Ada di pihak siapa?

Setelah mengatakan itu, dengan tenang jari-jari tangan Daniel mulai menekan tuts piano berwarna hitam dan putih itu yang sekarang ada di dalam kuasanya saat ini, menghasilkan bunyi yang menenangkan hati, dia memainkan lagu klasik yang di sukai oleh ibunya.

Mata pria itu terpejam merasakan setiap tuts yang dia tekan serta nada yang menurut dia memiliki irama agung.

Semakin lama tangan Daniel semakin lincah menekan sehingga Irama semakin menukik lalu menghasilkan irama dengan kesan mewah hingga di akhir di tutup dengan sempurna.

Prok prok.

Mei bertepuk tangan dengan mata yang berbinar, memuja keahlian Daniel dalam menguasai setiap nada dan irama sehingga menghasilkan keselarasan yang istimewa bagi Mei.

"Anda hebat sekali Tuan," ujar Mei dengan gembira. "Bisakah anda menjadi guru saya Tuan? Saya ingin sekali belajar."

"Aku punya pekerjaan bukan pengangguran!" jawab Daniel lalu pergi berlalu dari sana.

"Tuan tunggu," teriak Mei sambil mengejar Daniel yang sudah duluan beranjak dari tempat itu.

"Tuan saya mohon jadikan saya murid anda," sambil mengikuti langkah Daniel, dia terus memohon agar pria ini mau mengajari main piano.

Mei sibuk memohon sedangkan Daniel terus berjalan lurus tanpa ekspresi seolah tidak mendengar perkataan yang di lontarkan oleh Mei.

"Tuan, anda sebenarnya bisa mendengar apa nggak sihhh? setidaknya anda harus menjawab Tuan, saya sudah memohon seperti ini," Mei terus mengomel padahal dia sekarang sedang kesusahan mengejar langkah panjang Daniel.

Daniel tetap bisu mempertahankan image dingin tak tersentuh padahal baru saja tadi dia mengeluarkan kehangatan dengan membela Mei.

"Jalan jangan cepat-cepat Tuan."

"Dasar si kaki panjang, aku selalu kesusahan mengejarnya," gerutu Mei dalam hati.

"Apa yang kalian lakukan?"

Saat melewati meja makan ada suara yang menarik perhatian Daniel dan Mei dan membuat langkah mereka berhenti.

"Selamat pagi Pa." Mei tersenyum hangat namun saat melihat wajah galak Rani yang menatap dirinya dengan tajam, dia langsung tersenyum masam.

"Nenek sihir itu selalu ada dimana-mana."

Mungkin Mei lupa jika nenek sihir itu adalah mertuanya juga.

"Ayo sarapan bersama," ujar Tuan Robert dengan harapan mereka bisa berkumpul seperti dulu, dia sudah lama tidak merasakan canda tawa yang dulu sering di lontarkan oleh Daniel saat berada di meja makan.

"Iya akak, ayo makan cama kami." Arya dengan semangat juga mengajak mereka untuk sarapan bersama. Bocah kecil itu tidak sabar bisa lebih dekat dengan Daniel yang dia kenal sebagai sosok kakak yang susah untuk di dekati dan kadang Arya takut menghampiri Daniel walaupun dia sangat ingin.

Bocah yang malang karena di benci oleh sang kakak.

Mei mengangguk pelan, dengan pasti dia melangkah menunju meja makan.

"Kau ada di pihak mereka, apa pihak ku?" tanya Daniel sehingga membuat langkah Mei berhenti.

Mei kira Daniel akan ikut mengekor di belakangnya namun siapa sangka pria itu mengeluarkan suara yang dingin dengan pertanyaan yang membingungkan.

Mei menoleh melihat Daniel, dia bisa melihat tatapan Daniel yang lurus dan kosong.

"Ada apa dengannya? kenapa dia sangat tidak suka keluarganya sendiri?"

"Daniel kamu tidak bisa terus begini! Kamu sudah menikah sekarang, buat lah istri mu nyaman, jangan bersikap kekanakan," suara Tuan Robert meninggi.

"Jawab Mei," ujar Daniel semakin dingin. Dia tidak memperdulikan ucapan sang ayah.

Mei yang melihat suasana menjadi tegang seketika menjadi kebingungan, dia tidak enak menolak mertuanya tapi di sisi lain Daniel adalah suami yang harus di patuhi.

"Saya ada di pihak anda Tuan," jawab Mei memutuskan dengan cepat, dia tak mau ada pertengkaran di hadapan anak kecil yang terlihat sudah ketakutan dengan air mata Arya yang hampir jatuh. Mei bisa melihat tatapan sedih Arya.

Mungkin anak kecil itu hanya ingin keharmonisan keluarga.

"Ikut dengan ku."

Dengan terpaksa Mei harus mengikuti Daniel. Dia menatap Tuan Robert dengan wajah bersalah.

Tuan Robert mengangguk pelan mengerti maksud tatapan Mei.

"Pa, kenapa akak malah telus," ujar Arya sedih.

"Karena kakak mu orang jahat," seloroh Rani menjawab.

"Rani jangan menjelekkan Daniel dihadapan adiknya," tegur Tuan Robert.

"Bela terus dia, itu makanya Daniel ngelunjak," kesal Rani, suaminya ini selalu saja membela Daniel walaupun anak itu kurang ajar.

"Sayang, kakakmu lagi capek, nanti juga dia baik sama kamu, kamu yang sabar ya sayang." Tuan Robert mengelus pipi gembul Arya dengan lembut.

"Iya Pa," dengan polos Arya mengangguk.

"Anak pintar, sekarang ayo kita makan sayang."

*

Sekarang Daniel dan Mei dalam perjalanan menuju kantor.

"Yakin hari ini kau mau kerja? Aku bisa memberikan mu cuti jika masih sakit," ujar Daniel tapi pandangannya fokus menatap layar ponsel.

"Saya sudah sembuh Tuan, anda tak perlu khawatir."

"Robi, apa kau sudah menyiapkan apa yang aku minta?" tanya Daniel ke assisten nya itu.

"Sudah Tuan muda," satu tangan Assisten Robi mengambil sesuatu di jok kursi di sampingnya yang kosong lalu menyerahkan ke Daniel yang ada di belakang.

Daniel mengalihkan pandangan dari ponsel itu lalu menerimanya dengan cepat. "Terimakasih Robi."

"Iya Tuan muda."

"Ini sarapan untuk mu, dokter bilang kau kekurangan nutrisi, minum juga vitamin, Robi menyiapkan itu untuk mu," ujar Daniel panjang lebar.

Assisten Robi tersenyum tipis. "Dia sendiri yang menyuruh ku menyiapkan vitamin, pakai mengatasnamakan ku, dasar gengsian." gumam Assisten Robi dalam hati.

Dengan ragu Mei menerima bungkusan itu. "Terimakasih Tuan."

"Dia sangat baik walaupun kadang menyeramkan." Lama-lama banyak sisi Daniel yang terlihat, pria ini sebenarnya berhati lembut.

Setelah perjalanan beberapa menit akhirnya mereka hampir sampai di kantor.

"Tuan Robi, tolong berhenti, saya mau turun disini saja," ujar Mei panik karena mereka sudah sangat dekat dengan pintu gerbang perusahaan.

"Kenapa harus turun disini?" tanya Daniel cepat sebelum Assisten Robi mengeluarkan suara.

"Tuan, apakah anda lupa pernikahan kita ini di rahasiakan, apa yang mereka katakan jika saya ketahuan turun dari mobil anda?"

Daniel berpikir sejenak, dia hampir lupa kalau Mei adalah istri rahasia.

"Turunkan dia disini," perintah Daniel.

Mobil seketika berhenti, Mei melihat sekitar untuk memastikan apakah ada karyawan kantor yang lewat atau tidak. Saat di rasa aman di keluar dengan tergesa-gesa.

"Terimakasih tumpangannya Tuan Daniel." Tak lupa dia berterimakasih sebelum benar-benar keluar dari mobil.

Mobil kembali melaju meninggalkan Mei di belakang sana, gadis itu terpaksa harus jalan kaki.

"Tuan muda sampai kapan anda akan menyembunyikan pernikahan anda ke semua orang?" tanya Robi, dia sedikit kasian dengan Mei, istri pewaris perusahaan terbesar di kota ini bekerja sebagai cleaning service di perusahaan suaminya sendiri. Itu terdengar sangat lucu bukan?

Happy Reading guys ♥️🥰😘♥️

I LOVE YOU ♥️🥰😘♥️🥰😘♥️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!