Mendengar jawaban Rendy, Wulan langsung memberengut dan beralih menatap Risa. Tatapannya semakin tajam dan menusuk. Sementara Risa seolah abai dengan tatapan kebencian dari Wulan.
"Heh, Risa. Kalo kerja itu ya kerja aja. Jangan makan gaji buta dengan curi - curi waktu untuk berleha - leha. Tuh, liat. Temen - temen kamu di dalem lagi kewalahan ngadepin pembeli. Lah kamu malah disini berdiri kayak gadak kerjaan aja". Ucapnya pedas dan penuh penekanan.
Risa hanya membalasnya dengan senyuman. Dia sudah terbiasa dengan kalimat pedas seperti yang diucapkan Wulan. Menanggapinya juga hanya akan menguras tenaga dan pikiran karena pasti tidak akan ada habisnya.
Melihat respon Risa yang seperti itu membuat hati Wulan semakin panas. Niatnya ingin menjauhkan Risa dari Rendy, malah tak digubris sama sekali.
"Idiiih... Kamu ini ya, Risa. Dibilangin bukannya balik kerja. Malah senyam senyum gak jelas. Mau kamu aku laporin ke atasan kamu karna kamu nggak becus kerja ? Mau kamu di pecat ? Mau dikasih makan apa anak kamu kalo kamu dipecat ? Cari kerja susah Risa. Apalagi kamu cuma tamat SMA". Cecarnya tiada henti. Mulut pedasnya seakan tak memberi jeda pada Risa untuk menjawab kalimat yang dilontarkannya.
Risa hanya menghembuskan nafasnya. Meredam emosi yang sudah memuncak akibat ucapan - ucapan Wulan yang tanpa filter keluar begitu saja. Dari dulu dia tidak pernah berubah. Wulan adalah temannya juga teman Rendy sejak mereka SMP. Mulut pedasnya semakin pedas seiring berlalunya waktu. Apalagi terhadap Risa yang dianggap saingannya. Risa sedari dulu selalu menjadi idaman para lelaki disekolah mereka. Baik teman sekelas, adik kelas bahkan kakak kelas. Tak heran Wulan yang mempunyai jiwa iri selalu merasa kepanasan setiap kali ada lelaki yang mendekati Risa. Padahal Mereka berdua termasuk dekat dan akrab. Bahkan Risa selalu membantu Wulan setiap kali mereka mendapat tugas sekolah. Namun hati Wulan sepertinya tertutup rasa cemburu sehingga tak melihat kebaikan yang Risa berikan.
"Ren... Lain kali aja, ya. Toko lagi sibuk. Maaf aku permisi dulu". Risa sedikit menundukkan tubuhnya sebelum berlalu kedalam toko. Rendy hanya bisa menatap punggung Risa yang telah cepat berlalu melewati pintu masuk.
Rendy berdecak kesal mengingat perlakuan Wulan pada Risa yang terkesan menjatuhkan harga diri Risa. Dia tahu maksud perlakuan Wulan padanya, dan dia juga telah berulang kali menolak perasaan Wulan padanya. Tapi sepertinya tiada kata menyerah bagi Wulan untuk mendapatkan hati Rendy.
"Ren, masuk yuk. Kita bayar kue ku dulu". Wulan meraih tangan Rendy sambil merengek mengajaknya kembali masuk.
Rendy melepaskan pegangan Wulan dengan lembut. Dia selalu berlaku lembut pada setiap wanita, walau bagaimanapun sikap wanita tersebut padanya. Baginya, wanita adalah makhluk yang harus diistimewakan karena dari seorang wanita lahir generasi baru dengan berbagai watak dan karakter.
"Kamu masuk aja sendiri, ya. Aku masih ada urusan". Dia mengulas senyum termanis yang setiap kau hawa melihatnya pasti akan langsung melunakkan hati mereka.
Mata Wulan berbinar mendapati senyuman manis Rendy. "Yaudah deh, gak papa. Lain kali kita jalan ya". Pintanya sedikit centil dengan tingkah dibuat semenggemaskan mungkin.
Rendy hanya menimpalinya dengan senyuman sambil terus berjalan menuju mobil sedannya di parkiran. Dia melambaikan tangannya sebelum memasuki mobilnya dan berlalu meninggalkan area toko.
Selepas kepergian Rendy, senyum Wulan memudar. Digantikan dengan wajah murkanya. Dia memasuki toko dan langsung berjalan menuju kasir. Tanpa memperhatikan antrian yang ada, dia menyodorkan selembar uang seratus rubu yang diberi Rendy tadi pada Selly, petugas kasir.
"Saya mau bayar kue atas nama Wulan. Kue White Chocochip". Nada bicaranya terdengar tak bersahabat dan ketus.
Selly menoleh pada Wulan lalu berganti pada pembeli yang sedang mengantri bayar di tepat didepannya. Dia mengulas senyum pada keduanya. "Sebentar ya, Mbak Wulan. Setelah Ibu ini selesai bayar, saya akan bawakan kue pesanan Mbak Wulan". Ucapnya sopan dan lembut. Lalu menyodorkan kotak berukuran sedang pesan pada si pembeli di depannya. "Ini pesanannya, bu. Totalnya delapan puluh tiga ribu, bu".
"Ini, Mbak". Si pembeli menyodorkan selembar uang seratus ribu.
Selly mengambil uang tersebut, meletakkannya ke laci mesin kasir lalu mengambil kembalian serta struk pembelian. "Trima kasih, bu. Silakan datang kembali". Dia menangkupkan kedua telapak tangannya ke depan dada. Lalu mengulurkan sebelah tangannya mempersilakan Wulan untuk bertransaksi.
Selama pembayaran sedikitpun Wulan tak memperlihatkan wajah yang bersahabat. Dia justru menatap acuh pada semua yang ada di toko tersebut. Selly mempercepat pekerjaannya karena merasa risih dengan sikap Wulan. Tanpa basa basi dia menyerahkan kembalian dan pesanan milik Wulan. "Trima kasih dan silakan datang kembali". Ucapnya sopan, berharap orang dihadapannya segera pergi.
Bersamaan dengan kalimat Selly, Risa masuk ke kasir sambil mengepak pesanan pembeli yang lain dan meletakkannya di meja antrian kasir. Wulan yang menangkap kehadiran Risa langsung menatap nyalang. Pipi chubbynya semakin membulat karena wajahnya yang terus memberengut.
"Heh, Risa. Kerja yang bener kamu. Jangan seenak udelmu. Gak malu kamu makan gaji buta, haa ?" Ucapnya dengan suara lantang. Matanya seakan ingin melompat saat menatap Risa.
Semua karyawan dan pembeli yang ada di toko tersebut menatap keduanya heran. Para karyawan membelalakkan mata mereka saat mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Wulan. Mereka merutuki kebodohan Wulan karena berlaku kasar pada atasan mereka. Risa bisa saja memblok kehadiran Wulan ke tokonya jika dia ingin. Tapi dia tahu, Wulan bukan tipe orang yang mau belajar dari kesalahan. Dia lebih mementingkan ego dan keinginannya.
"Aku bisa aja bilang ke pemilik toko ini buat pecat kamu. Tapi aku masih punya hati. Kamu kan janda, yang harus menghidupi anak dan keluargamu. Jadi aku masih mau kasih kamu kesempatan untuk kerja disini. Dan satu lagi ya, Risa". Wulan menjeda kalimatnya untuk mengatur pernafasannya. "Jangan kegatelan kamu ke Rendy. Dia itu kegebetan aku. Kamu harus inget status kamu. JAN-DA". Kalimat terakhirnya penuh penekanan. Dia memukul meja kasir cukup keras. Matanya tak lepas dari Risa, yang hanya dibalas dengan tatapan datar oleh Risa. Dia berlalu meninggalkan toko dengan wajah penuh kekesalan.
Terdengar kasak kusuk dari para pembeli yang mencibir kelakuan Wulan. Beberapa yang baru beberapa kali datang ke toko terlihat mencibir Risa. Selly yang memperhatikan pembeli tersebut dan menatap Risa yang seolah tidak mempedulikan yang baru terjadi.
'Mbak Risa sabar banget, sih', batinnya menatap iba pada Risa.
"Gak usah di ambil hati, Mbak. Biasa itu, kalo orang iri selalu mencari kesalahan orang lain. Mbak cantik yang sabar, ya. Saya doain semoga Mbak dapet jodoh yang baik. Seperti Mbaknya". Ucap si pembeli yang tepat berada di hadapan Selly.
Risa tersenyum dengan ucapan si pembeli. "Terima kasih ya, bu atas sikap bijaknya. Semoga Allah mengabulkan doa ibu". Ucapnya tulus.
"Kalo aja saya punya anak laki - laki yang udah dewasa, pasti saya jodohkan sama Mbaknya. Gak penting, deh sama statusnya gimana. Yang penting kelakuan dan sifatnya yang idaman banget". Ucap pembeli yang lain.
"Iya, ya kan, bu. Orang baik dan cantik mah selalu banyak yang iri". Timpal yang lainnya.
Risa terus tersenyum dengan ucapan para pembeli tersebut yang membelanya. Selama ini, dia selalu turun tangan melayani pembeli. Selain untuk mencontohkan bagaiaman melayani pembeli pada karyawannya, dia juga terlihat senang jika melihat pembeli yang antusias memilih kue - kue di tokonya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments