Apa yang harus aku lakukan?

Tubuh Mei sudah seperti tak beraga, yang dia pikirkan saat ini hanyalah kondisi sang nenek yang tengah menjalani pemeriksaan lengkap di dalam sana.

Dia meremat kedua tangan dengan cemas, dia takut terjadi sesuatu ke wanita renta yang selama ini mengasuhnya dari kecil.

"Ya Tuhan semoga tak terjadi sakit yang serius."

"Mei," panggil Ratna dengan prihatin, baru kemarin mereka tertawa bahagia sekarang dia harus mendapati berita buruk tentang nenek Mirna.

"Ratna, hikss, nenek ku, nenek ku sedang berjuang di dalam sana."

"Sabar Mei, aku yakin nenek Mirna akan baik-baik saja sekarang," dia mengelus lembut punggung Mei yang bergetar hebat.

Mei dan Ratna bergegas bangun saat melihat dokter keluar dari ruangan pemeriksaan.

"Bagaimana keadaan nenek saya dokter?"

"Nenek anda masih belum sadar sekarang Nona, hasil pemeriksaan akan keluar besok."

"Terimakasih dokter."

"Baik, kalau begitu saya permisi Nona."

Tubuh lemas Mei yang di tuntun oleh Ratna perlahan masuk ke ruangan dimana tempat neneknya tengah terkulai lemah di bangsal rumah sakit, tak seperti biasnya.

Tak ada lagi tawa neneknya yang baru saja dia dengar kemarin setelah 6 bulan berpisah. Sungguh miris melihat orang yang paling kita sayangi lemah tak berdaya di hadapan kita.

"Nenek, lebih baik Mei yang sakit daripada melihat nenek seperti ini, Mei tak kuat nek," tangis mei pecah kembali saat melihat tubuh tua yang tengah terpasang alat-alat untuk bertahan hidup.

Ratna terus menguatkan Mei yang sekarang tampak lemah, ini pertama kalinya dia melihat Mei tak ceria seperti di tempat kerja, ternyata gadis cantik yang di kenal ceria penuh semangat bisa lemah tak berdaya.

Neneknya adalah satu-satunya kelemahan Mei.

Bagaimana pun kuatnya Mei jika itu menyangkut sang nenek, dia akan lemah jika terjadi sesuatu kepada seseorang yang paling berharga di hidupnya.

"Nenek bangun lah, Ratna ingin di panggil cantik lagi."

Walaupun baru kemarin mengenal nenek Mirna, Ratna sudah menyukai nenek dari teman karibnya itu, nenek Mirna begitu baik dengan tutur kata yang begitu halus dan lembut, walaupun sudah berumur tapi dia mudah berbaur sama seperti Mei.

Tak heran Mei tumbuh menjadi gadis yang ceria dan penuh semangat, itu tak lepas dari peran sang nenek yang mendidiknya dengan baik dan penuh kasih sayang.

Walaupun mereka hidup kekurangan namun Mei mendapatkan cinta yang melimpah dari sang nenek, hal itu lah yang membuat Mei begitu menyayangi sang nenek.

Miskin bukan alasan Mei tidak mendapatkan cinta dan kasih sayang yang besar.

*

Walaupun dalam kondisi tak bersemangat, Mei harus tetap menjalankan tugasnya untuk bekerja, ini adalah tanggung jawabnya yang tak boleh di abaikan.

Dari sini lah dia bisa mendapatkan uang untuk membayar biaya rumah sakit sang nenek. Kalau tidak bekerja dari mana dia akan mendapatkan uang, tak ada yang bisa di mintai uang, dia hanya memilik sang nenek di hidupnya.

"Kamu yakin bisa bekerja dalam kondisi seperti ini? wajah mu pucat sekali," tanya Ratna khawatir.

Dia mendapati temanya itu ternyata tidak makan dari kemarin. Tak ada napsu makan lagi bagi seorang Mei yang hanya memikirkan sang nenek.

"Aku bisa Ratna, kamu tenang saja."

"Istirahatlah jika kamu merasa lelah, nanti kamu sakit, siapa yang menjaga nenek, kamu harus kuat demi nenek, kamu harus makan, dari mana datangnya kekuatan jika kamu nggak makan, ini makan dulu rotinya."

