo yang cuma tamatan SMA!"
"Hm. Pendidikan tinggi gak jamin beradab dan punya sopan santun rupanya. Atau mungkin orang tua Lo ga pernah ngajarin itu!"
"Apa Lo bilang? Orang tua Lo mungkin yang gak pernah ngajarin sopan santun. Secara Lo kan gak pernah tahu keberadaan bokap Lo. Ya kan? Apa udah keluar dari penjara atau belum!"
Brakkk.
Kugebrak pintu mobilnya hingga bergetar hebat.
"Bangs+t! Bisa diem gak Lo? Dari tadi Lo ngoceh ga jelas macam orang mabok kecubung, Lo! Andai Lo laki-laki, udah gue jotos mulut kotor Lo itu!" teriakku kencang.
Sepertinya si Ruby agak shock.
Seketika dia langsung terdiam.
Tak lama kemudian, terdengar isak tangis yang semula ditahan perlahan makin membesar.
Empatiku menguap. Seiring masih kesal dan mangkel dengan sikapnya yang enggak banget barusan.
Dasar anak holang kaya! Ck.
Kami sampai di hotel. Dan langsung bergegas ke kamar.
Hotel terlihat telah kembali seperti semula.
Aula yang kemarin disulap menjadi tempat pesta yang indah penuh aneka bunga, kini telah beralih fungsi ke asalnya.
Kresek kresek
Aku terkejut melihat Ruby menenggak sesuatu.
Grepp.
Kucekal pergelangan tangannya.
Bugg bugg.
"Agghh..." pekiknya.
Terburai di lantai butiran-butiran obat yang entah obat apa dari mulutnya.
"Cewek goblok!!!" makiku kian kesal.
Ruby menangis. Menangis keras meraung-raung.
Aku menghela napas panjang.
Hampir saja Aku dijadikan tersangka karena membuat anak orang mati karena over dosis.
Kuraih bahunya.
Dia menangis keras di bahuku.
Memukul-mukul punggungku berkali-kali karena mungkin rasa sesak yang membuncah dihati.
Kubiarkan ia menangis dan terus menangis. Melampiaskan semua yang bergemuruh di dadanya.
Berharap semua beban derita yang ia rasa perlahan berkurang dan Ruby kembali tenang.
Hampir satu jam, dia perlahan mereda isak tangisnya.
Lalu tiba-tiba,
"Hoek hoekkk..."
Ruby seperti ingin muntah.
Dia berlari menuju wastafel dan terus memancing agar muntahnya keluar tapi tetap tidak.
Hm. Itu bawaan ibu hamil.
Aku menelan ludah.
Mencari gelas dan mengisinya air hangat dari dispenser yang tersedia di meja kamar hotel.
"Minum dulu, biar ga mual!"
Ruby menurut.
Air matanya masih beruraian ketika segelas air hangat tandas tak bersisa diteguknya.
Tangisnya kembali pecah.
"Huaaaa haahaaa huuu... huuhuhuuu..."
Aku hanya bisa menghela nafas lagi.
Hadeeuh...
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Rahma
gedek juga jadi angga
2023-10-30
1
ɳσҽɾ
ribet kan, aku gak bisa berkata apa-apa ya buat Angga, kuat ya di lakoni, gak kuat di tinggal ngopi wae lah ya
2023-10-17
1
ɳσҽɾ
kuping Ruby kurang peka, jelas-jelas tadi tuh Ryan bilang kejelekannya lah. Banyak mau, sok queen, sadar Ruby, haduh bikin malu aje lah
2023-10-17
1