PoV Author
Dirumah Risa. Dia masih setia dengan kasurnya. Matanya masih tertutup rapat. Deru nafasnya masih terlihat teratur. Hingga suara kumandang adzan, menandakan waktu zuhur terdengar. Mata Risa perlahan mulai terbuka. Dia merentangkan tangannya untuk meregangkan persendiannya. Tubuhnya mulai membaik. Kepalanya sudah tak pusing lagi.
Risa segera bergegas melaksanakan ibadah siangnya sebelum rasa kantuk menyerangnya. Dia berlalu ke kamar mandi yang berada di dekat dapur. Di lihat sekilas meja dapur. Ada totebag yang dibawa Safira sepulang sekolah tadi. Katanya pemberian Rendy. Risa mengukir senyuman melihat tas tersebut. Lalu dia segera masuk kamar mandi untuk berwudhu.
Setelah selesai sholat, Risa kembali ke dapur. Dikeluarkannya isi totebag tersebut. Rantang tahan panas dan termos stanles ukuran sedang. Dibukanya satu persatu. Rantang berisi bubur sumsum yang masih hangat dan termos yang beraroma jahe dan kayu manis. Sangat kentara di penciuman Risa yang penyuka rempah - rempah.
"Wedang jahe", gumamnya pelan saat uang minuman tersebut sampai ke penciumannya.
Lalu dia menemukan secarik kertas di dalam totebag itu.
'Semoga lekas sehat. Dari Mama Mertuamu'
dengan emoticon love dan senyuman.
Mata Risa membelalak membaca memo tersebut. Sedetik kemudian dia terkikik geli. Lalu dia menuju rak piring. Mengambil mangkuk dan gelas serta sendok pastinya. Dituangnya wedang jahe ke gelas. Lalu menyendok bubur sumsum ke mangkok. Risa menikmati pemberian 'Mama Mertua' nya itu sambil terus tersenyum. Hatinya bagai taman bunga di musim semi.
Setelah selesai menikmati bubur dan wedang jahenya, Risa sibuk dengan ponselnya. Badan telah pulih seutuhnya setelah puas tidur. Dan tentu saja karena pemberian 'Mama Mertua'.
[Sampaikan terima kasihku ke Mamamu. Aku suka wedang jahenya.]
Risa mengirimkan pesan pada Rendy. Ingin menyampaikan langsung, ada rasa sungkan. Dia tak ingin terlalu GeEr dengan apa yang diperbuat keluarga Rendy. Dia selalu mengingat statusnya yang 'janda' agar tak terlarut dalam kebahagiaan yang diberikan Rendy.
Notifikasi panggilan masuk pada ponsel Risa berbunyi. Dilirik sekilas nama yang tertera pada layar ponselnya.
"Manda ?". Alisnya bertaut membaca nama si pemanggil. Dia lalu meraih ponselnya untuk segera menjawab panggilan tersebut.
"Hal... "
"Kak, tolong aku. Kayaknya ada yang ngikutin aku. Bentar lagi aku masuk jalan sepi deket kampung. Abang aku telpon gak ada jawaban. Cepetan".
"Halo, Man. Manda. Iiiis... "
Risa langsung panik mendengar penjelasan Manda. Dia segera menelpon Zein sambil melangkah keluar rumah dan mengunci pintu rumah. Risa terus berjalan menuju lokasi yang dimaksud Manda sambil terus menelpon Zein.
"Angkat Zein... ", gumamnya penuh kecemasan.
Dia kemudian mengirimkan pesan berisi tempat yang dimaksud oleh Manda. Jalannya sedikit tergesa. Dia tak mau terjadi sesuatu pada adiknya karena keterlambatannya.
*****
PoV Rendy
Disinila kami sekarang. Kantor polisi setempat. Setelah mendapat pesan dari Risa, aku tanpa pikir panjang langsung menuju tempat tujuan. Tentu saja aku juga mengajak serta Zein karena saat ingin menuju lokasi, ku lihat Zein masih sibuk di bengkel.
