Wanita berambut pirang itu terus mengintai kediaman Risa. Dia masih memantau keadaan disana yang masih sepi. Sejak pagi dia sudah duduk disalah satu warung sarapan untuk memantu Risa. Namun sepertinya target tak kunjung keluar rumah.
Suasana di tempat tinggal Risa memang selalu sepi dipagi hari. Karena kebanyakan penduduknya bekerja dan berkebun. Dia melaporkan setiap kegiatan dirumah Risa. Mulai dari Manda yang berangkat kerja, kedua orang tuanya yang pergi ke warung. Hingga seorang laki - laki yang sangat dikenalnya datang menjemput Safira. Semua tak luput dari pantauan dan laporannya.
Dia mengeraskan rahangnya saat melihat laki - laki tersebut tertawa lepas pada Safira. 'Bisa - bisanya dia sampai mau diperbudak Risa', ucapnya dalam hati. Wajahnya memerah menahan amarah. Dadanya sesak, tak terima dengan apa yang sudah dilihatnya.
"Aku udah gak sabar rasanya pengen ngelabrak janda gatel itu. Panas banget rasanya", ucapnya pada orang diseberang telpon.
"Sabar dong, sayang. Kalo buru - buru, nanti jadi gak seru", balas seseorang diseberang sana menenangkannya.
"Aku udah satu jam lebih disini mantau dia. Tapi dia gak keluar rumah sama sekali. Mungkin dia lagi open BO via virtual", cecarnya tersulut emosi. Lidahnya yang tajam tak bisa terkendalikannya.
"Hahahaaa... Bisa aja kamu. Biarin aja dulu dia video call sambil bugil. Dia juga butuh uang kali buat biaya hidup dan sekolah anaknya".
Panggilan diakhiri. Wanita berambut pirang itu mengatur nafasnya agar dia kembali tenang. Dia tidak boleh gegabah dengan bertindak sendiri sesuai egonya. Dia harus bisa menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan aksi.
Beberapa menit setelahnya, terdengar bunyi klakson dari arah rumah Risa. Si rambut pirang pun langsung menoleh ke sumber suara. Di perhatikannya mobil hitam yang baru terparkir di halaman rumah Risa. Kemudian keluar seorang gadis kecil dari dalam mobil dan langsung menuju pintu rumah. Tak lama, seseorang yanag duduk di bangku kemudipun keluar dari dalam mobil.
'Itu kan pacarnya... Ngapain dia kesini ? Apa anak perempuan tadi anaknya Risa ? Wah... Enak banget Risa, ya. Mau pergi sekolah, ada yang anter anaknya. Pulang sekolah juga udah ada yang jemput anaknya. Emang bener - bener dia, ya. Anak dijadiin senjata', batinnya.
Dia pun mengangkat ponselnya. Menyalakan kamera dan merekam kejadian tersebut. Rendy tengah duduk di kursi teras sambil memainkan ponsel. Setelahnya, tampak anak perempuan Risa keluar dari rumah dengan pakaian yang sudah terganti. 'Cantik juga anaknya', ucapnya dalam hati. Tak lama keduanya berjalan mendekati mobil. Terdengar lagi suara klakson, lalu mobil berlalu dari halaman rumah Risa.
"Lembut banget suara mobilnya. Sampek gak kedengeran. Ck. Mobil mahal, mah begitu", cebiknya mengagumi mobil tersebut.
Dia pun berkutat pada ponselnya. "Yes. Terkirim". Ucapnya setelah berhasil mengirim video hasil rekamannya pada seseorang. Senyum sinis terukir dibibirnya. Dia kemudian beranjak dari tempatnya untuk segera pulang.
