Malam itu terpaksa Bang Enggano menyingkirkan aroma nasi dan bawang di rumah karena sejak tadi Hanin terus saja mual dan muntah. Dirinya cemas kalau memang benar Hanin tengah hamil muda.
"Kepalaku yang sakit tapi Hanin yang mual. Ada hubungannya atau tidak??" gumam Bang Enggano.
Masih terdengar suara Hanin yang muntah dan Bang Enggano kembali lagi ke kamar mandi. "Masih mual ya?"
Hanin mengangguk menahan rasa mual. "Tolong carikan halia Bang. Hanin benar-benar tidak kuat."
"Mau di apakan?? Abang nggak tau." kata Bang Enggano.
"Cari saja Bang..!!!!!" Hanin semakin tak karuan, Bang Enggano segera mencari jahe di dapur, ia segera mencucinya dan menyerahkan pada Hanin.
Tak menunggu lama Hanin segera mengunyahnya. Perlahan rasa mual itu mereda. Keringat mengucur dari kening Hanin.
Bang Enggano membuang nafas lega. Sepanjang perjalanan hidupnya, dirinya tidak pernah selemah ini menghadapi kenyataan. Rasa cemas, gelisah, takut bahkan nyaris putus asa bisa terjadi hanya karena seorang Hanin.
'Benarkah aku akan menjadi seorang ayah? Seceroboh itu kah aku? Hanin masih sangat belia."
Bang Enggano mengusap wajahnya meredakan gusar dalam dada.
'Seandainya memang benar Hanin hamil, tak masalah aku menanggung rasa sakit itu.. Allah Maha tau tentang hatiku dan bagaimana rasaku padanya. Jangan hanya karena aku ingin gelar seorang Ayah lantas aku menyakiti dirinya.'
...
Mama Harni, Papa Han dan Bang Enggano sedang makan malam bersama tanpa adanya Hanin. Suasana lumayan sepi hingga Mama membuka suara.
"Hanin jangan hamil dulu." kata Mama Harni.
"Ya kalau sudah ada cucu kita bagaimana Ma." jawab Papa Han.
"Mama tidak setuju."
"Mama setuju atau tidak itu urusan Mama. Kalau memang anak ku belum datang. Aku akan mengusahakan untuk pending punya anak tapi seandainya sudah datang, aku akan menjaganya." Bang Enggano masih datar saja menghadapi sang Mama.
"Gadis di bawah umur belum memiliki perangkat reproduksi yang baik. Resiko dari kehamilan itu sangat besar Gan." imbuh Mama Harni.
"So.. apa Mama ingin aku membuang bayiku sendiri?" Tanya Bang Enggano. Rasanya Bang Enggano kehilangan selera makan karena ucapan Mamanya.
"Mama juga tidak yakin Hanin bisa merawat bayinya."
"Itu sudah tugasku Ma. Tidak ada manusia yang bertumbuh tanpa proses. Ini ranah rumah tangga ku Ma, tolong jangan ikut campur..!!" sebenarnya dalam hati Bang Enggano juga sedih karena harus berkata kasar pada sang Mama tapi sebagai kepala keluarga, dirinya harus mampu mengarahkan ruma tangganya.
Paham akan sifat putranya, Mama memilih untuk diam.
"Aku mau suapi Hanin dulu..!!" pamit Bang Enggano.
"Mama sudah buat bubur kacang hijau untuk Hanin. Repot sekali harus momong mantu seperti ini." gerutu Mama Harni.
Bang Enggano sedikit membungkuk mengecup puncak kepala Mamanya. "Terima kasih Ma."
:
Hanya dari balik pintu Mama Harni mengintip Bang Enggano dan menantunya. Sedikit demi sedikit Hanin bisa menelan bubur kacang hijau buatan Mama.
"Kamu nggak kasih Hanin vitamin Ma?" tanya Papa mengagetkan Mama.
"Tidak usah ajari Mama. Semuanya sudah Mama campur di buburnya." jawab Mama dengan ketus. Mama pun melenggang pergi seakan tak peduli.
Di dalam kamar Bang Enggano menghirup aroma bubur tersebut. Sang Mama pasti telah mencampur vitamin pada bubur kacang hijau tersebut seperti apa yang sering di lakukan pada pasien Mama yang lain.
Sebagai anak dari seorang bidan senior tentu sedikit banyak dirinya paham tentang kesehatan meskipun secara otodidak.
"Ada apa Bang?" tanya Hanin.
"Nggak ada apa-apa. Tinggal satu sendok lagi. Ayo habiskan..!!"
***
Sesuai arahan Danyon kemarin, Bang Enggano mengajak Hanin ke rumah sakit guna pemeriksaan kesehatan.
Tidak ada satu hal pun yang di tutupi Bang Enggano dari semua senior dan Komandan. Dirinya tidak ingin di kemudian hari ada hal yang membuat pernikahan mereka bermasalah.
"Cewek lu usia berapa Gan?" Dokter Yusril yang menangani Hanin sampai terkejut melihat belianya istri Letnan Enggano.
"Sekitar tujuh belas tahun." bisik Bang Enggano menjawab jujur.
"Gila lu, masyarakat sipil saja si larang menikahi gadis di bawah umur, lu lagi tentara malah melanggar aturan."
"Hsstt.. pelankan suaramu pot. Cepat periksa Hanin..!!" pinta Bang Enggano.
Bang Yusril segera memeriksa seluruh kesehatan Hanin secara menyeluruh.
"Semua oke, sekarang kita beri suntikan lalu menunju ruang USG."
Bang Yusril mengambil sebuah jarum suntik. Hanin terlihat biasa saja sebab memang dirinya tidak pernah melihat benda kecil menyakitkan tersebut sebelumnya.
Bang Enggano yang paham reaksi yang akan terjadi langsung mendekap Hanin. "Pelan pot, mulai kemarin Hanin nggak enak badan." pesan Bang Enggano.
"Yooo.."
Tak lama ujung jarum tersebut menembus kulit halus Hanin.
"Aaaaaa.. sakiiiiit..!!!!!!" pekik Hanin sekuatnya kakinya meronta-ronta.
"Uusshh.. iya.. iyaa.. Maaf ya..!!" Bang Enggano mengusap lengan Hanin. "Sudah nih."
Tangis Hanin berhenti tapi tatapan mata dendam mengarah pada Bang Yusril yang tiba-tiba menyakitinya tanpa alasan yang jelas.
Bang Enggano tertawa saja melihat keributan kecil di rumah sakit tentara.
~
Kini Bang Yusril memantau perut Hanin dalam layar USG. Bang Enggano pun turut melihatnya juga.
"Waduuuhh.. ada hasil perbuatan mu nih Gan." kata Bang Yusril.
"Maksudmu??"
Bang Yusril mengarahkan alat USG di perut Hanin. Awalnya Hanin ingin berontak tapi saat "Lihat gerakan kecil itu dan coba dengar ini..!!"
dgg.. dgg.. dgg..
Hanin terdiam batinnya tergugah mendengar suara detak jantung. Segaris bening air matanya mengalir membasahi pipi.
Disaat yang sama, Bang Enggano menunduk memejamkan matanya. Ia menyandarkan keningnya di kening Hanin. Rasa haru pun menyelimuti hati Bang Enggano. Raganya diam namun hatinya menangis. "Abang titipkan dia padamu, tolong jaga dia. Abang sangat mengharapkan dia. Apapun akan Abang pertaruhan demi kalian berdua."
Hanin mengangguk, baru kali ini hatinya merasa tersentuh dan takjub. "Hanin akan menjaganya..!!"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Tavia Dewi
mantab bro
2023-11-21
1
Ita Mariyanti
👍👍👍👍👍👍👍 bang Gano 🥰🥰
2023-11-16
1
Iis Cah Solo
alhamdulilah sehat semuanya..😍😍😍
2023-10-26
2