Rafa masih menatap Ira dengan tajam. Dan semakin mendekat.
BRUKKK...
Rafa langsung tertidur di samping Ira, Ira terkejut tidak percaya di kiranya ia akan di apa-apakan. Ira tertawa geli dengan tingkah konyolnya sendiri. Rafa yang tertidur tidak menghiraukan Ira. Matanya sudah berat untuk di buka.
"Aduhhhh... mikirin apa sih aku barusan, aku kira bakalan di apa-apakan?" menatap wajah Rafa. Dan mulai memejamkan matanya.
Pagi hari.
Suara kicauan burung membangunkan pemilik rumah. Paman Adi memelihara beberapa burung. Maklum saja sudah hobbinya, selain itu ia juga peternak burung terbesar di kota ini. Bibi Nilam menyiapkan makanan pagi, dan menatanya ke meja makan.
"Apa mereka kelelahan? sampai-sampai jam segini belum bangun?" melihat ke arah jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.
Ira yang baru turun dari tangga tersenyum ke Bibi Nilam. Dan menyapanya.
"Selamat pagi Bibi." Dengan tersenyum riang.
"Pagi juga Ira!" jawab Bibi Nilam dengan tersenyum penuh arti.
Rafa yang baru turun di tanyai Paman Adi saar berpapasan.
"Raf, baru bangun?" membawa makanan burung.
"Iya Paman!" membantu Paman Adi, membawa makanan burung.
Menuju kandang burung. Burung-burung berkicau, Rafa tersenyum melihat pemandangan itu.
"Habis berapa ronde?" tanya Paman Adi terang-terangan.
Rafa binggung harus menjawab apa, ia belum pernah melakukannya dengan Ira. Ia tidak berani menyentuhnya, walaupun perasaan mereka berdua sudah di utarakan.
"Raf..., kamu masih sadarkan. Berapa?" memberi makan burung peliharaannya.
"Kami belum pernah melakukan itu selama ini!" jawan Rafa jujur.
"Benarkah?" Paman Adi menatap heran.
Apa milik Rafa kurang jantan, kenapa belum menyentuh istrinya. Apa mereka berdua tidak menginginkan satu sama lain. Dalam batin Paman Adi tertawa geli.
Bibi Nilam menemui suaminya di kandang burung, ia hafal betul jika suaminya pagi hari selalu ke situ.
"Pah... ayo makan, ehhh ada Rafa. Raf ayo makan Ira sudah menunggu juga." Ucap Bibi Nilam dari pintu kandang.
Mereka berempat sarapan pagi bersama. Sesekali bersenda gurau.
"Raf..., kapan memberi kita cucu?" tanya Bibi Nilam.
Ira yang sedang ke enakan makan tersedak. Rafa bergegas memberi air putih.
"Apa ada yang salah?" kembali menanyai Rafa dan Ira. Mereka berdua menjadi salah tingkah.
"Nanti Bi..., pasti akan aku beri cucu!" ucap Rafa cengegesan.
Baru juga mengungkapkan perasaan, apa mungkin mau di ajak yang lebih. Sebenarnya takut di tolak juga. Batin Rafa bersedih.
"Secepatnya, mumpung kalian masih muda dan mampu soal itu. Bagaimana denganmu Ira?" tanya Bibi Nilam.
Wajah Ira memerah, benar-benar malu di tanya tentang masalah ini. Menurutnya sangar extrem di dengar.
Rafa menyenggol tubuh Ira. "Ira..., apa kamu baik-baik saja?" sambil menepuk pundak Ira.
"Eehhh... iya!" dengan tersenyum.
"Aku tunggu kabar baik dari kalian. Aku sudah tidak sabar menimang anak-anak kalian." Dengan senyum bahagia.
Ira hanya tersenyum melihat Bibi Nilam bahagia.
●●●
Rais yang sedang duduk sendirian di taman terkejut melihat Meisie di tarik dengan keras oleh seseorang yang tidak asing ia lihat.
"Bukannya itu mantan suaminya? kenapa ia menyeretnya di tempat seperti ini?" Rais mendekati Meisie.
Melihat Meisie yang di tarik dan di sandarkan di tembok membuat Rais mengepalkan tangannya. Rais yang melihat dari jauh ingin sekali memukulnya saat mantan suami Meisie mencium dan me***** bibir Meisie dengan kasar dan menyentuh area peribadi Meisie.
Meisie memberontak saat itu. Rais segera berlari dan menghajar tubuh mantan suami Meisie. Meisie yang menangis sesengukkan menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.
Rais segera melepas jaketnya dan menutupi tubuh Meisie. Menuntunnya untuk berjalan ke arah parkiran mobil. Rais segera melajukan mobilnya ke arah rumahnya.
"Apa alamat rumahmu masih sama?" fokus menyetir. Meisie mengangguk.
Saat di dalam mobil hanya ada suara mobil saja. Sesampainya di rumah Rais menghantar Meisie.
"Di mana orang tuamu Meisie?" membuka kunci rumahnya.
"Mereka sudah tiada saat aku lulus SMA dulu!" segera menuju kamar tidurnya.
Rais masih duduk di ruang tamu. Melihat sekeliling rumahnya.
Pantas saja ia langsung menikah waktu itu, ternyata tekanan ekonomi. Gumam Rais dalam hati.
Meisie yang barusan mandi terlihat lebih segat. Rais yang melihat pemandangan itu hanya menelan salivanya.
Tahan tahan Rais, jangan memberikan kesucianmu kepada orang yang belum sah di mata hukum dan agama. Cuma gara-gara dapat suguhan menarik ini. Kacaunya dalam hati.
Meisie langsung mendekati Rais.
"Aku buatkan minum ya. Mau aku buatkan apa?" menanyai Rais dengan tersenyum.
"Terserah, yang penting bisa di minum!" fokus ke layar ponselnya.
Setelah membuatkan minuman Meisie duduk di kursi sebelah Rais.
"Rais..., terimakasih atas bantuannya tadi. Eeemmm sebagai ganti aku traktir makan, mau?" takut jika Rais menolak.
"Iya boleh, aku sudah lama tidak ada yang mentraktirku makan. Terakhir waktu SMA dulu, itupun saat ada yang ulang tahun!" Rais mengingat waktu SMA dulu.
Hanya saat ulang tahun pasti ada traktiran makan entah itu di coffe atau di kantin sekolah.
"Kalau begitu, sekarang apa bisa. Aku lapar?" sambil tersenyum.
Rais yang baru melihat Meisie tersenyum heran.
Sejak kapan ia bisa tersenyum semanis itu. Aduh Rais fokus kamu harus fokus, jangan terlena karena senyumnya. Dalam batin Rais.
Rais dan Meisie pergi keluar untuk makan siang, tapi bukannya di restoran yang di tuju adalah tempat lesehan pinggir danau. Rais heran wanita seperti Meisie mau ke tempat seperti ini.
"Bagus kan tempatnya, jangan mikir yang tidak-tidak." Ucap Meisie seakan tahu apa yang di pikirkan Rais.
Mereka berdua memesan makanan yang ada di tempat tersebut. Dan melahap sampai habis.
"Ada orang memancing, apa kamu mau kesana?" tanya Meisie.
"Boleh!" jawabnya setelah selesai makan dan mencuci tangannya.
Waktu yang di habiskan mereka berdua sampai sore.
"Sudah sore ayo pulang." Ajakan Rais.
Rais yang telah menghantarkan Meisie berpamitan pulang.
_ _ _
Saat berada di apartemen Rafa dan Ira tidur satu ranjang. Mereka berdua hanya saling mendiami satu sama lain.
"Ira, apa kamu mau melakukannya denganku?" Rafa menghadap ke Ira.
"Iya Raf!" jawabnya dengan tersenyum.
Rafa yang melahab habis bibir Ira membuat Ira kualahan. Saat akan penyatuannya Ira merasakan sesuatu keluar.
"Raf berhenti. Jangan lanjutkan." Sambil cengegesan.
"Kenapa? apa kamu tidak akan memberikannya?" Rafa melepas pakaian yang melekat di tubuhnya.
"Hentikan," Ira berucap dengan malu.
Namun tidak di hiraukan Rafa, Rafa meneruskan aksinya.
"Mengapa Ira?" terus menelusuri tubuh Ira. Saat tangannya berada di celana Ira ia terkejut. "Kamu...," segera melepas tangannya dan menuju toilet untuk membasuh tangannya.
Ira tertawa terpingkal-pingkal.
"AAAA... HAAAA... HAA..., lucu sekali wajah Rafa. Aku tidak bisa berhenti tertawa saat ini." Ira melanjutkan tawanya.
Rafa yang di kamar mandi merutuki kebodohannya barusan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Sebut Saja BasSah
gagal mning sonn..
2021-02-16
1
Nimranah AB
msh setia
2021-01-20
1
Rinyu
aku mampir kk
semangat nulis cerita
author dari arti cintaku
2020-12-23
1