"Aku tidak mungkin pergi ke pesta itu bersama dengan Elea. Aku tidak bisa melihat Elea yang akan di pandang sebelah mata nantinya,"
Ferro diam mendengar Devan berbicara. Keduanya sedang berada didalam ruang kerja Devan yang ada dikantornya.
"Lalu apa yang harus saya lakukan Tuan?"
"Siapkan ****** kecil itu untuk aku bawa menggantikan Elea di pesta nanti," Ucap Devan tegas tak terbantahkan.
Sontak saja Ferro membulatkan matanya terkejut. Bagaimana mungkin Devan mengajak Lovi pergi ke pesta itu. Alasan Devan benar-bebar sulit diterima. Ferro hanya khawatir Lovi akan melakukan kesalahan ketika bergabung disana. pesta pernikahan relasi bisnis Devan tentunya akan dihadiri oleh orang-orang penting.
"Mengapa tidak menggunakan perempuan yang lebih pantas menghadiri pesta itu?" Ferro berusaha mengeluarkan pikirannya.
"Aku sudah membelinya, Ferro. Aku bisa menggunakannya untuk apapun dalam segala keadaan,"
Devan menatap ferro dengan tajam. Setidaknya dengan membawa Perempuan itu, Elea tidak akan mendapat pandangan meremehkan dari seluruh rekan bisnisnya. Devan tidak ingin Elea bersedih dan tertekan dengan keadaan seperti itu.
Ferro mengangguk patuh lalu keluar dari ruangan mencekam itu usai menundukkan kepalanya sejenak pada Devan.
Kebetulan Raihan masuk ke dalam ruangan putranya dengan aura dingin yang membuat Ferro membeku apalagi ketika tatapan tajam Raihan seolah menahannya untuk keluar.
"Jangan kau dengar permintaan itu, Ferro! lelaki gila ini memang tidak tahu diri," sindirnya pada sang putra.
Devan merasa kalau itu tidak penting. Ia tidak peduli dengan ayahnya. Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk kembali bergelut dengan pekerjaan.
"Biarkan saja dia bawa kekasihnya yang cacat itu. Agar semua orang tahu kalau Devan bukanlah lelaki sempurna. Ia memiliki kekasih yang tidak bisa menggunakan kakinya dengan baik,"
Eleanya di hina. Devan tentu saja naik darah. Ia memukul meja kerjanya hingga Ferro tersentak. Raihan tersenyum miring pada Devan seolah menantang.
Sebenarnya Ferro sudah biasa ditempatkan dalam kondisi seperti ini. Perdebatan anak dan ayah itu selalu tercipta disetiap harinya. Selalu ada hal yang memicu pertengkaran mereka. Keduanya sama-sama memiliki sikap yang keras sehingga tidak ada yang ingin kalah dalam setiap kesempatan berdebat.
"Tidak terima papa menghina dia? itu semua kenyataan. Cobalah kamu lihat dari sudut pandang yang lain. Jangan hanya Lovi yang menjadi objek kemarahanmu karena dia adalah gadis yang tidak sempurna menurutmu. Dia berasal dari tempat yang kotor, bukan begitu? dan kamu lihat Elea yang cacat itu!! Keduanya sama-sama tidak sempurna. Jadi sudah seharusnya kamu memperlakukan mereka dengan adil,"
**********
"Nona, Persiapkan diri anda untuk menghadiri sebuah acara malam ini bersama Tuan Devan,"
Lovi yang sedang mencuci tangan pun langsung menoleh pada Netta dan mematikan kran air dengan cepat. Lovi Membalikkan tubuhnya dan berdiri di hadapan Netta di depan dapur.
"Apa?" Suara Lovi hampir hilang, matanya kosong.
"Iya, Nona. Saat Nona masih di kamar tadi, Ferro datang kesini dan meminta saya untuk menyampaikan perihal itu pada Nona, "
Lovi diam dengan wajah pias nya. Bayangan perilaku buruk Devan yang baru saja ia terima tempo hari kembali menghantuinya. Lovi tidak tahu apa yang ada di pikiran laki-laki itu sehingga memintanya untuk pergi ke pesta itu bersamanya.
"Dan Nemi akan datang membantu anda untuk mempersiapkan diri,"
***********
Lovi berjalan di belakang suaminya. Mereka hampir terlambat karena Devan yang berbuat ulah, membuatnya lelah di ranjang.
Rena menatap menantunya dengan takjub. Matanya berbinar kagum.
"Apa Mama baru saja melihat bidadari?"
Wajah Lovi bersemu. Ia tersenyum kecil. Entah pujian itu memang benar adanya, atau hanya sekedar basa-basi yang jelas Ia bahagia ketika salah satu orang di bumi ini masih ada yang sudi memujinya.
Raihan membuang wajahnya enggan menatap Devan yang ternyata keras kepala. Ia tetap membawa Lovi. Egoisnya lelaki itu. Ia hanya ingin dipandang sempurna. Dari hal kecil seperti ini saja, Raihan bisa menilai kalau Devan lebih memilih Lovi daripada kekasihnya sendiri.
Kalau memang putranya mencintai Elea, seburuk apapun gadis itu, Devan akan tetap menunjukkannya pada dunia tanpa alasan gadis itu akan terluka bila ditatap rendah oleh semua orang.
Omong kosong macam apa itu?!
"Nikmati malam kalian. Hati-hati, ya!" pesan Rena sebelum akhirnya sepasang manusia itu keluar dari mansion.
******
Devan keluar dari mobilnya seraya memeluk punggung Lovi yang terbuka. Saat ini, Devan terlihat seperti pria yang sangat mencintai wanitanya.
Lovi tidak boleh berharap lebih untuk diperlakukan Devan seperti itu untuk jangka waktu yang panjang. Karena Devan tidak mencintainya. Devan hanya butuh pelayanannya, tidak lebih.
Mungkin jika keadaannya berbeda, Lovi akan sangat senang di perlakukan Devan selayaknya barang antik yang sangat dijaga. Namun, Lovi sadar akan posisi dan tugasnya.
Sampai di dalam gedung megah itu, Lovi hanya bisa menatap keramaian dengan bingung. Ia begitu asing dengan suasana seperti ini.
Devan meninggalkan Lovi sendiri ditengah keramaian dan menghampiri teman lamanya yang tadi melambaikan tangannya memberi isyarat pada Devan untuk mendekat.
Devan sibuk berbincang dengan teman dan semua relasi bisnisnya tanpa menghiraukan Lovi yang masih berdiri tidak tahu ingin melakukan apa. Ia takut salah bertindak dan berakibat buruk untuk reputasi Devan.
"Istrimu cantik," ujar Defina, istri dari rekan kerja Devan. Devan hanya tersenyum dan diam-diam ia mengakui hal itu. Jalangnya memang cantik. Mungkin orang yang tidak mengenalnya akan tidak menyangka ketika tahu Lovi bukanlah perempuan yang berasal dari tempat yang baik. Rumah bordil, adalah tempat yang menggelikan bagi sebagian orang.
"Dia belum hamil, Devan?"
Devan terbatuk mendengar kalimat itu. Ia meletakkan gelas anggurnya dimeja kemudian menjawab dengan tenang,
"Usianya masih sangat muda. Aku khawatir bila harus menghamilinya dalam waktu dekat,"
Lelaki itu mengeluarkan segala ucapan manisnya. Orang yang mendengarnya akan merasa takjub dengan Devan. Lelaki dengan sejuta pesona, memiliki banyak teman tidur, dalam sekejap bisa berubah menjadi malaikat untuk istrinya.
"Aku yang bukan istrimu saja, merasa senang. Apalagi dia?"
Dito mendengus ketika Istrinya menggoda Devan yang bahkan jauh lebih muda dari mereka.
"Nyonya melupakan pria tua disampingmu?" tanya Devan melirik Dito.
"Sialan kau!"
Defina tertawa begitupun dengan Devan. Sementara Dito sudah menekuk wajahnya.
"Hei," Lovi menoleh saat pundaknya di sentuh oleh seorang laki-laki. Kemudian ia menatap laki-laki itu dari atas hingga bawah saat orang yang tak dikenalnya itu berdiri disampingnya. Lovi merasa dirinya harus lebih berhati-hati di tempat keramaian seperti ini.
"Aku bukan orang jahat. Tenang saja, Cantik," Ujarnya seraya tertawa pelan berusaha mencairkan suasana kaku yang diciptakan Lovi.
"Kamu bersama siapa datang ke sini?"
Sebelum menjawab, Lovi berpikir. Ia bingung akan menjawab apa.
"Istri Devan?"
Lovi menyipitkan matanya.
"Bagaimana anda bisa tahu, Tuan?" terucaplah pertanyaan yang langsung menyerang Benak Lovi setelah mendengar lelaki itu berbicara demikian.
"Aku rekan bisnis Devan. Aku datang saat pernikahanmu berlangsung. Hanya saja, Aku bertanya hanya untuk memastikan."
"Ah ya, Jangan memanggilku seperti itu, Nona cantik. Menurutmu aku setua itu ya? Asal kamu tahu, Umurku jauh lebih muda jika dibandingkan dengan suamimu," Ucap lelaki itu dengan niat menghibur Lovi yang sedari tadi terlihat murung saat ia memperhatikan Lovi dari jauh.
Tanpa sadar Lovi tertawa. Dan tawanya membuat Devan tak sengaja mengalihkan tatapannya. Devan memang tak jauh posisinya dari Lovi saat ini. tidak ada ekspresi apapun yang terpancar di wajah Devan.
"Aku Mario,"
Lovi menyambut uluran tangan lelaki itu lalu mereka berjabat tangan dengan akrab.
"Aku tidak perlu memperkenalkan diriku lagi. sudah pernah bertemu denganku bukan?"