Saat tiba dilokasi yang dimaksud Risa aku semakin terkejut. Ada tiga pria yang tengah mengeroyok dia dan Manda. Namun, secepat kilat Risa langsung melumpuhkan kedua pria yang menghadangnya itu. Dia menangkis, memukul dan menendan dua pria yang tubuhnya lebih besar darinya. Aku dan Zein membereskan sisanya yang menghalau Manda. Aku lalu menghubungi salah satu kenalanku di kantor polisi setempat, untuk segera mengamankan lokasi.
Beruntung, saat itu Manda terus mengaktifkan rekaman video pada ponselnya. Sehingga memudahkanku untuk membereskan masalah tersebut. Kini aku dengan barang bukti dari rekaman video Manda sedang menunggu hasil dari pihak kepolisian.
Ketiga pria itu dinyatakan bersalah. Karena telah terbukti melakukan kekerasan dan pelecehan secara verbal pada Manda dan Risa. Tentu saja yang dilakukan Risa pada dua pria yang berhasil dilumpuhkannya adalah bentuk bela diri karena dua pria itu telah memukul dan melukai lengan Risa dengan pisau.
Risa masih berada di klinik polsek karena masih perlu penanganan. Lukanya cukup dalam sehingga harus mendapatkan jahitan pada lengan kirinya. Sementara Manda tengah dimintai kesaksian oleh salah satu petugas mengenai kronologi sebenarnya. Manda hanya mengalami lebam pada pipi kiri dan sedikit luka pada sudut bibirnya akibat mendapat tamparan.
Modus kekerasan tersebut awalnya hanya iseng. Salah seorang pria yang mengaku menyukai Manda kesal karena tak mendapat respon dari Manda. Dua temannya memberi usul untuk mengerjainya. Namun, setan merasuki ketiganya ketika ada kesempatan sehingga peristiwa naas tersebut terjadi pada Manda.
"Begitu, Pak ceritanya. Saya dan Kakak saya hanya membela diri". Ucap Manda sambil meringis menahan sakit pada bagian pipinya
"Baiklah. Terima kasih atas keterangan saudara. Kami akan segera memproses laporan kejadian ini". Ucap petugas tersebut mengakhiri sesi introgasinya.
Ketiga pria itu akhirnya mendapatkan hukuman setimpal akibat perbuatannya. Lima tahun penjara karena pasal tindak kekerasan.
Manda berjalan keluar kantor polisi dengan dipapah Zein. Aku masih harus ke klinik melihat kondisi Risa. Aku tak bisa membayangkan jika Risa tak menguasai bela diri, mungkin dirinya akan mendapat luka yang cukup fatal. Mengingat situasi dan kondisi yang mendukung tindakan ketiganya.
Saat memasuki ruangan tempat Risa dirawat, perawat jaga sedang membalut lengan Risa dengan perban. Lebar lukanya mungkin sekitar lima sampai sepuluh centi. Namun cukup dalam sehingga harus mendapatkan beberapa jahitan.
"Bagaimana lukanya, sus ?", Tanyaku pada suster yang telah membereskan peralatan medisnya.
"Perdarahannya sudah berhenti. Dan lukanya juga sudah diatasi. Dokter sedang membuatkan resep obat untuk diminum. Untuk lukanya, diusahakan jangan basah dulu agar proses penyembuhan bisa cepat dan optimal. Tiga hari lagi boleh datang kesini atau ke klinik terdekat untuk ganti perban dan melihat perkembangan lukanya". Perawat itu menjelaskan dengan sangat rinci dan mudah dimengerti. Kulirik Risa yang memperhatikan lengannya yang dibalut perban. Tak ada wajah kesakitan yang terlihat.
"Trima kasih atas penjelasan dan penangannya, sus. Kalo begitu kami permisi dulu", ucapku sopan sambil mengangguk pada perawat tersebut.
Ku raih lengan kanan Risa untuk membantunya turun dari tempat tidur. Wajahnya tampak kesal. Entahlah. Sepertinya dia akan meluapkan emosinya setelah keluar dari sini.
"Oh, iya Pak. Ini resep yang harus ditebus". Perawat tadi menyodorkan selembar kertas berisi tulisan yang menurutku abstrak. "Silakan tebus obatnya disitu". Dia menunjuk apotik yang berada tepat disebelah ruang rawatan ini.