*****
PoV Arya
Hari ini aku menjemput Aqilah ke sekolah. Biasanya ini adalah tugas Rani. Tapi karena hari ini Rani ingin belajar menjalan bisnis Mama mertua di butik, jadinya aku yang menjemput Aqilah. Harusnya aku ikut Papa mertua saja ke kebun. Lumayan bisa dapat uang tiga ratus ribu hanya dengan memantau para pekerja. Aku juga membawa Aditya, anak keduaku, ikut serta dengan motor. Usianya hanya selisih sebelas bulan dengan Aqilah. Rani lebih memilih membawa mobil kami karena takut panas. Mamaku sudah kembali tinggal di rumah Kak Nani. Kalau ada Mama, mungkin Aditya bisa ku titipkan pada Mama.
Aku menunggu di dekat gerbang sekolah. Biasanya aku akan memarkirkan mobil tepat di depan kelasnya. Namun, saat ini tempat itu sudah ada yang menempati. Aku memilih menunggu di dekat penjual gulali. Karena Aditya minta dibelikan permen kapas tersebut.
Saat aku sedang memeriksa ponselku yang bergetar, mobil sport hitam datang dan parkir di dekat motorku. Aku hanya melihat sekilas. Pengemudinya juga tak kelihatan. Sepertinya pemiliknya merupakan pengusaha kaya. Itu juga merupakan mobil impianku dan Risa sejak dulu.
Teett... Teeet...
Bel pulang telah berbunyi. Ku raih tangan Aditya dan gegas berjalan ke depan gerbang agar Aqilah dapat melihat kami. Ku perhatikan satu persatu murid - murid TK yang berkeluaran. Semua berlarian menghampiri orang tuanya. Ku lihat Aqilah bergandengan tangan dengan temannya yang masih tertutup oleh salah satu orang tua murid. Wajah Aqilah sangat ceria siang ini. Biasanya dia pasti akan cemberut apalagi dengan cuaca yang cukup terik begini.
"Papa... ", teriak anakku sambil melambaikan tangannya. Dia masih berjalan santai dengan temannya yang ternyata adalah... Safira.
Ya, Tuhan. Kenapa aku harus dipertemukan lagi dengan Safira dalam keadaan seperti ini. Ingin rasa aku memeluk dia. Rasanya aku bersalah karena hanya memikirkan Aqilah dan Aditya. Padahal Safira juga berhak mendapat kasih sayang dariku. Ayah kandungnya.
Aku hanya bisa melambaikan tanganku seraya tersenyum pada keduanya. Tak disangka. Safira juga tersenyum senang saraya melambaikan tangannya. Aku senang. Juga khawatir. Apa yang harus ku lakukan pada Safira di depan Aqilah.
"Papa yang jemput ?". Suara itu menyadarkanku.
Ku tatap si pemilik suara. Safira. Matanya memancarkan binar bahagia. Tapi bukan untukku. Ku ikuti arah pandangannya. Aku tertegun menatap pria berbadan atletis itu. Rendy ? Sejak kapan dia ada disana ? Apa jangan - jangan...
"Iya, dong. Papa kan juga pengen jemput anak gadis Papa". Ucapnya sambil menggendong Safira dan mengecup kepalanya.
Hatiku rasanya sakit, melihat darah dagingku sendiri tak menyapaku. Malah bahagia dalam gendongan pria lain yang sama sekali tak ada hubungan apapun dengannya.
"Papa mobil baru ?", Safira menatap heran pada mobil dihadapannya.
Oh, Safira sayang. Ayolah. Jangan bermimpi seperti Bundamu. Tak mungkin Rendy bisa membeli mobil sport itu. Gajinya selama lima tahun juga tak akan bisa membeli mobil itu. Bukan aku meremehkan Rendy. Aku tahu bagaimana kehidupannya dan keluarganya. Dia memang dari golongan menengah ke atas. Tapi, untuk membeli mobil sport seperti ini sangat tidak mungkin. Papa mertuaku saja yang punya perkebunana sawit berhektar - hektar belum mampu membeli mobil itu. Yang dia mampu hanya sebatas Xenia atau Avanza.
"Oh, ini bukan mobil Papa sayang. Ini mobil toko Bunda. Kemarin Papa pinjem karena mobil Papa masuk bengkel". Benar dugaanku, kan. Tentu saja itu bukan miliknya.
"Yaudah, Pa. Kita pulang, yuk. Fia gak sabar pengen ketemu Sakha".
"Ayuk".
"Aqilah... Fia duluan, ya". Dia melambaikan tangan pada Aqilah lalu melirikku sambil tersenyum.
"Iya, Fira. Sampek ketemu besok". Balas Aqilah sambil memasukkan permen kapas ke mulutnya.
"Bye bye Kak Fira". Aditya pun turut melambaikan tangannya. Haa. Bahagianya melihat anak - anakku akur seperti ini.
"Bye bye". Mereka berdua masuk ke mobil dan berlalu meninggalkan area sekolah.
Hah. Pintar sekali dia mengambil hati anak - anak. Aku tahu, itu hanya modusnya saja. Agar bisa mendekati Risa. Bodoh sekali dia yang mau dengan Risa padahal sudah bekasku. Dari tampangnya, seharusnya dia bisa mendapatkan gadis yang lebih dari Risa. Benar - benar bodoh keputusannya.
"Papa... Kita beli gulali lagi, ya ? Punya Adit udah abis dimakan kakak". Rengek Aditya sambil menggoyangkan tanganku.
"Kan kita makannya sama - sama". Ucap Aqilah membela diri. Wajahnya sama sekali tak terlihat bersalah. Bahkan tak peduli dengan rengekan adiknya.
Ku tatap wajah Aditya yang telah memerah. Butiran keringat membanjiri wajahnya. Dia memang jarang keluar rumah, karena tak ada teman seusia dia di sekitar tempat tinggal kami yang baru. Jadi wilayah bermainnya hanya rumah dan halaman.
Aku menggandeng Aditya dan Aqilah. Lalu mendekati tukang gulali. Membelikan mereka masing - masing dua untuk dibawa pulang agar tak berebut. Walau ku yakin pasti, Aqilah akan merebut milik Aditya jika miliknya sudah habis.
"Loh, kita gak naik mobil Pa ?".
Ku perhatikan wajah putriku. Dia seolah tak suka menatap motor yang sudah dinaiki Aditya.
"Iya. Mobilnya dipakai Mama ke butik Oma Salma". Salma adalah nama Mama mertuaku.
"Iiih. Sebel, deh. Safira aja dijemput pakek mobil bagus. Kok aku malah dijemput pakek motor, sih. Mana panas lagi. Sebel deh sama Papa".
Aku tak memperdulikan kekesalannya. Didikan Rani memang seperti itu. Dia seolah ingin selalu diatas dan tak pernah mau kalah dengan yang lain. Berbeda dengan Aditya yang terlihat santai diatas motor. Dia malah senang menaiki motor karena katanya dapat bebas terkena angin dan bisa melihat - lihat. Jika di dalam mobil, dia hanya bisa melihat melalui kaca mobil saja.
Aku melajukan motorku menuju pulang. Ku abaikan segala ocehan Aqilah yang protes dengan kendaraan kami. Mau bagaimana lagi ? Mobil hanya ada satu. Harta benda milikku hanya motor. Kecuali jika Papa mertua berkenan memberiku mobil. Walau bekas asal masih terawat, pasti akan dengan senang hati ku terima.
Atau aku bujuk Rani saja supaya dia meminta pada Papanya agar mau memberiku mobil ? Ah. Sepertinya bukan ide yang buruk. Aku juga harus memikirkan ide baru yang lain agar bisa mendapatkan uang. Baiknya aku juga meminta untuk diberikan modal untuk usaha. Atau meminta bagian agar bisa ku kelola sendiri. Aku juga tidak mau terus menerus bekerja dengan mertua. Aku ingin memiliki usaha sendiri atas kepemimpinanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments