Harus Bang Enggano akui, menuruti permintaan Hanin bukanlah hal yang mudah. Komunikasi yang masih semrawut membuat pembicaraan mereka kadang menggunakan lajur dua arah. Seperti saat ini akhirnya Bang Enggano mengerti keinginan Hanin.
"Sudah?" tanya Bang Enggano meskipun tubuhnya harus sedikit memaksa demi menyenangkan sang istri di malam pertamanya.
Hanin mengangguk, pipinya merah merona. Bang Enggano tersenyum kemudian bergeser dan membanting diri di samping Hanin.
***
Para senior dan rekan meledek Bang Enggano yang datang membawa istri dari tempat penugasan. "Enak sekali kau ya, di tempat tugas bisa k***n, kami dulu bawa pasukan.. Kedinginan, panggul ransel. Kau malah panggul istri." ledek Bang Novra.
"Jodoh saya dapat disana Bang." jawab Bang Enggano enteng sambil menghembuskan asap rokoknya.
"Ngomong-ngomong apa rasanya nikah sama perempuan primitif? Sudah coba kau colok belum?" senior Bang Enggano yang lain juga memang begitu penasaran dengan kehidupan baru Bang Enggano. "Eehh.. kemarin Abang lihat ajudanmu merapikan dang menghias rumdismu. Apa jangan-jangan benar istrimu belum kau apa-apakan??"
Bang Enggano tersenyum saja mendengar cuitan para seniornya. Hanya dirinya dan Tuhan saja yang tau betapa semalam tadi dirinya sembah sungkem dan bertekuk lutut menyelesaikan malamnya bersama Hanin. Ternyata sang istri begitu pintar saat dirinya mengajarinya meskipun masih sedikit malu-malu.
"Do.. kalau wajahnya lelah begitu tapi ada rona bahagia berarti sudah di jajal lah." kata Bang Novra.
Bang Enggano langsung berdiri dan memberikan penghormatan pada kedua seniornya. Ia tidak ingin ada orang lain yang berusaha masuk untuk mencari tau tentang rumah tangganya lebih dalam. "Ijin mendahului Bang. Saya masih ada pekerjaan..!!" pamit Bang Enggano.
:
Siang itu ada dua orang paruh baya masuk ke area asrama Batalyon.
"Mohon maaf Bapak dan Ibu mencari siapa?" tanya seorang petugas piket jaga.
"Baru ya Mas. Saya Handoko."
Petugas piket jaga tersebut menunduk untuk melihat ke dalam. "Siap salah komandan...!!"
"Putra saya sudah kembali dari penugasan khan?" tanya Pak Handoko.
"Siap.. sudah komandan. Silakan..!!"
:
"Papaa.. kenapa nggak bilang kalau mau kesini?" Bang Enggano menunduk menyalami kedua orang tuanya.
Mama Harni mengusap punggung putranya. "Mama sudah tidak sabar ingin mengajak kamu untuk segera melamar Meisya." kata Mama Harni dengan senyum sumringah.
Bang Enggano terdiam menatap wajah sang Mama. "Ada yang ingin ku bicarakan dengan Papa dan Mama..!!"
"Apa le?"
//
"Astagfirullah.. kamu sudah menikah?? Wanita dari mana yang kamu nikahi??" Papa sampai kaget mendengarnya, begitu juga sang Mama.
"Iya Pa, dia gadis yang kutemui saat kerja kemarin." jawab Bang Enggano.
"Oohh.. gadis pulau K ya. Nggak apa-apa, nggak buruk juga. Mama mau bertemu dengan istrimu..!!" pinta Mama Harni.
"Tolong jangan beri reaksi mengejutkan Ma..!!"
:
Mama Harni duduk bersandar melihat tampilan Hanin untuk pertama kali. Gadis yang jauh dari kata sopan dan terkesan liar. Mama Hanin melihat Bang Enggano selalu menuntut dan mengarahkan apapun yang harus di perbuat bahkan untuk hal sekecil apapun.
"Apa yang terjadi sampai kamu memilih gadis itu Gano????? Dia masih sangat remaja, usianya masih tujuh belas tahun dan tentara di larang menikahi gadis di bawah umur, itu pelanggaran." kata Mama Harni. "Dia tidak bisa apa-apa Gano, apa kamu akan mempertaruhkan seluruh hidupmu demi gadis tidak berpendidikan???? Apa kamu di guna-guna Gano???"
"Jangan bicara begitu Ma. Aku cinta sama Hanin."
"Cinta tidak membuatmu kenyang Gano. Mama menjodohkan kamu dengan Meisya yang jelas pendidikannya tinggi. Dia tidak akan mempermalukan kamu..!!" ucap Mama Harni.
"Aku sedang berjuang untuk membuatnya layak dan pantas bersanding denganku Ma. Semua manusia itu sama di mata Tuhan tak terkecuali Hanin. Lantas apa karena Hanin kurang pintar lalu kita harus membuangnya seperti sampah?? Hanin juga punya perasaan Ma." kata Bang Enggano.
Hanin terus menunduk tanpa kata. Papa Handoko terus menatap gadis yang menjadi pilihan putranya. Sebagai seorang pria agaknya beliau dapat mengimbangi jalan pikir putranya. Maka soal hati memang semuanya tidak bisa di paksakan.
"Ma, sebaiknya kita jangan terlalu keras. Gano pasti sudah memikirkan baik dan buruknya. Kita juga tidak tau bagaimana situasi saat itu, yang menjadi alasan Gano memilih Hanin." bujuk Papa Han.
"Saya akui Hanin kurang pintar Ma, tapi dengan minimnya pendidikan Hanin, dia tidak akan mungkin tau kerasnya dunia luar."
"Tidak Gano. Mama tidak bisa menerima Hanin. Batalkan pernikahan kalian..!!" pinta sang Mama.
"Maaa.. pernikahan sudah terjadi dan aku tidak mungkin membatalkannya. Pernikahan bukan mainan Ma."
"Kamu pilih Mama atau dia??? Kalau kamu pilih dia lebih baik Mama mati Gano..!!!" ancam Mama.
Hati Hanin sungguh terpukul. Rasa traumanya akan penolakan tiba-tiba saja muncul. Hanin menjadi sangat ketakutan.
"Hanin pergi.. Hanin tidak akan menggangu disini..!!" Hanin beranjak dari duduknya dan Bang Enggano segera mencegahnya.
"Tenang dulu dek. Abang sedang mengusahakan yang terbaik untuk kita berdua." bujuk Bang Enggano.
Hanin tak mau mendengar dan ia tetap melangkah pergi.
"Abang ini suamimu Hanin.. menurutlah apa kata Abang..!!" kata Bang Enggano. "Masuk ke kamar, nanti Abang menyusul..!!"
Setelah mendengar kata tersebut Hanin langsung berlari masuk ke kamarnya.
Papa Han tersenyum melihat menantunya yang begitu penurut dan Mama Harni hanya sekedar melirik dari ekor matanya.
Mama Harni menitikkan air mata. "Kamu anak tunggal Mama le, anak Mama satu-satunya, anak semata wayang. Mama ingin kamu menikah dengan gadis yang tepat, bukan orang hutan macam Hanin. Kemarin kamu memilih janda, setelah Mama dengar kamu membatalkan pertunangan.. hati Mama sangat senang, tapi yang ini lebih parah Gano."
Bang Enggano bersimpuh di kaki sang Mama lalu menunduk memohon restu. "Tolong jangan bilang seperti itu Ma.. Anakmu ini sudah tergila-gila dengan gadis itu."
Mama tak menjawabnya, beliau membuang pandangan.
"Jika Mama katakan, lebih baik Mama mati jika aku memilihnya.. Mama pun bisa kehilangan anakmu ini, aku sudah menyentuhnya Ma. Siksa akhirat lebih kejam dari siksa dunia. Tuhan menuntut tanggung jawabku sebagai suami."
Mama melepaskan genggaman tangan putranya. Sungguh baru kali ini sang putra menentang ucapannya demi seorang gadis tidak berpendidikan dan urakan seperti Hanin.
"Berarti kamu memilih dia dan membuang Mama dari hidupmu?" tanya Mama.
"Aku tidak mengatakan begitu. Tapi setelah ijab qobul terjadi. Jelas aku wajib memilih Hanin dalam hidupku Ma." jawab Bang Enggano.
Mama berdiri dan menenteng tasnya. Beliau membawa kesedihannya sendiri dan berjalan menuju pintu. Hatinya semakin sedih saat harapan agar putranya mencegah langkahnya namun tidak ada satu kata pun terucap dari bibirnya.
"Kamu sungguh tidak menginginkan Mama.. Gano??"
"Hidup adalah pilihan Ma, dan Mama lebih memilih pergi. Selamanya Mama akan tetap ada di hati ku tapi Hanin separuh nyawaku. Mama membunuhku jika memintanya pergi..!!" ucap Bang Enggano berusaha tegas menetralkan situasi.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Een Bunda Al-fatih
wuiiiihhh bang ganoooo AQ padamuuu.gkbdipungkiri berkat didikan mamanya juga bang gano bisa bersikap seperti itu,kedua belah pihak hanya butuh bersabar,menerima dengan tangan terbuka,in sya Allah dipermudah jalannya
2023-11-22
2
Tavia Dewi
bagus,,,,synk y anak ke ortu emang benar tapi bercerai ma istri karena mama kandung itu bisa di laknat ma Allah
2023-11-21
1
Jasreena
emang mama n papa Hani g tau tdnya kan Enggano tunangan nya Irene...
2023-11-20
1