Ayah Untuk Safira
"Ar, aku minta kali ini aja temeni Fira. Dia akan ikut lomba di sekolah, dan dia butuh kehadiranmu untuk menyemangatinya". Wanita itu menatap penuh permohonan pada lelaki yang bernama Arya. Matanya tampak sendu dan penuh pengharapan.
"Aku udah bilang berapa kali ke kamu, Sa. Aku gak bisa. Aku ada keperluan di minggu depan". Kalimatnya terdengar penuh penekanan dengan sedikit emosional.
Risa, wanita yang masih terus menatapnya dengan harap. "Selama lima tahun kita berpisah, aku gak pernah memohon sama kamu, Ar. Tapi kali ini aja, plis. Sekali ini aja, Ar dateng ke acara Fira. Aku tau kamu juga punya keluarga, tapi Fira tetep anakmu. Darah dagingmu yang butuh perhatian dan kasih sayangmu". Kali ini Risa sudah kehabisan cara untuk membujuk mantan suaminya demi kebahagiaan putri semata wayangnya.
Dia tidak pernah meminta apapun pada mantan suaminya itu. Bahkan nafkah yang memang sudah menjadi kewajiban untuk buah hati mereka juga tak pernah dituntutnya. Hanya karena dia masih menghargai keluarga baru Arya. Dia hanya bisa mempertemukan putrinya dengan Ayah kandungnya setahun sekali. Hanya agar anaknya dapat mengingat wajah Ayah biologisnya.
Enam tahun yang lalu, Risa dan Arya adalah sepasang suami istri yang selalu tampak harmonis dan bahagia. Walau di usia kedua pernikahan mereka dan belum mendapat momongan, mereka tetap kompak dan selalu penuh keharmonisan. Suatu ketika, sepupu Risa menceritakan bahwa dia melihat suami Risa, Arya tengah bergandengan mesra dengan seorang wanita yang tengah hamil tua. Mereka tampak bahagia menanti kelahiran dengan memilih perlengkapan bayi. Saat itu Santi yang merupakan sepupu Risa, diam - diam mengumpulkan informasi tentang kedekatan Arya dengan wanita yang tengah hamil tua itu. Mulai dari status hubungan mereka sampai dimana mereka tinggal. Setelah mengumpulkan semua bukti barulah Santi memberanikan diri memberitahukan pada Risa tentang kebenaran suaminya itu.
"Sa, kamu baik - baik aja ? Kayaknya kamu agak lesu gitu". Santi yang baru datang ke rumah sepupunya itu mendapati Risa dengan wajah pucat dan tampak lemas.
"Aku baik - baik aja, San. O iya, tumben kami kesini ? Tantemu lagi gak dirumah. Lagi ada pertemuan di sekolah Zein. Kalo Manda jelas masih di sekolah". Risa menampilkan senyum terindahnya walau terkesan dipaksa.
Santi menghela nafas berat. "Ada yang mau aku omongin denganmu. Sebenernya udah lama aku cari informasi ini secara diam - diam, karna untuk menunjukkan suatu kebohongan perlu bukti yang kuat". Santi menjeda kalimatnya untuk mengatur nafas. "Sa, kamu liat semua ini baik - baik. Aku gak mau kamu tersakiti. Walau aku belum nikah, tapi aku tau pasti rasa sakitnya seperti apa".
"Kamu ngomong apa sih, San. Ngelindur kamu, ya?". Risa terkikik mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulut sepupunya itu.
"Kamu liat aja ini, Sa. Siapin mentalmu, ya". Santi menyodorkan ponselnya yang telah menampilkan beberapa video.
Risa menatap layar pada ponsel tersebut. Tangan meraih ponsel Santi dan mulai memperhatikan setiap video yang terpampang disana. Tangannya mulai bergetar. Bibirnya mulai mengatup. Matanya mulai berembun seiring terusnya berputar video tersebut. Tubuh Risa mulai bergetar. Sesak. Mungkin hanya itu yang dirasakannya.
Padahal dia sudah mempersiapkan kejutan pada suaminya. Harapan yang selama ini mereka nantikan. Ya. Risa tengah mengandung anak Arya. Buah hati yang selama dua tahun ini mereka dambakan kini mulai bersemi dirahim Risa. Rasa bahagia yang telah menyelimutinya seakan berubah menyiksanya. Dan hal itulah awal mula perpisahan mereka. Walau tengah mengandung anaknya, Arya tetap tak mau mempertahankan hubungan mereka dan malah memilih dengan istri barunya. Begitu juga dengan Risa yang tak terima dengan pengkhianatan sang suami.
"Risa..."
Lamunannya buyar saat namanya disebut. Perempuan paruh baya yang masih tampak anggun dengan wajah yang mulai menampakkan garis wajah itu menghampiri mereka.
"Ngapain kamu kesini ? Enam taun berpisah masih belum berpaling dari Arya ?" Senyum sinis penuh kebencian terbit di wajahnya.
"Maaf, Ma. Risa ada sedikit keperluan dengan Arya". Sopan dan lembut Risa membalas ucapan sinis wanita tersebut. Wanita yang pernah menjadi mertuanya. Ya, itu adalah Ria, Mama Arya.
"Halah. Banyak alesan kamu. Arya sudah punya keluarga. Jangan kamu usik lagi kebahagian anak saya", sambung Ria dengan amarah yang semakin menjadi. "Kalo aja kamu gak mandul, mungkin kalian masih bersama dan saya bisa merasakan menimang cucu".
Risa menatap Arya dengan penuh penyesalan. Selama ini Arya selalu melarangnya untuk menceritakan tentang anak mereka pada keluarganya. Dia tetap membiarkan keluarganya menganggap Risa sebagai perempuan mandul yang pantas ditinggalkan.
Di awal kelahiran Safira, putri mereka, Arya masih sering datang melihat dan memberi tanggung jawab yang seharusnya. Walau status mereka telah redmi bercerai. Namun bergantinya tahun, Arya tidak pernah lagi datang dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang Ayah. Sampai dia harus membesarkan dan menafkahi anaknya seorang diri. Putri mereka pun hanya bisa mengenali wajah sang Ayah tanpa pernah mendapat kasih sayang darinya.
"Sa... Mending kamu pulang. Aku gak mau Rani salah paham dengan ini semua". Arya memalingkan wajahnya sebagai isyarat agar Risa segera pergi. Dia juga tidak ingin Mamanya semakin menghinanya.
Risa pergi tanpa berkata. Hanya menunduk sebagai tanda penghormatan pada keduanya.
Selepas kepergian Risa, Arya kembali masuk ke rumah. Dia tidak ingin mendengar apapun dari Mamanya.
"Mau apa dia nemui kamu ? Mau minta balikan ? Mau morotin kamu ? Dasar perempuan murahan. Masih aja ganggu hidup kamu". Cercanya dengan langkah tergopoh mengejar sang anak. "Arya... Mama ngomong sama kamu". Suaranya setengah berteriak saat Arya tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Hahh". Helaan nafas berat keluar dari mulut Arya. Dia mengusap kasar wajahnya. "Ma, udah dong jangan bahas lagi. Aku gak mau Rani sampek tau. Jadi, plis. Lupakan yang tadi". Wajah tertekan Arya menghadapi Mamanya tak dapat ditutupinya. Jika boleh jujur, dia ingin memutar kembali waktu agar tak menyakiti Risa dengan mengikuti kemauan Mamanya untuk menikah lagi.
"Makanya kamu itu nurut kalo Mama bilangi". Nafasnya masih tersengal karna sedikit emosi melihat tingkah anaknya. "Mama udah bilang, kamu ancam aja dia biar jangan.."
"Ada apa sih, kok ribut-ribut?" Suara Rani yang muncul dari dapur menghentikan kalimat Ria. Buru-buru dia mengatur nafas dan wajahnya agar menantunya tak curiga.
"Eh, Rani. Ini... Anu.." Ria masih berpikir mencari alasan agar menantunya itu tak curiga. "Emmm... Ini si Arya. Udah mama bilang berkali-kali kalo ada pengemis jangan sering - sering dikasih. Nanti jadi kebiasaan".
"Ya, gak papa sih Ma. Kan sedekah". Sahutnya menenangkan hati sang mertua. Dia mengulas senyum sambil mengelus pundak mertuanya. "Mama gak usah sampek marah - marah gitu ke Mas Arya. Selagi kita masih punya kelebihan, gadak salahnya kan kita berbagi".
Wanita cantik dengan rambut lurus panjang itu merangkul ibu mertuanya. Kulitnya putih kontras dengan wajahnya yang selalu tampak cerah dengan riasan diwajahnya menengahi perdebatan ibu dan anak tersebut. Rani terlahir dari keluarga yang cukup berada. Ayahnya adalah pengusaha kelapa sawit yang cukup terkenal didaerahnya. Mungkin itu juga yang menjadikan Ria sangat menginginkan Rani menjadi menantunya. Berbeda dengan Risa yang hanya anak seorang buruh pabrik. Namun jika dibandingkan dengan Rani, Risa jauh lebih cantik. Jika dia melakukan perawatan. Kulit Risa yang berwarna sawo matang dengan wajah bak bayi selalu tampil menggemaskan. Mata berwarna coklat dengan bulu mata yang melengkung indah alami semakin menambah kecantikannya. Namun, dimata mertuanya itu tak berarti karena keluarganya dari kaum menengah kebawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Dewi Sartika
lanjut
2023-11-14
0
re
Mulai
2023-10-30
0