POV Author
Risa sudah berada di taman kanak - kanak. Tempat Safira bersekolah. Suasana sangat ramai, di penuhi dengan murid - murid, guru, serta beberapa orang tua murid disana. Risa mencari - cari keberadaan Safira di setiap kerumunan. Matanya awas memperhatikan setiap murid yang ada.
"Bundaa... "
Risa masih celingukan mencari sumber suara yang di dengarnya.
"Bunda... " Safira menarik tangan Risa yang masih belum sadar akan kehadiran Safira.
"Sayang... Maaf, ya Bunda gak liat". Dia merunduk lalu mengecup kening putrinya. "Lombanya belum mulai, nak ?"
"Udah, Bun. Cuma belum giliran Fia. Kita ke sana yuk, Bun. Fia lombanya disana". Safira menarik tangan ibunya dan berjalan menuju tempat perlombaan diadakan.
"Kita disini dulu ya, Bun. Kayaknya sebentar lagi giliran Fia".
Mereka berada di dekat peserta yang sedang menunggu. Rata - rata murid yang mengikuti lomba membawa kedua orang tuanya. Risa menatap Safira yang terus memandangi murid - murid lain. Wajahnya di paksa senyum menatap setiap kebersamaan temannya dengan orang tuanya. Risa tahu, Safira pasti sangat iri dengan teman - temannya. Dia mulai mengeratkan pegangannya pada jemari putrinya
Safira mendongak menatap ibunya. "Fia baik - baik aja, Bunda. Selama masih ada Bunda disini Fia, Fia akan selalu bahagia". Matanya berbinar menatap sang Ibu. Dia mulai terbiasa tanpa sosok sang Ayah. Hingga menjadi terbiasa dengan situasi yang dihadapinya sekarang.
"Safiraaa... "
Keduanya menoleh ke gadis kecil yang di kuncir kuda. Rambutnya lebih pendek dari safira. Dengan poni selamat datang yang menutupi keningnya.
"Hai, Aqilah". Sapa Safira saat dihampiri gadis yang memanggilnya
"Ini Mama kamu ? Wajahnya kayak kakak - kakak ya". Ucap gadis yang bernama Aqilah saat pertama kali melihat Risa. "Tante cantik banget, imut lagi". Senyumnya mengembang mengagumi kecantikan Risa.
"Trima kasih, sayang. Aqilah juga cantik". Balas Risa sambil menjawil pipi teman putrinya.
"Makasih tante". Matanya tak lepas menatap Risa. "Oh iya". Dia menoleh ke belakang seperti sedang mencari. "Mama... Papa... Sini." Aqilah melambaikan tangannya.
Risa mengamati arah pandangan Aqilah. Senyumnya memudar kala mendapati sosok wajah yang sangat dikenalinya. Jantung sedikit berdebar. Pikirannya mulai berkecamuk. Ditatapnya wajah putrinya yang juga melihat kearah yang sama. Wajahnya tampak datar. Tak ada keterkejutan yang tampak. Tak ada senyum atau kesedihan. Risa mengkhawatirkan perasaan putrinya. Risa mulai mendekap putrinya.
"Mama. Papa. Kenalin ini temen Aqilah. Itu Mamanya". Aqilah menunjuk kami satu per satu kepada kedua orang tuanya. "Mamanya Safira cantik kan, Ma, Pa ?" Dia begitu antusias memperkenalkan mereka.
Keduanya tampak terkejut. Mama Aqilah terkejut karena dia selalu membeli kue di toko Risa. Sementara Papa Aqilah terkejut karena dua orang di depannya adalah Anak dan mantan istrinya. Ya, Papa Aqilah adalah Arya, yang juga Ayah Safira.
"Mbak Risa ?"
Risa tersenyum sambil mengangguk saat Rani menyapanya.
"Ini anak mbak Risa ?". Rani membelai pipi Safira lembut. "Atau adiknya mbak Risa ?"
Mata Risa membulat seketika lalu dengan cepat menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Safira anak saya, mbak Rani. Adik saya udah pada tamat SMA".
"Aduh, mbak Risa. Saya pikir mbak Risa itu masih gadis, loh. Ternyata udah berkeluarga". Tangan Rani mengibas di udara sambil tersenyum.
"Bunda, nama Fia udah di panggil. Fia ke situ dulu, ya". Safira menunjuk area pertandingan lomba lari. "Bunda doain Fia biar menang, ya".
Risa menunduk lalu membelai pipi putrinya. "Pasti Bunda doain yang terbaik buat Fira. Kalah menang urusan belakang. Yang penting Fira udah berusaha semaksimal yang Fira bisa". Dikecupnya kening putrinya itu. Ada kekhawatiran di hati Risa karena Safira terlihat sedikit pucat.
