Ira tersenyum dan menertawakan dirinya sendiri lagi, hampir tidak percaya dengan yang ia alami.
"Ternyata kamu baik ke semua orang ya Rafa, aku salah sangka ke kamu?" tanyanya menunjuk foto kecil di rak ruang keluarga.
"Bahkan orang yang membuatmu seperti kemarin, begitu mudahnya kamu maafkan!" membuka pintu.
"Mungkin ini memang jalan kehidupanku, buat apa aku mengeluh? lebih baik aku memperbaiki diri!" ucapnya lirih.
Ira berjalan keluar apartemen, menuju sebuah coffee shop. Sesampainya di coffee shop ia memesan cappuccino. Setelah pesanannya datang, ia segera meminumnya sampai tandas dan memesan lagi.
Rais yang tidak sengaja melihat Ira duduk sendirian di coffee shop, bergegas menghampirinya. "Ira sendirian aja, mana suamimu?" duduk berhadapan dengan Ira.
"Di restorannya, memang kenapa?" ucap Ira sambil mengaduk minumannya.
"Benarkah?" tanyanya meledek.
Ira hanya menatap sekilas langsung beranjak pergi dari hadapan Rais. Ira menuju kasir dan langsung membayarnya.
"Tunggu Ira, kamu mau kemana?" bergegas menghampiri Ira yang sudah keluar coffee.
"Aku mau bilang Rafa tidak di restoran dan aku melihat ia pergi dengan Meisie, apa kamu tidak cemburu?" ucap Rais panjang lebar.
Ira hanya tersenyum ke Rais, bergegas kembali ke apartemen.
_ _ _
Rafa dan Meisie yang sudah sampai pantai segera keluar dari mobil. Meisie tersenyum bahagia. Rafa hanya diam di delan pintu dan memandangi matahari yang masih terik.
"Aku harus mengirim pesan ke Ira, agar ia tidak hawatir?" tanpa di sadari ucapan itu lolos dari bibirnya.
Meisie masih tersenyum dan bermain air. "RAAFAA... AYO...!" teriaknya dari jauh.
Rafa hanya diam dan menatap ponselnya kembali. Dan melanjutkan mengetik pesan. Setelah terkirim ia mengantongi ponselnya. Rafa masih di posisinya tidak bergerak sampai anak kecil menghampirinya dan mengajak bermain.
Melihat anak kecil hati Rafa melunak, segera ia mengiyakan permintaan anak kecil tersebut. Meisie tidak menyia nyiakan kesempatan emas ini, ia memfoto dan mengabadikannya.
Suatu saat pasti aku membutuhkan ini. Batinya dalam hati dengan senyum licik.
Rafa yang tahu di foto Meisie diam diam tetap melanjutkan aktingnya, sebenarnya muak sekali Rafa dengan Meisie, apalagi kejadian kemarin membuat ia harus waspada dengan perempuan tersebut.
_ _ _
Ira masih memijat kepalanya yang pusing, sesekali melirik ponselnya. Memang ada pesan masuk dari Rafa, tetapi ia tidak membacanya. Sudah tahu dan hafal jika Rafa akhir akhir ini dengan Meisie. Rafa yang berada di perjalanan hawatir dengan Ira. Kenapa tidak membaca pesannya. Setelah menghantar Meisie pulang ia langsung menuju apartemennya.
"Lebih baik aku mengundurkan diri saja dari restoran Rais!" membuat surat pengunduran diri.
Rafa yang baru kembali ke apartemen bergegas mencari Ira. "Ira... apa kamu di dalam?" tanyanya mengetuk pintu beberapa kali.
"Iya, aku di dalam. Sebentar!" membuka pintu kamarnya.
"Ada apa Raf?" berjalan menuju ruang tamu.
"Kenapa tidak membalas pesanku?" tanyanya balik.
"Aku tahu dan hafal jika kamu pergi dengan Meisie!" ucapnya santai.
"Maafkan aku Ira!" terunduk sedih.
"Tentang apa?"
"Aku pergi ke pantai dengan Meisie tadi, makanya aku meminta izinmu!" jawabnya jujur, tetapi Ira menanggapi lain.
"Ooooo...!"
Suamiku izin padaku untuk kencan dengan wanita yang ia cintai dari SMA. Sungguh tragis hidupku. Keluhannya dalam hati.
Ira duduk di sofa panjang tersebut.
"Apa kamu tidak marah denganku?" Rafa menatap mata Ira.
"Haaaaa...!" ucap Ira sambil membuka mulutnya.
"Itu terserah kamu Raf, mau keluar dengan siapa pun. Bukannya di perjanjian kita, terlihat jelas tulisan yang menegaskan urusan pribadi masing masing?" ucap Ira menutupi hatinya yang terluka.
Mereka berdua terhanyut dalam pikirannya sendiri.
"Apa kamu sudah makan Ira?" melihat ke arah jam tangannya.
