Marah

Mei melupakan rasa sakit yang sedang menjalar ke seluruh tubuhnya saat mendengar sang nenek sedang mencarinya. Tubuhnya yang sedang kelelahan sudah tak ada artinya bagi Mei jika sudah menyangkut wanita lansia yang adalah satu-satunya keluarga yang tersisa di hidup Mei.

Setelah sampai di depan ruang inap VIP itu. Mei berdiam sebentar untuk mengatur napasnya yang ngos-ngosan lalu dengan sekali tarikan, bibir mungil itu melengkung sempurna untuk membuat senyuman palsu di hadapan sang nenek.

Secar perlahan Mei membuka pintu dengan raut gembira. "Aku datang? Siapa ya tadi yang sedang merindukan cucunya?" canda Mei lalu duduk di tepi ranjang rumah sakit itu.

Disana juga ada Ratna yang tengah merapikan piring yang makanannya sudah ludes karena berhasil di habiskan oleh Nenek Mirna.

Wajah keriput itu tersenyum senang melihat kehadiran Mei. "Nenek khawatir sekali sama kamu, nggak biasanya kamu datang terlambat," tangan renta yang masih lemah mengelus pipi cucunya penuh kasih sayang.

"Maaf nek, tadi ada sedikit pekerjaan tambahan dari bos," lagi-lagi Mei harus berbohong.

"Kamu kelihatan lelah banget, makan dulu, ibu ku memasakkan makanan kesukaan mu," ujar Ratna melirik ke meja yang sudah ada rantang putih yang tertumpuk.

"Benarkah? kamu memang sangat pengertian, tau aja lagi lapar," tanpa menunggu lama Mei langsung menuju dimana ada aroma makanan yang sungguh menggugah selera sehingga membuat cacing di perutnya meronta-ronta minta di bari asupan untuk di produksi.

"Sabar ya perut, sebentar lagi kamu akan di isi makanan enak," ujarnya sambil mengelus perutnya yang rata.

Ratna dan Nenek Mirna saling lirik, saat netra mereka bertemu keduanya seketika terkekeh bersama karena melihat tingkah Mei.

"Ini enak sekali Ratna," ujar Mei dengan pipi yang menggembung akibat mulutnya penuh oleh makanan.

"Pelan-pelan makannya Nak."

Mei mengangguk pelan, mulutnya yang penuh sudah tak sanggup lagi menjawab, dia memilih untuk fokus dengan makanan itu.

Entah makanan yang memang sangat enak atau dia yang sudah sangat kelaparan karena tak sempat makan dari tadi pagi.

Pukul 10 malam Mei sampai di Mansion, sepi tak ada tanda-tanda kehidupan, dia hanya di sambut oleh pengawal yang berjaga di depan.

"Mungkin semua orang sudah tidur," gumam Mei sambil berjalan menaiki tangga yang cukup panjang baginya.

Mei membuka pintu secara hati-hati karena takut suara decitan pintu membangunkan Daniel yang mungkin saja sudah tertidur pulas.

Tapi nyatanya pria itu masih terjaga, dia yang sedang sibuk dengan layar ponselnya seketika menoleh saat melihat ada seseorang masuk.

Pupil matanya menghitam melihat Mei baru datang. Akhirnya orang yang dia tunggu pulang.

Tatapan tajam Daniel seketika membuat bulu kuduk Mei merinding. Gadis itu diam di dekat pintu tak berani bergerak.

Dia segara menunduk karena tak sanggup dengan tatapan tajam Daniel yang seakan mengkilat menusuk netranya.

"Ada apa dengannya? Menyeramkan sekali."

"Siapa yang mengijinkan mu datang jam segini?" suara tegas Daniel bagaimana kan intimidasi dari seorang preman bagi Mei.

"Tadi pagi dia bilang terserah aku mau ngelakuin apa aja, sekarang dia malah marah, aneh banget orang ini." gerutu Mei dalam hati.

Sialnya walaupun Daniel sedang duduk santai tapi Mei tetap merasa takut dengan pria tampan yang memiliki tubuh kekar itu. Suara bas Daniel berhasil selalu membuat dia merinding.

Di dalam kondisi kesal pun dia tak berani melawan Daniel, aura pria itu sangat berbeda dari orang lain. Aura intimidasi yang dimiliki sangat kuat, siapapun yang bicara dengannya pasti merasa canggung.

Dia tampan dan berdompet tebal tapi minusnya dia adalah pria dewasa yang dingin. Seperti orang yang sudah mati rasa.

"Apa kau bisu?" Daniel menaikkan sebelah alisnya.

"Tadi pagi saya sudah minta ijin ke anda kalau saya akan pulang malam karena saya harus mengunjungi nenek saya dan anda bilang tidak keberatan dengan hal itu." Mei berusaha memberikan penjelasan dengan hati-hati.

"Aku memberikan mu kebebasan bukan berarti kau boleh melewati batas, kali ini aku akan mengampuni mu, cepat bersihkan diri mu."

"Baik Tuan," Dengan masih menunduk Mei berjalan dengan cepat sehingga tak sengaja lututnya menyenggol sofa.

Duk.

"Akhhh," jerit Mei dalam hati, dia tak berani berteriak di hadapan pria itu, mungkin dia akan di gantung jika berani menganggu keheningan sang raja pemilik istana ini.

Dia menunduk sambil meringis pelan mengelus lututnya yang sakit. "Sial banget sihh, udah badan remuk rasanya sekarang di tambah lutut ini kesakitan."

"Apa yang kau lakukan?"

"Saya hanya mencari barang yang jatuh Tuan," ujar Mei tersenyum palsu.

Dia segara berjalan menuju kamar mandi dengan tertatih karena menahan sakit di lututnya.

"Dasar ceroboh." Daniel bukan tidak tahu apa yang sedang menimpa gadis itu.

"Kenapa juga tadi aku marah dan peduli kalau dia pulang malam?" Entah kenapa Daniel merasa tidak senang dan kesal jika gadis muda yang sekarang sudah menjadi istrinya pulang malam seperti anak muda yang tak memiliki seorang suami yang harus di urus. Dia pun tak mengerti dengan dirinya sendiri. Kenapa juga harus marah? Padahal dia yang menyuruh Mei untuk melakukan apapun yang gadis itu inginkan.

Setelah beberapa saat Mei keluar dari walk-in closet dengan baju kaos yang kebesaran dan celana panjang kain yang kebesaran juga, dia sangat menggemaskan dan begitu polos dengan dandanan seperti itu.

Daniel sempat tertegun dengan penampilan Mei yang berhasil menggetarkan hatinya namun dia berusaha menolak dan kembali ke mode dingin.

"Daniel kau harus sadar jika dia bukan Bella."

Daniel menarik 2 bantal guling dan menaruh di tengah-tengah kasur sebagai pembatas. "Guling ini sebagai pembatas, jangan coba-coba melewati nya kalau tidak mau anggota tubuh mu menghilang."

"Iya Tuan."

"Ihhh, kenapa perkataan pria ini selalu menyeramkan, Bahkan anak buah juragan yang suka menagih hutang di kampung tidak semenakutkan dia."

Mei naik ke atas kasur perlahan, dia memijat kakinya yang terasa remuk, saat ini dia baru bisa benar-bener merasakan tubuhnya yang semuanya terasa nyeri. "Lebih baik aku tidur saja supaya nggak ngerasain sakit."

Perlahan dia menarik selimut lalu berusaha untuk tertidur pulas agar dia tak merasakan nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat ini.

Pergerakan gadis itu tak luput dari penglihatan Daniel. "Apa saja yang dia lakukan seharian penuh?" Seketika rasa penasaran menyeruak di pikiran pria dingin itu karena melihat Mei yang tampak terlihat sangat kelelahan.

Daniel memilih menaruh ponselnya dan ikut tertidur namun beberapa saat kemudian dia terbangun karena terganggu oleh Mei yang terus menggeliat.

Mei tidak nyaman dengan tidurnya karena seluruh badan mungil itu terasa sakit.

"Apa sih yang kau la_"

Happy Reading guys ♥️♥️😘😘🥰

I LOVE YOU ♥️🥰😘♥️🥰😘♥️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!