"Bundaaa..." Teriakan anak perempuan dari dalam rumah mampu mengubah wajah lusuh wanita mungil yang baru saja memasuki pelataran rumah.
Senyum terpancar diwajahnya kala sang putri menyambutnya dengan riang. "Assalamualaikum anak Bunda". Tubuhnya merunduk dan tangannya merentang lebar menyambut kedatangan putrinya yang langsung merengkuhnya.
"Waalaikumsalam, Bunda. Bunda jadi ketemu sama Ayah ?". Wajahnya tampak berbinar menanti jawaban dari sang ibu. Risa semakin tak tega menjelaskan yang sesungguhnya pada putri semata wayangnya itu. Betapa harus menderitanya dia di masa kecil tanpa kasih sayang dari seorang Ayah.
Risa mulai mengatur nafasnya sambil mengulas senyuman. "Fira sayang... Fira tau kan gimana sibuknya Ayah. Fira..."
"Fia tau, Bunda. Fia udah paham sekarang". Sambungnya cepat kala sang ibu ingin menjelaskan. Senyum yang dipaksakan putrinya itu semakin menambah sesak di dada Risa. Putri kecilnya terpaksa harus bersikap dewasa dengan keadaan yang tengah menimpa mereka.
Di peluknya erat putrinya sambil menyembunyikan butiran kristal yang hampir lolos dari matanya. "Maafin Bunda, ya sayang". Risa mengusap punggung putrinya, memberikan ketenangan agar putrinya itu tak bersedih.
Safira mengurai pelukan sang ibu. Di tatapnya wajah sedih ibunya lalu tersenyum. "Bunda jangan sedih, ya. Fia janji. Fia gak akan minta Bunda supaya mau ajak Ayah ketemu Fia. Kalo Ayah sibuk, itu artinya ada yang lebih penting dari Fia. Bunda jangan sedih lagi ya". Kedua tangan mungilnya menangkup wajah Risa. "Bunda harus janji. Jangan pernah sedih lagi, ya". Safira mengulas senyum termanisnya.
Risa menggangguk sambil tersenyum. "Iya, sayang. Bunda janji gak akan sedih lagi".
"Hei... jagoan".
Keduanya menoleh ke sumber suara.
"Om Rendy...". Gadis kecil itu berlari begitu antusias menghampiri si pemilik suara yang di sambut dengan pelukan hangat dalam gendongannya.
"Jagoan, Om apa kabar ?", Lelaki itu mengurai pelukannya dan menatap gadis kecil di gendongannya.
"Baik, Om". Matanya begitu berbinar. Senyum bahagia terukir diwajah polosnya. "Fia seneng banget Om Rendy dateng. Fia kangen sama Om". Wajahnya memberengut manja.
"Om juga kangen banget sama Fira. Makanya Om kesini". Tangannya mencubit gemas pipi caby gadis kecil itu. Mereka berjalan menghampiri Risa yang sudah duduk di kursi deket teras.
"Kok dipanggil jagoan, sih. Biasanya kan jagoan buat anak cowok. Safira kan cewek, Ren". Risa memprotes panggilan tersebut pada lelaki yang bernama Rendy itu. Rendy adalah sahabat Risa dari semasa sekolah. Mereka satu sekolah sejak SMP, dan menjadi dekat saat di SMA hingga sekarang.
"Heheee. Gak harus cowok yang bisa jadi jagoan kan, Ri. Cewek juga bisa. Kayak kamu dulu". Balasnya dengan cengiran kuda sambil ikut duduk di kursi sebelahnya. "Lagian, Fira emang jagoan kok ya. Bisa jaga diri dan jaga Bunda sampek sekarang ini. Iya, kan sayang". Ucapnya lagi sambil mengacak-acak rambut gadis kecil di pangkuannya itu.
"Iya, Bunda. Kan Fia juga jagoan karna udh bisa nuruti dan ngertiin setiap yang Bunda bilang". Gadis yang belum genap enam tahun itu membenarkan ucapan sahabat Bundanya.
"Duh... Kayaknya Bunda gak ada yang belain, nih". Rajuknya pada sang putri.
"Heheee. Bunda jangan ngambek, dong. Entar Bunda tambah cantik, loh".
"Eh.. Kecil - kecil udah pinter ngegombal, ya kamu". Risa mencubit gemas pipi putrinya. "Pasti keseringan dengerin Om Zein sama kamu, nih. Makanya dia jadi kayak gini". Matanya tajam menatap sahabatnya.
"Loh... Kok jadi ke aku, sih. Emang anak kamu aja yang makin pinter". Elaknya pada tuduhan Risa. "Ngomong - ngomong. Di rumah Fira lagi kekeringan, ya ?".
Safira menatapnya dengan heran. Lalu menggelengkan kepalanya. "Enggak, Om. Emang kenapa, Om ?"
"Awww... " Rendy mengaduh kala lengannya dicubit wanita disebelahnya. Dia menoleh dan mendapati Risa tengah memelototinya.
"Gak usah nyindir". Risa beranjak masuk ke rumah dan meninggalkan keduanya yang masih cekikikan.
"Bunda lucu ya, Om kalo lagi marah".
"Iya. Bundamu emang lucu. O iya. Gimana di sekolah ?"
"Semuanya baik, Om. Guru - guru dan temen - temennya juga baik. Kalo pun ada yang jahat, Fia bisa ngatasinya Om. Tapi..." Wajahnya sedikit berubah. "Fia punya masalah, Om".
Alis Rendy bertaut. "Masalah apa, sayang ?"
Safira menghembuskan nafas kesal. " Minggu depan Fia ada lomba disekolah. Fia ikut lomba lari dan lomba nari. Fia pengen banget Ayah bisa dateng dan liat Fia lomba. Tapi..."
