Beberapa hari setelah kepergiannya, tadi malam Devan sudah kembali ke mansionnya.
Dan pagi ini Ia akan menjalani aktifitas seperti biasa.
Lovi sedang membersihkan meja yang berada di lantai atas tak jauh dari kamar suaminya. Ia melihat Devan yang keluar dari kamarnya dan memerintahkan salah satu pelayan untuk mengambil pakaian kerjanya.
Lovi bimbang dengan kata hatinya. Apakah Ia harus melakukan tugasnya mulai saat ini? seperti menyiapkan segala keperluan Devan.
Setelah yakin semuanya telah sempurna, Lovi menghampiri Desy yang sedang mengambil pakaian Devan di walk in closet. Kini Lovi tahu kalau pakaian formal lelaki itu berada di luar kamarnya. Sepertinya hanya pakaian santai saja yang ada di lemari kamar Devan.
Lovi baru pertama kali masuk ke dalam ruangan itu. Benar-benar luas. Di sudut ruangan terdapat lemari sangat besar. Ia bisa melihat banyak jas tergantung di sana. Di tengah ruangan ada tempat untuk bercermin dan kursi yang halus bagai permadani. Kursi itu seperti ditujukan untuk seseorang menggunakan sepatu. Karena di bawah cermin besar itu pun terdapat lemari kaca yang memanjang, berisi banyak pasang sepatu pantofel. Lovi semakin yakin kalau ruangan ini hanya di khususkan untuk segala keperluan Devan yang berbasis formal.
"Nona, saya kaget." keluh Desy saat Lovi menyentuh bahunya. Ia sedang sibuk mencari kemeja yang akan di pakai Devan.
"Tuan akan memakai yang mana?"
"Biasanya kalau hari selasa, Tuan menggunakan kemeja dan dasi biru,"
"Saya sedang mencari kemejanya. Jasnya sudah ada," lanjut Desy seraya menunjuk jas yang sudah Ia keluarkan dari lemari.
Lovi mengangguk paham. Ternyata dalam menggunakan setelan kerjanya, Devan memiliki jadwal atau kebiasaan sendiri.
"Ini yang kau cari?"
Desy berseru senang ketika mendapatkan apa yang dicarinya. Ia langsung meraihnya dari Lovi.
Desy memperhatikan kemeja di tangannya. Sedikit kusut dibagian lengan dan Devan akan marah besar. Lelaki itu adalah sosok yang perfectionis. Tidak boleh ada celah sedikitpun yang mampu membuat orang lain tidak nyaman ketika melihat penampilannya.
Ketika Desy meraih alat pelicin pakaian, Lovi menahannya.
"Biar aku saja yang melakukan ini,"
Desy menggeleng seraya tersenyum. Berusaha menolak sehalus mungkin. Ia takut istri dari Tuannya itu tersinggung.
"Nona, ini tugas kami para pelayan. Nona tidak perlu melakukannya,"
Lovi tetap mengambil alih alat yang sudah di sambungkan dengan aliran listrik itu. Lovi akan menjalankan tugasnya dengan baik mulai hari ini. Walaupun Ia tahu kalau Devan tidak akan berubah dalam memperlakukannya.
Desy tidak bisa lagi menahan keinginan Lovi. Akhirnya Ia meninggalkan Lovi yang sedang menyelesaikan pekerjaan itu. Devan keluar dari kamar bermaksud untuk menemui Desy yang sangat lama membawa bajunya. Ia yang sudah lama menanti pakaiannya pun mengerinyit bingung. Kenapa Desy tidak membawa setelan jasnya?
"Dimana pakaianku?" tanya Devan dengan nada tak bersahabat. Desy sudah membuat waktunya terbuang sia-sia.
"Lengan pada kemejanya sedikit kusut, Tuan. Sedang di..."
Tanpa mendengar lanjutan kalimat Desy, Devan berjalan ke ruangan walk in closet nya. Matanya menangkap sosok Lovi yang sedang serius menggerakan tangannya di bidang datar yang menjadi tempat melicinkan pakaian.
Ia kembali berjalan ke arah Desy lalu menatap pelayannya itu dengan murka.
"Jangan terbiasa mengalihkan pekerjaanmu pada orang lain!! dia bukan pembantuku, Tapi istriku. Sekarang, selesaikan tugasmu!!" titah Devan dengan tegas. Membuat Desy menelan ludahnya pahit. Wanita itu langsung menjalankan apa yang dikatakan Devan.
Ia menghampiri Lovi dan mengambil kemeja itu dengan cepat. Lovi terkejut begitu Desy terengah di sampingnya dengan wajah ketakutan.
"Nona, biar aku saja yang menyelesaikannya. Nona bisa kembali,"
"Desy..."
"Nona, aku mohon jangan buat aku di singkirkan oleh Tuan Devan. Pekerjaan ini sangat berharga untukku,"
Lovi mengerinyit bingung. Ia tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Desy. Tapi Lovi tidak akan bertanya. Walaupun rasa penasarannya Sangat menggunung. Kenapa Desy tiba-tiba aneh? padahal ketika keluar dari walk in closet tadi, Ia melihat Desy baik-baik saja.
"Tuan Devan menyayangimu,"
*************
Lovi meletakkan roti bakar buatannya di atas piring. Ia tidak menyadari kedatangan Devan yang baru turun dari lantai atas.
"Kamu sedang mencoba untuk menjadi istri yang baik? hm?"
Suara berat itu membuat Lovi tersentak. Ia menunduk saat ditatap tajam oleh Devan.
"Aku peringatkan kamu sekali lagi, Pernikahan ini tidak ada artinya bagiku. Tidak boleh ada perasaan didalamnya! Kamu jangan berharap lebih. Perempuan seperti kamu sebenarnya tidak pantas berada disini. Kamu harus tau diri!"
Lovi menggigit bibir bawahnya dengan perasaan nyeri luar biasa. Kalimat Devan membuat dirinya hancur lebur. Tidak ada satu manusia pun yang mau di rendahkan seperti itu. Ia Cukup sadar diri bahwa ia hanya seirang gadis yang dibayar hanya untuk menggantikan posisi seseorang. Ia sudah berusaha untuk menerima semuanya. Tapi bisakah Devan sedikit saja memikirkan perasaannya setelah kata-kata menyakitkan itu dikeluarkan tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
Devan mendorong bahu Lovi hingga gadis itu terhuyung lalu ia berjalan dengan gagahnya keluar dari Rumah dan masuk kedalam mobil mewah berwarna Hitam mengkilap itu.
Lovi tak bisa lagi menahan beban tubuhnya. Ia terduduk dilantai dingin itu seraya menepuk-nepuk dadanya agar rasa nyeri yang singgah di hatinya sedikit hilang. Air mata terus meleleh tanpa henti mengiringi kepergian Devan, Laki-Laki yang sudah berjanji untuk terus menyakitinya.
*******
"Kenapa murung Devan? ada masalah yang sedang kamu hadapi?"
Devan yang sedang memijit dahinya langsung menatap arah datangnya suara. Deni, Sahabat sekaligus rekan kerjanya tampak melangkah memasuki Ruang kerjanya yang serba abu-abu itu.
"Tidak," Devan menggeleng lalu meminum Air putih yang selalu tersedia di atas meja kerjanya.
"aku hanya merindukan Elea,"
Deni menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring.
"Kamu sudah menikah? apa kamu lupa?"
"Tentu saja aku ingat. "
"Lalu? Siapa Elea? Dan siapa istrimu? bukankah mereka kedua perempuan yang berbeda,"
"Ya, Tapi yang aku cintai hingga saat ini hanya Elea. Bukan perempuan itu,"
Deni menganggukan kepalanya pelan. Ia duduk di sofa yang ada di hadapan meja kerja Devan.
"Yang aku tau, Kamu bukanlah Laki-Laki brengsek. Dan yang menyakiti dua perempuan sekaligus adalah seorang brengsek. "
Devan terdiam mendengar ucapan telak yang keluar dari sahabatnya. Tenggorokannya tercekat.
"Hanya Elea yang tersakiti disini, Deni. Tidak ada yang lain."
Deni tertawa pelan seraya mengusap dagunya.
"Aku rasa, Lovita yang paling tidak pantas berada di posisi sekarang. Tidak ada keuntungan sedikitpun yang didapatnya saat resmi menjadi istrimu. dia hanyalah gadis yang tidak tau apa-apa lalu dengan kurang ajarnya kamu membawa dia masuk kedalam hidup kamu setelah itu kamu campakkan dia,"
Tidak tau mengapa, Deni merasa begitu emosi ketika mengetahui semua perbuatan Devan pada istrinya dari Rena. Kemarin Rena bertemu dengannya dan menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi.
Deni kira pernikahan sahabatnya akan bahagia. pertama kali melihat Lovi, Deni yakin gadis itu adalah yang terbaik untuk Devan. Senyum tulusnya menggambarkan betapa dia sangat amat bahagia dengan pernikahan mereka. bahkan Sampai membuat Deni tak percaya bahwa gadis itu hanyalah pengganti Elea seperti yang dikatakan Rena. Lalu kenapa Lovi masih bisa tersenyum setulus itu? padahal hatinya sudah tak berbentuk lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 383 Episodes
Comments
Oktavianto Rizky Darmawan
nyimak thorrr
2020-12-08
0
Ranie Ajj
lanjut
2020-11-30
0
Theresia Setyawati
sabar Lovi....
2020-11-21
0