"Belum!" jawabnya singkat, beranjak dari duduknya menuju meja makan.
Rafa mengikuti langkah kaki Ira. Dan duduk di sebrang Ira.
"Apa kamu tidak lapar, kenapa makanmu sedikit?" melihat Ira mengambil sedikit sekali. Hanya tiga sendok jika cuma nasi saja.
"Tidak!" jawabnya singkat san segera menghabiskan makanannya.
Rafa hanya diam seribu bahasa. Melihat Ira mencuci piring, ia sebenarnya ingin sekali memeluknya. Terapi ia urungkan.
"Aku sudah selesai, aku kembali ke kamar." Berjalan menuju kamarnya.
●●●
Tiga bulan kemudian.
Dari kejadian itu Rafa dan Ira tidak pernah mengobrol lagi kalau bukan hal penting seperti membahas kebutuhan rumah tangga.
Surat pengunduran diri Ira sudah di serahkan hari ini.
"Aku mau mengundurkan diri tuan Rais!" ucapnya lirih.
"Kenapa? apa Rafa melarangmu berkerja?" melihat kertas yang di sodorkan Ira.
"Tidak! sudah sewajibnya seorang istri di rumahnya!" ucapnya tersenyum.
"Oke... aku izinkan, seperti ucapanku waktu itu!" Rais menjawab dengan tegas.
"Terimakasih tuan Rais!" menyalami Rais. Berlalu pergi, sebelum membuka pintu Rais berucap.
"Bolehkah aku berkunjung di apartemenmu?" tersenyum ke Ira.
Ira merasa ucapan Rais tidak sopan kali ini, sudah jelas Ira sudah menikah, tetapi menanyai ingin berkunjung ke rumahnya.
"Tidak!" ucapnya membuka pintu dan berlalu.
Rais terdiam sejenak.
Walaupun kamu tidak mengizinkanku berkunjung, tetapi akan aku kunjungi seperti waktu kamu masih di kontrakan. Ucapnya dalam hati.
_ _ _
Rafa yang berada di apartemen bergegas melepas dan membuang foto dan lukisan Meisie. Baginya saat ini sudah tidak penting lagi. Rafa bergegas keluar apartemen dan membawa gulungan dan kantong kresek, menuju rumah utamanya. Rafa yang berpapasan dengan Ira tidak melihatnya, sebab di area keluar masuk lift ramai.
Setelah sampai di rumah utamanya ia bergegas ke halaman belakang.
"Seharusnya aku membakar dari dulu, sebelum mengenal Ira. Pasti Ira sudah tahu jika aku memiliki foto Meisie di kamarku!" ucapnya menyalakan api, di pekarangan rumah utamanya.
Paman dan Bibinya yang berada di rumah utama hanya diam saja. Mereka tahu jika Rafa dulu sangat mencintai Meisie, sampai sampai ia tak memiliki penggantinya. Jika saja waktu itu tidak ada seorang wanita (Mamanya Ira) yang menjodohkannya, mungkin sampai saat ini Rafa menyendiri.
Paman dan Bibinya bersyukur Ira tidak seperti Mamanya yang gila harta. Sebab Rafa sering berkeluh, tentang Ira yang tidak mau menggunakan uangnya selain kebutuhan rumah. Paman dan Bibinya tersenyum bahagia mendapat menantu baik seperti Ira.
Walau Rafa belum pernah mengajaknya ke rumah utamanya. Tetapi Bibinya beberapa kali bertemu Ira, saat ia berkerja dan di super market.
Bibinya menghampiri Rafa dan menepuk pundaknya.
"Bibi ada apa?" ucapnya seraya tersenyum manis.
"Apa kamu mencintai Ira?" duduk di bangku sebelah Rafa.
Rafa terdiam sejenak saat akan berbicara. Suara bell terdengar nyaring di telinga.
"Bibi buka pintu dulu ya!" pamitnya ke Rafa.
Rafa mengangguk dan menatap kepergian Bibinya.
Bibinya yang membuka pintu tersenyum, saat ini kurir pengantar makanan datang. Sebab tadi Bibinya mengirim pesan agar Ira membuatkan makanan ke sukaan Rafa. Sambal goreng ati ampela. Karena Ira sibuk jadi Ira mengirim pesan dan makanannya di hantarkan kurir.
Rafa yang masih duduk termenung bergegas masuk rumah.
"Siapa yang berkunjung Bi?" melihat tidak memasukkan tamu sama sekali.
"Cuma kurir, ayo makan Rafa!" ajakan Bibinya. Sambil memanggil suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Rasinar Yohana
makanya rafa bakar smua dri dulu hahaj
2020-10-08
0
Mei Shin Manalu
Selalu dinantikan kelanjutannya... Aku juga kasih jejak 3 like 👍 Semangat Author 😊
Yukks mampir novelku lagi... Danke 😉
2020-09-28
0
🌙Huma✨️
like 💚💚💚💚
2020-09-27
1