Benar kata Ratna, dia harus kuat demi sang nenek.

Perlahan Mei menerima roti itu dan memaksakan untuk memakannya walaupun lidahnya sudah tak bisa merasakan rasa makanan tersebut.

Yang dia tahu, dia harus makan demi sang nenek.

*

Setelah pulang dari kerja, Mei bergegas menuju rumah sakit untuk menerima hasil pemeriksaan sang nenek.

Tubuh lelahnya dengan sekuat tenaga mengayuh sepeda secara cepat.

Sesampainya di rumah sakit dia langsung menemui dokter, sekarang dia tengah berada di ruang dokter yang menangani neneknya.

"Bagaimana hasilnya dok?" tanya Mei cemas. Dia berharap hasilnya baik-baik saja.

Dokter lelaki itu terlihat menghela napasnya pelan, Mei bisa menebak hal yang tidak baik terjadi kepada neneknya dari ekspresi sang dokter.

Dia bisa saja akan mendapatkan kenyataan yang menyakiti kan.

"Nenek anda terkena kanker otak stadium 3 dan harus segera di operasi."

Jederrr.

Tubuh Mei seketika lemas setelah mendengar hasil pemeriksaan sang dokter, dunia serasa runtuh menimpa dirinya saat ini.

Dia shock, dia hanya terpaku tanpa bisa berkata-kata.

Neneknya terkena penyakit yang begitu ganas menurutnya, bisakah sang nenek akan bertahan dengan penyakit yang begitu berbahaya.

"Nona, nenek anda harus segera di operasi untuk bisa menyelamatkan nyawanya."

"Berapa biayanya dok?"

Mei sudah tahu pasti biaya untuk operasi itu pasti tidak akan murah.

"Kira-kira Lebih dari 200 juta, karena masih ada rawat jalan selanjutnya."

Tubuh gadis mungil itu semakin tak berdaya setelah mendengar nominal yang tergolong tak sedikit , bahkan mustahil bagi Mei mendapatkan uang sebanyak itu. Rasanya saat ini dia seperti sedang di hantam oleh kenyataan yang begitu pahit. Disini lah titik terendah dalam hidupnya.

Hidupnya yang miskin tak sebanding dengan kenyataan yang harus di hadapi Mei sekarang.

Di tengah malam yang dingin Mei melamun seorang diri sambil membawa secarik kertas hasil pemeriksaan sang nenek.

Dia biarkan rambutnya tersapu oleh angin yang cukup kencang malam ini.

Udara yang begitu dingin tak berasa lagi bagi Mei yang tengah putus asa.

Dimana dia harus mendapatkan uang sebanyak itu untuk menyelamatkan nyawa neneknya.

Dia akan menyesal seumur hidup jika tak berhasil menyelamatkan orang yang paling berharga di hidupnya, dia akan sendirian di dunia ini jika sampai terjadi sesuatu yang buruk menimpa sang nenek.

Kematian hal yang paling di takutkan Mei saat ini. Bayangan itu seakan mencekiknya sekarang.

"Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku buntu sekarang, dimana aku mencari uang sebanyak itu dalam jangka waktu yang cepat," lirih Mei.

Dia sungguh kebingungan saat ini, pikiran gadis itu sedang kacau balau.

Di tempat lain terlihat pria paruh baya yang tengah duduk santai sambil menyesap segelas Wine.

"Tuan, saya mendapatkan kabar kalau nenek dari Mei terkena sakit kanker otak stadium 3 dan harus di operasi dengan cepat," lapor Assisten Robi.

Tuan Robert Santos terdiam sesaat sambil menggoyang-goyangkan gelas wine yang ada di tangan kanannya, dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

Namun setelahnya sudut bibirnya tersungging sempurna. "Sepertinya aku mendapatkan ide baru untuk membawa Daniel pulang ke Mansion, cara ini akan lebih efektif dan cepat."

Di balik musibah yang sedang di timpa oleh Mei dan sang nenek disitulah ada keuntungan bagi Tuan Robert menjalankan rencananya.

Happy reading guys ♥️♥️😘😘

I LOVE YOU 🥰😘♥️🥰😘

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!