"Kakinya baik-baik saja. Ia hanya memerlukan istirahat yang cukup. Jangan terlalu sering berjalan dengan kakinya yang sakit," ucap dokter pada Netta.
Netta bisa bernapas dengan lega. Ia senang karena kaki Lovi tidak mengalami sakit yang serius. Setelah pamit dengan dokter, Netta menghampiri Lovi yang sudah bangkit dari bangsal.
Lovi baru saja mendapat perawatan ringan karena kakinya terkilir.
"Aku sudah diizinkan pulang, Netta?"
Netta mengangguk dengan semangat.
"Ya, Nona. Mari saya bantu,"
Netta menurunkan kaki Lovi ke lantai dengan hati-hati. Lovi mengusir tangannya dengan lembut.
"Jangan lakukan itu. Aku akan menjadi orang yang tidak sopan,"
Ucapan Lovi membuat Netta terkekeh. Kenapa Nonanya sangat kaku? sudah seharusnya Ia melakukan itu. Mengingat Netta memang ditugaskan untuk mengabdi pada Devan termasuk seluruh keluarganya.
"Tidak masalah, Nona. Lagipula usia kita sama," kelakar Netta dengan tawanya yang berhasil membuat Lovi sedikit melupakan kesakitannya.
"Usiaku juga masih belia," lanjut wanita setengah baya itu.
"Aku percaya, Netta," jawab Lovi yang terlihat menimpali guyonan Netta.
**********
"Nona, Ingin membeli sesuatu?"
Netta bertanya demikian ketika tatapan Lovi menjelajahi deretan penjual makanan di luar komplek Rumah sakit.
"Tidak, Netta. Aku hanya senang bisa menatap dunia luar sebentar," jawab Lovi dengan pandangan yang kian kosong tanpa makna. Selama ini Lovi berada dalam sangkar kesakitannya.
"Nona, Tuhan selalu bersamamu. Jalani apa yang sudah menjadi kehendaknya," pesan Netta seraya mengusap pelan bahu Lovi.
"Ya, Aku tidak menyesalinya,"
**************
"Kalian bisa pergi dari hadapanku sekarang!" titah Devan pada pelayannya yang sudah menyelesaikan tugas dengan baik.
Setelah memastikan semuanya sudah sempurna, mereka menunduk pertanda pamit. Devan mengangguk lalu mengusir dengan isyarat tangannya yang mengibas di udara.
Devan pergi ke ruang olahraga miliknya. Setelah pulang dari kantornya, Devan terbiasa untuk melakukan olahraga sebelum mandi. Yang dilakukannya hanya sekedar latihan ringan. Seperti berlari dengan kecepatan pelan di atas treadmill sampai mengangkat beban yang tidak terlalu berat.
Semuanya Devan lakukan untuk menjaga kebugarannya. Jika berolahraga di luar mansion tidak bisa ia lakukan karena kesibukannya, maka jalan satu-satunya harus berolahraga di mansion seorang diri.
Ia menatap jam yang tergantung di dinding. Sudah dua puluh menit Ia berada di ruangan yang penuh dengan alat olahraga itu. Saatnya Ia membersihkan diri.
Devan memasuki kamarnya. Lelaki itu hanya tinggal membersihkan tubuhnya, kemudian makan, setelah itu menghabiskan waktu untuk bekerja lagi di ruang kerjanya yang nyaman. Semuanya hanya tinggal dinikmati oleh Devan tanpa perlu menyiapkan semua kebutuhannya seorang diri.
Devan termenung dibawah pancuran air shower. Pikirannya berkelana sejenak.
"Aku merasa bahwa aku sudah menembus pertahanan milik gadis itu. Tapi rasanya tidak mungkin kalau dia masih perawan. Apakah aku yang pertama baginya?" Ucap Devan dalam hati lalu senyum miring terbit dibibirnya yang kerap berkata kasar itu.
Devan menggeleng pelan. Ia melanjutkan kegiatannya. Seperti halnya lelaki lain di luar sana, Devan tidak bisa menghabiskan banyak waktu di toilet hanya untuk mandi.
Ia mengusap rambutnya yang basah ke belakang. Lalu menggunakan handuk di pinggangnya.
Entah mengapa lelaki itu langsung meraih ponselnya yang ada di nakas padahal Ia belum menggunakan baju. Devan mencari segala informasi yang harus Ia ketahui di ponsel pintar miliknya. Devan tidak pernah menjadikan seorang gadis sebagai pemuas hasratnya. Devan memang gila.
Lelaki itu hanya memastikan apakah benar yang Ia rasakan itu adalah kali pertama untuk Lovi? Setelah menyadari kebodohannya yang terlalu peduli pada perempuan itu, ia menggeleng kemudian memejamkan mata.
"Maaf Elea. Aku tidak bermaksud untuk berpaling darimu, Sayang," gumam Devan dengan mata yang tertutup.