Saat ini suasana hati dan pikiran Safira sangat kacau. Dia sedih melihat Ayahnya dengan keluarga barunya bahkan Ayahnya sama sekali tak menyapanya. Mereka seperti tak saling kenal. Fokus Safira seakan hilang. Langkahnya sedikit gontai saat menuju area pertandingan. Tatapannya terlihat kosong. Beberapa kali Safira tampak mengatur nafasnya dan mengalihkan pandangannya menatap awan. Dia tengah melawan air matanya yang ingin meluncur ke pipinya.
"Semangat Safira... "
"Sa.. Fi.. Ra.. Sa.. Fi.. Ra.. "
Suara teriakan layaknya pemandu sorak terdengar menyebut nama Safira. Safira yang langsung menangkap sumber suara itu seakan mendapatkan energi baru. Wajahnya berubah ceria dan senyum dibibir terus berkembang. Dia berlompat kecil kegirangan saat melihat pemilik suara yang menyemangatinya. Rendy, Erik dan Aldi berada di antara kerumunan penonton. Mereka membawa pompom di masing - masing tangan, mirip cheerleader.
"Ayo, Fira... Semangat. Fokus garis finish". Teriak Rendy menyemangatinya.
Safira hanya menganggukkan kepalanya. Dia harus bisa lebih dulu mencapai garis finish untuk membuat bangga orang - orang yang tengah menyemangatinya. Terutama sang Bunda. Safira menatap Risa dengan wajah penuh semangat.
Panitia memberi aba - aba agar peserta yang terdiri dari lima orang termasuk Safira dan Aqilah bersiap untuk berlari. Saat peluit ditiup, para peserta berlari sekencang mungkin untuk mencapai garis finish.
"Yeeee..."
Seru kemenangan dari para penonton menyudahi perlombaan di season tersebut. Dengan hasil, Safira lolos ke babak selanjutnya masuk ke semi final.
Rendy menghampiri Safira yang berada di dekat Ibunya dan langsung menggendongnya ke dalam pelukan. "Yeee... You did it, girl".
Safira mengurai pelukan mereka. "Ini semua berkat Papa. Kalo aja tadi Papa gak dateng, pasti Fia kalah karna penyemangat Fia gak ada".
Erik dan Aldi saling pandang. Wajah mereka mengisyaratkan pertanyaan 'sejak kapan menjadi Papanya Safira'. Namun pertanyaan itu urung di utarakan karena situasi yang tak memungkinkan.
"Lu kalah cepet, Al. Rendy pedekate nya ke anak dulu", bisik Erik pada Aldi yang merupakan saingan Rendy.
"Aaa... Brisik, lu".
"Kan masih ada Bunda. Harusnya Fira lebih semangat lagi demi Bunda". Rendy mencubit gemas hidung Safira. Jemarinya mengusap lembut keringat yang membanjiri wajah gadis kecil itu.
"Tapi kan masih kurang lengkap kalo gak ada Papa". Rajuknya. Bibirnya mengerucut.
"Ehem... Jadi kehadiran Om Aldi dan Om Erik gak ada artinya dong". Aldi mulai bersuara. Dia melirik Safira seolah tidak terima karena hanya Rendy yang diberi pujian.
"Heheee... Gak gitu Om. Makasih ya Om Aldi, Om Erik karna udah mau luangin waktu buat dateng ke perlombaan Fia. Semangat Fia jadi fuuuuull luber". Kedua tangannya merentang menunjukkan seberapa besar yang di maksudnya.
"Fira minum dulu ya, sayang. Lima belas menit lagi Fira udah mulai lomba lagi". Risa menyodorkan botol air mineral pada putrinya. Safira langsung menenggak air tersebut secara perlahan.
Segala gerak gerik Safira tak luput dari pandangan Arya. Dia juga seolah penasaran dengan apa yang di dengarnya. Baru beberapa hari lalu Risa datang memohon padanya agar dia mau menghadiri acara Safira agar dia bersemangat. Namun sekarang, yang dilihatnya adalah, anaknya sama sekali tak menyapanya bahkan memanggil laki - laki lain dengan sebutan Papa.
"Kita harus cari tempat duduk, nih. Pegel berdiri terus". Keluh Erik sambil celingukan mencari tempat. "Nah, deket taman itu aja. Kalo ada panggilan lomba dimulai kita tetep bisa denger, kan".
Erik menunjukkan kursi yang berada di depan salah satu ruang kelas disana. Jaraknya cukup terjangkau jika nanti Safira harus kembali ke arena perlombaan. Mereka semua menuju tempat itu untuk istirahat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Suyadi Yadi
baru baca udah suka dengan ceritanya 🙏🙏
2023-10-30
0