"Trima kasih, Sus. Kami permisi dulu".
Ku antar Risa ke tempat adik - adiknya duduk. Setelahnya aku pergi menebus resep obat untuknya. Setelah menunggu beberapa saat, obat Risa sudah siap dan aku segera mengajak mereka untuk pulang.
Aku mencoba fokus mengendarai mobil. Motor Manda telah dibawa oleh teman Zein saat kami menghubungi pihak polisi. Saat itu aku hanya ingin memberi efek jera pada pelaku. Dan tentu saja agar hal serupa tak menimpa Manda lagi.
"Makanya kamu jadi orang jangan terlalu judes. Sesekali respon kek sikap orang yang mau kenal kamu. Kalo gak suka bilang baik - baik. Aku tau banget sikap kamu gimana ?",
Padahal aku sudah mewanti - wanti Risa untuk tidak membahas ini dulu pada Manda. Adiknya itu mengkin sedang mengalami trauma.
"Aku, tuh gak bisa pura - pura. Kalo gak suka ya gak suka. Gak mungkin aku pura - pura baik sama orang, biar orang baik sama aku". Jawaban Manda terdengar penuh emosi.
"Itu yang harus kamu ubah. Laki - laki itu bisa berbuat nekat kalo dikasari. Lembut menurut kamu belum tentu lembut menurut orang lain. Untung aja aku cepet dateng. Kalo enggak ...?", Risa menjeda kalimatnya. Dia membuang nafas kasar menahan emosi. Berkali - kali kulhat dia mengatus nafasnya.
Manda membuang pandangannya keluar jendelan. Zein yang duduk disebelahnya hanya diam memandangi kakak dan adiknya. Mungkin dia sama sepertiku. Ingin berkata tapi takut salah. Karena yang tengah berdebat adalah kaum maha benar. Ya. Wanita.
Aku melirik Risa yang masih dengan wajah kesalnya. Emosinya sudah menurun. Hanya saja aura menyerangnya masih siaga. Kapanpun dan siapapun bisa terkena serangannya.
"Jadikan ini pelajaran, Nda. Jangan diulang lagi". Zein mulai bersuara. Kulirik sekilas dari kaca mobil. Dia menatap lekat pada adiknya. Tangannya mulai menepuk - nepuk pundak Manda. "Laki - laki itu cuma perlu dihargai. Kalo mereka ingin deket dengan kamu, kamu terima. Tapi, ya kamu juga harus pintar menjaga jarak dengan mereka. Kalo memang merasa gak nyaman, diomongin baik - baik. Kamu bukan anak kecil lagi. Harusnya pemikiran kamu bisa lebih luas dan lebih memikirkan perasaan orang lain. Kamu harus pikirin setiap yang kamu perbuat, kedepannya akan berimbas apa untukmu. Kalo baik, ya kamu lakukan. Kamu liat, kan ? Perbuatan kamu yang hanya mikirin egomu sendiri saat itu, imbasnya seperti apa sekarang ?". Ucapan Zein sangat tegas. Kalimatnya keluar dengan sangat hati - hati. Disaat seperti ini, dia terlihat lebih dewasa menyikapi kejadian ini ketimbang Risa. Dia bisa menekan emosinya sehingga dia bisa merangkul adiknya.
"Maafin sikap Manda, bang. Kak Risa. Maafin Manda". Suara Manda terdengar parau. Sepertinya dia tulus mengucapkannya. Kata - kata Zein mampu mengetuk hati Manda yang masih labil.
Aku sedikit lega karena suasana telah sedikit mencair. Ku lihat Risa mengalihkan pandangannya ke jendela. Dari pantulan kaca, tampak mata Risa berembun. Beberapa kali dia mengedipkan matanya agar bulir bening itu tak lolos ke pipinya. Aku hanya bisa tersenyum melihat sikap Risa. Selalu memperlihatkan ketegarannya dihadapan banyak orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Susi Nora Cerahwati Silitonga
smngt up nya thor🥰🥰
2023-10-12
1