"Aku memang brengsek. Tapi aku tidak layak untuk dibenci. Bukan aku yang salah. Tapi masa laluku,"
*******
"Saya akan membantu Nona untuk ke kamar ya?"
Lovi menggeleng dengan senyum lembutnya dia berkata,
"Tidak perlu Netta. aku bisa sendiri. Kamu beristirahatlah, Aku tau kamu lelah sudah menemaniku ke Rumah sakit tadi. Terimakasih, Ya"
"Sudah kewajiban saya, Nona."
"Terimakasih kamu sudah membantuku tadi,"
Setelah mengucapkan itu, Lovi memasuki kamarnya dengan langkah gontai. Tadi pagi ia terjatuh dari anak tangga. untung saja kejadian itu terlihat oleh Ferro yang kebetulan mendatangi Paviliun. Ferro langsung menyuruh Netta untuk membawa Lovi Ke Rumah sakit. Pria tua itu khawatir akan keadaan Lovi. Ia menganggap Lovi seperti Anaknya sendiri sama seperti Devan.
Sesampainya di kamar berukuran sedang itu, Lovi langsung bergegas untuk membersihkan tubuhnya. Lovi bersyukur sudah beberapa hari ini tidak melihat wajah Devan. setidaknya ia bisa sedikit tenang setelah kejadian beberapa waktu lalu yang membuat malamnya selalu dipenuhi oleh tangis. Perbuatan keji Devan tidak akan pernah terlupakan oleh Lovi. Lelaki itu yang telah merenggut semuanya. Kehidupannya, Kebahagiaannya, Dan kesuciannya semuanya tidak ada lagi digenggaman Lovi.
"Nona, Ini makanan kesukaan anda,"
Netta meletakkan nampan dengan sepiring nasi lengkap dengan lauknya dan segelas air minum di atas nakas tak jauh dari ranjang Lovi.
Lovi yang baru saja selesai dari ritual bersih-bersihnya, duduk diatas ranjang lalu menatap makanan itu tanpa minat.
"Aku tidak mau makan, Netta."
Netta menghela napas panjang.
"Anda harus makan, Nona. Saya sudah membuatkan ini untuk anda. apakah anda tidak menghargainya?"
Lovi langsung menggeleng cepat. ia meraih tangan Netta lalu mengajak Netta untuk duduk disampingnya.
"Aku belum lapar. aku sangat senang ternyata masih ada orang yang peduli padaku. Terimakasih, Netta,"
Netta menatap dalam mata coklat itu. Lovi adalah perempuan baik tetapi kenapa hidupnya tak sebaik hatinya.
"Kamu tidak perlu memanggilku seperti itu. aku bukan Nonamu. Cukup panggil aku Lovi saja ya," Senyum manis yang terbit diwajah cantik itu mau tak mau membuat Netta juga tersenyum.
"Saya tidak bisa, Nona,"
"Aku akan marah jika kamu masih memanggilku seperti itu,"Lovi memasang wajah cemberutnya yang mengundang tawa geli Netta.
"Maaf Saya tidak sopan tertawa keras di hadapan Nona" Netta langsung menutup Mulutnya saat mengingat bahwa orang yang ada dihadapannya saat ini adalah istri dari majikannya.
"Kamu tidak perlu secanggung itu. Aku sama sepertimu,"
Lovi merasa Bahwa dirinya dan Netta memang sama. Sama-sama perempuan yang bekerja pada Devan. Sama-Sama dibayar oleh Devan untuk memenuhi apapun kebutuhan dan keinginan pria itu. Hanya saja, Lovi digunakan untuk memenuhi kebutuhan batin Devan. sedangkan Netta bekerja untuk memenuhi semua keperluan Devan diluar apa yang dilakukan Devan pada Lovi.
"Tidak, Nona. Kehidupanmu lebih baik daripada Aku,"
Lovi menatap Netta lurus. Berusaha mencari tahu alasan wanita itu tiba-tiba saja bersedih.
"Aku diperkosa oleh seorang Lelaki. Ketika dia tahu aku adalah orang miskin, Dia tidak ingin bertanggung jawab,"
Mendengar penjelasan itu, sontak saja Lovi terkejut. Ia menutup mulutnya tak menyangka.
"Sampai akhirnya kamu hamil?"
"Ya, tapi tak lama janin itu meninggalkanku,"
Lovi bahkan sampai meneteskan air matanya tanpa sadar. Ia tidak menyangka sosok Netta yang selama ini terlihat kuat dan ceria malah menyimpan banyak kesedihan di hatinya.
"Tapi aku sudah bahagia dengan hidupku yang sekarang," ucap Netta dengan senyum tipisnya.
"Semoga kebahagiaan akan hadir juga di hidupku,"
"Aku yakin, Nona. Tuhan menyayangimu,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 383 Episodes
Comments
Shautul Islah
ceritanya pada lari marathon thor
2021-02-22
0
mentari
thor bawangnya jgn banyak2
2021-02-03
0
nyonya
mataku serasa mengandung bawang thor
2021-01-05
0