Mario mengangguk sembari berpikir hal apa lagi yang harus ia bicarakan dengan Lovi agar waktunya dengan Lovi sedikit lebih lama.
"Bagaimana dengan Devan? Apakah dia baik?"
Laki-laki yang sedari tadi memperhatikan interaksi Lovi dengan Mario dalam diam pun lama-lama merasa gerah. Entahlah, Devan tidak menyukai kedekatan mereka. Apalagi saat Mario terlihat menyelipkan rambut Lovi kebelakang telinganya. Tidak hanya itu, Mario juga berusaha mengusap wajah Lovi.
Lovi miliknya. Tidak ada satu orang pun yang boleh menyentuh sesuatu yang sudah ia kuasai.
Devan melangkah dengan emosi menggebu yang menyerangnya secara tiba-tiba. Ia melakukan baku hantam yang luar biasa.
"Devan, hentikan itu!"
Semuanya dibuat tidak menyangka dengan perilaku Devan. Sementara Lovi dibuat ketakutan dengan keributan itu.
Devan tidak lagi mendengarkan teriakan para rekannya. Ia sudah dikuasai emosinya.
"Mati kau!"
Pada sentakan terakhirnya, Devan menatap Mario penuh kemarahan. Devan akan selalu menjadi pemenang.
Devan membawa Lovi agar lebih dekat dengan tubuhnya. Bahkan Lovi yang sebelumnya terlihat ingin menjawab Pertanyaan Mario dibuat terkejut dengan kedatangan devan yang tiba-tiba.
"Kita pergi sekarang," Bisik Devan ditelinga Lovi setelah ia memberi peringatan pada Mario melalui tatapan marahnya.
Devan membawa perempuan itu ke dalam mobilnya. Mereka akan benar-benar pulang sekarang. Devan tidak lagi memikirkan pesta itu.
Devan mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Ia mengacuhkan Lovi yang mulai ketakutan di sampingnya.
"DIAM!! AKU AKAN MENABRAKKAN MOBIL INI KALAU KAMU MASIH MENANGIS!!!" teriak Devan tanpa menoleh sama sekali ke arah Lovi.
Suasana jalan yang cukup lengang menjadikan Devan semakin menggila. Ada beberapa kendaraan yang membunyikan klaksonnya karena mobil Devan yang hampir menabrak.
"Sialan!!" Devan membanting stirnya ketika hampir membentur sebuah mobil di sampingnya.
Lovi semakin bergetar ketakutan. Apalagi ketika bunyi sirine menghampiri telinganya. Anggota kepolisian sedang mengincar mereka.
Berbeda dengan Lovi, Devan terlihat santai menghadapinya. Ia sudah biasa bermain seperti ini dengan polisi lalu lintas. Ia dapat dengan mudah lolos dari kejaran polisi di semua kondisi. Malam ini dewi fortuna kembali berpihak pada Devan. Jalan yang lengang membuat Devan semakin mudah untuk mengelabui.
Devan menghentikan mobilnya secara mendadak ketika sampai di depan gerbang mansion. Kepala Lovi sampai terpantuk karena ulah Devan. Lelaki itu membunyikan klakson mobilnya tak sabaran hingga penjaga keamanan mansion tergopoh membuka pagar.
Mobil Devan memasuki basement mansion. Ia mematikan mesin mobilnya lalu keluar untuk membuka pintu mobil di sisi Lovi. Devan menarik tangan perempuan itu.
Tubuh Lovi terjatuh di lantai basement. Lovi menangis tersedu. Sampai sekarang ia tak tahu alasan Devan melakukan ini padanya.
Devan ingin menghancurkan wajah cantik Lovi. Namun sisi lain dirinya melarang itu semua. Devan benci dengan dirinya yang lemah akhir-akhir ini.
"Kamu benar-benar membuatku malu!"
"Tuan sibuk berbincang dan Dia baik padaku," gumam Lovi di sela tangisnya.
"Kamu menjawabku?"
Lovi menggeleng ketakutan.
"Maaf, Tuan,"
"DEVAN, HENTIKAN!!" teriakan menggema berhasil menahan tangan Devan yang akan kembali berulah, melukis wajah istrinya dengan bekas telapak tangan.
Raihan dan Rena yang sedari tadi menantikan kedatangan mereka dibuat begitu marah saat dilihatnya Lovi dalam keadaan yang jauh dari kata baik-baik saja.
**********
Hadeuh kejam jg yaa si Devan. Gimana nih mnrt kalian?? lanjut gk? apa udh gk kuat sama kelakuannya devan?? Wkwk... Spam Komen dungss spy tau kelanjutannyaaa. Tengkyuu somuaccchh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 383 Episodes
Comments
Betty Manoppo
benci tapi kok dibikin lelah diranjang sih😎😎😎
2021-01-13
0
Theresia Setyawati
jauhkan Lovi dr situ
2020-11-21
0
Haridhani Harahap
heemmmm
2020-11-10
1