"Kalo Om yang dateng, Fira tetep semangat kan ?" Rendy langsung memotong ucapan Safira. Rasanya tak tega melihat gadis sekecil Safira harus terus bersedih.
"Om serius mau dateng ?" Tanyanya memastikan.
"Serius. Om bakalan dateng untuk liat Fira lomba. Biar Fira semangat lombanya dan bisa menang". Dia meyakinkan gadis kecil dipangkuannya. Dia tidak ingin semangat Safira hilang hanya karena sosok Ayah yang tak pernah ada di dekatnya.
Binar bahagia terpancar di wajah Safira. Sedih yang tadi sempat terukir diwajahnya, kini telah berganti dengan senyum yang mengembang. "Yeee.. Makasih banyak ya, Om. Om Rendy memang yang paling debes, deh".
*****
POV RISA
Aku harus banyak belajar untuk bisa menghadapi putri semata wayangku. Tiap hari keingin tahuannya semakin bertambah. Rasa penasarannya membuat dia semakin membawanya bertambah dewasa sebelum waktunya. Seperti saat ini. Dia sangat ingin Ayahnya datang melihat dia mengikuti perlombaan dalam acara sekolahnya.
"Fia mau nunjukkin ke temen - temen Fia, Bun. Kalo Fia masih punya Ayah. Temen - temen selalu ngeledekkin Fia karna Fia gak bisa buat Ayah Fia nganterin Fia sekolah. Sekali ini aja, Bun. Fia pengen Ayah dateng ke sekolah. Biar semua temen Fia tau, kalo Fia masih punya Ayah".
Itulah alasan Safira, anakku, hingga aku harus dengan terpaksa mendatangi rumah Arya, mantan suamiku, agar dia mau menuruti satu permintaan putri kami. Namun, sepertinya Safira harus berbesar hati menerima kenyataan kalau Ayahnya tak bisa meluangkan waktu sedikit untuk dirinya. Rasanya hatiku terenyuh saat mendapati sikap anakku yang bisa menerima setiap alasan yang diberikan oleh Ayahnya. Bahkan untuk acara yang menurutnya sangat penting seperti ini. Aku tidak tega melihat kesedihan anakku. Di sisi lain, Safira seakan bisa menutupi kekecewaannya dengan menyemangatiku. Sungguh beruntung rasanya memiliki putri seperti Safira.
Sore ini, aku merasa tertolong karena kedatangan Rendy. Sahabat terbaikku sejak semasa sekolah. Beberapa tahun ini dia selalu menjadi sosok yang melengkapi kebahagiaan Safira. Tapi aku tak ingin terbawa perasaan dengan sikapnya. Mengingat statusku yang sudah pernah menikah. Aku hanya menganggap sikapnya adalah bentuk simpatinya terhadapku karena kami telah bersahabat lama.
"Ada tamu, ya ? Tumben buat jus".
Suara Ibuku mengagetkanku. Aku sedang memeras beberapa jeruk untuk ku hidangkan pada Rendy dan Safira. "Iya, Bu. Ada Rendy di depan". Ucapku sambil memasukkan air gula dan es batu ke dalam teko. Lalu meletakkan tiga gelas kosong dan teko berisi jus jeruk serta satu toples berisi kripik singkong ke nampan.
"Kenapa kamu gak coba buka hati untuk Rendy ? Kamu pasti tau betul bagaimana perasaan Rendy padamu, kan ?".
Langkahku terhenti saat mencermati setiap kalimat Ibu. Ya, aku tahu betul apa maksud sikap Rendy. Tapi aku tidak bisa memastikan kebenarannya. "Rendy berhak dapat yang lebih dari Risa, Bu".
Tak ku tunggu tanggapan Ibu selanjutnya. Takut mendapatkan pertanyaan yang nantinya tak bisa ku jawab. Lebih baik aku gegas mengantarkan jus jeruk untuk Rendy dan Safira sebelum sindiran Rendy meluncur lagi.
Kembali. Langkahku terhenti di ambang pintu saat mendengar percakapan Rendy dengan putriku.
"Fira mau gak kalo seandainya, Bunda punya Ayah baru untuk Fira ?".
Aku mematung mendengar pertanyaan Rendy. Apa - apaan dia nanya kayak gitu ke Safira yang masih kecil. Tapi aku sendiri juga penasaran dengan jawaban anak semata wayangku itu.
"Ayah Fia ya tetep Ayah Arya, Om. Emang bisa punya Ayah lagi ? Temen - temen Fia semuanya punya satu Ayah. Walau manggilnya gak semuanya Ayah".
Jawaban polos Safira membuatku menarik sedikit ujung bibirku. Ada rasa yang aneh di dadaku mendengarnya. Entahlah. Rasa senang, rasa sedih dan juga kecewa. Rasa yang tak bisa ku jelaskan.
"Ada saatnya, seseorang akan punya dua orang tua, sayang. Seperti sekarang ini yang terjadi padamu".
"Karna Ayah dan Bunda sudah berpisah ya, Om ?"
Aku hanya bisa mematung mendengarnya. Hatiku berdebar. Aku memang sering mengatakan pada Safira bahwa aku dan Ayahnya telah berpisah setiap kali dia bertanya kenapa Ayahnya tidak tinggal dengan kami. Aku juga sudah menjelaskan kepadanya kalau Ayahnya telah memiliki keluarga baru. Walau aku tak yakin Safira bisa mengerti dengan apa yang ku maksud.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Dewi Sartika
lanjut thor
2023-11-14
0
Su kem
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
2023-09-19
1