Setiba di rumah Anala dan maryam langsung bebersih dan siap-siap untuk sholat maghrib. Bingkai foto persegi empat yang kelilingnya dua puluh senti meter itu melengkapi suasana rindu hati Anala kepada kamil sang pujaan hati yang kini hanya tinggal nama tanpa raga tersebut.
Minggu depan Anala akan memulai program magangnya disebuah rumah sakit dimana rumah sakit tersebut ada kerabatnya yang bertugas di sana, jadi kerabat Anala lah yang merekomendasikan rumah sakit itu untuk tempat program magangnya. Jadi karena Anala akan super sibuk beberapa bulan kedepannya, maryam akan dijemput orang tua Anala untuk dibawa nginap di rumah mereka.
Dibawah terangnya lampu 25 watt tersebut, terukir jelas senyum maryam yang sedang bercanda gurau dengan sang ibunda.
”ummah, minggu depan aku di jemput nenek yah?” tanya nya.
Karena sudah cukup lama maryam tidak berlibur ke rumah neneknya.
“ya nak, kamu suka kan?” tanya Anala dengan penuh kelembutan.
”suka sekali ummah” jawab maryam dengan senyum mengembang dan lesung pipit sebagai penambah manisnya ucapan anak kecil tersebut.
keberadaan rumah sakit itu tidaklah terlalu jauh dari rumah Anala dan Anala kadang bisa untuk menjemput dan mengantar Maryam sekolah.
deg deg deg!
diakan? mungkin hal itu yang menjadi pertanyaan yang ada di otak anala pada saat melihat laki-laki yang tidak jauh dari keberadaannya itu.
ya.. betul dia dokter yang dia jumpai di cafe waktu itu.
Entah kenapa hati Anala berdetak sangat kencang ketika melihat laki-laki yang berdiri di samping meja resepsionis dan memegang sebuah pena hitam di tangan kirinya sambil mencoret kertas putih yang ada di hadapannya tersebut, walaupun mereka tidak pernah berbicara begitu lama hanya bertegur sapa karena suatu kejadian, tetapi ini rasanya beda, batin Anala.
Anala melanjutkan tugasnya yang diberikan dokter pembimbing nya di rumah sakit itu dengan melupakan kejadian yang baru saja dia lalui.
“ya sudahlah” bisik Anala dan melangkah ke ruang pasien yang ada di depannya.
“Dokter Rangga!” panggil salah satu perawat yang berlari dari kamar pasien yang ada di ujung rumah sakit, dengan rasa panik dokter tersebut berlari memanggil dokter ganteng itu, ya .. dan Anala ada di sana waktu kejadian.
Ooo rangga.
“dokter, pasien yang di kamar 112 itu kritis dok, tolong dok”, dengan sigap rangga pergi ke ruang pasien tersebut dan juga pada saat ini Anala tidak ada tugas.
Dia langsung menuju ruang pasien yang dituju oleh doktor rangga. yah benar saja pasien yang ada disitu sedang lemah dan tidak bisa merespon kata-kata orang yang ada di sekelilingnya sedikitpun.
“bapak’, imbau rangga kepada pasien tersebut sambil memegang tangan kirinya dan memeriksa tabung oksigen, dan masih penuh karena satu jam yang lalu baru di ganti dengan tabung oksigen yang baru. akhirnya Rangga melihat detak jantungnya, dengan melihat monitor yang terpampang mengenai hasil dari deteksi detak jantung, rangga langsung mencoba memompa dada pasien, karena detak jantungnya sangat lemah. Anala ketika melihat itu dengan penuh harapan berdoa untuk pasien agar pulih kembali dari sakitnya, Anala tidak bisa berbuat banyak. Dari tadi Anala tidak menyadari bahwa dari tadi dia berdiri tepat di samping dokter Rangga.
Setelah menyadari itu Anala langsung bergeser mendekat dengan keluarga pasien yang sekarang butuh semangat dari orang sekitar, sambil memberikan kata-kata semangat kepada keluarga pasien Anala juga berdoa dalam hati, supaya ujian untuk pasien ini cepat berlalu.
Harapan dan doa Anala sepertinya tidak terwujud sesuai ekspektasinya beserta keluarga pasien, satu jam setelah kejadian layar monitor pun ikut memberikan signal yang semua orang tidak ingin menerima kenyataan itu.
Yah pasien itu meninggal dunia untuk selamanya karena tidak ada satu pun detak jantung yang bisa di deteksi monitor, badan yang terbujur kaku dan dingin itu diselimuti kain putih akhirnya ditangisi oleh untaian air mata yang menyaksikannya. Dejavu. Ingatan itu kembali terbayang di kepala Anala tentang kepergian sang mantan suami untuk selamanya ketika melihat duka keluarga itu.
Walaupun usia pasien itu lebih tua dari suaminya dan pastinya sudah melihat anak-anaknya membesar di depan mata, tetap perpisahan ini adalah hal yang tidak diinginkan, apalah daya kita makhluk yang tak berdaya dengan semua ketentuanNYA akhirnya menyerah dengan berlapang dada.
Anak-anak pasien yang menyaksikan pasti sangat berduka dan juga bersedih atas garis perpisahan antara di tetapkan hari itu.
Setelah menyelesaikan urusan administrasi keluarga pasien akhirnya pulang membawa ayah mereka tercinta, yang tidak lagi bernyawa ke rumah duka untuk disemayamkan.
Anala yang sedang siap-siap pulang ke rumah karena jamnya kerjanya sudah habis, tiba di parkiran rumah sakit membawa tas bekas tempat makan siang tadi dikejutkan dengan panggilan oleh orang yang ada di belakangnya itu dengan sangat jelas di dengan Anala.
“Anala” teriak seseorang dari ujung parkiran yang ingin berlari mendekati Anala.
“siapa yah?” Anala membatin, Anala menoleh kebelakang dan ternyata dia adalah Rangga si dokter ganteng itu.
“ada apa dok?” tanya Anala yang memulai dialog.
“sebelumnya saya mengucapkan terima kasih Anala, dokter Anala kan?” jawab Rangga dengan menambahkan kalimat tanya di belakangnya.
“ya, dok saya Anala, kenapa dokter mengucapkan terima kasih kepada saya”, jawab Anala dengan menanyakan kepada dokter Rangga mengucapkan terima kasih kepadanya.
“tadi sebenarnya kamu sedang istirahat kan? tapi kamu masuk ke ruang pasien yang menjadi tanggung jawab saya dan ikut menenangkan keluarganya”, jelas Rangga dengan merapatkan kedua tangan di depan dadanya.
“ya itu tanggung jawab kita dok, sebagai dokter tidak pandang bulu dan membedakan pasien semua yang sakit punya hak dari kita untuk kita layani dengan semampu kita”, jawab Anala dan di akhiri dengan senyuman.
Hening beberapa menit. “kamu kan, yang waktu itu saya temui di cafe dengan gadis kecil yang baik itu?”, sambung Rangga setelah beberapa menit hening.
“dokter masih ingat?”, tanya Anala yang membuat Rangga tersenyum kecut.
“ya ingatlah, harus diingat malahan” jawab Rangga yang membuat Anala memalingkan wajahnya dengan senyum yang merekah di bibir dan juga hatinya.
“btw, kamu berapa lama magang disini”, tanya Rangga penasaran.
“sekitar 3 bulan dok, setelah itu saya ingin mengajukan judul diskripsi saya kepada dosen pembimbing, rasanya ingin cepat-cepat jadi dokter beneran”, jawab Anala dengan senyum sepenuhnya.
“bagus prinsipmu” jawab Rangga.
“oh ya dok saya seperti ingin izin pergi dulu soalnya saya mau jemput anak saya di rumah mama ”, mohon Anala untuk beranjak dari tempat itu.
Setelah keberadaan Anala jauh dari pandangan Rangga, sepertinya Rangga tertarik dengan prinsip dan semangat hidup dari Anala. Sampai detik itu Rangga belum mengetahui bahwa Anala adalah janda anak satu.
“luar biasa” batin Rangga dan berjalan menuju ruang kerjanya tepat di depan pintu cat putih itu bertuliskan ‘dr.Rangga Al-fattah ’, suasana di dalam ruang kerja, rangga sepertinya ingin siap-siap pulang karena jam kerjanya sudah habis.
hush, begitulah bunyi sedan hitam Rangga melesat dari rumah sakit itu menuju pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments