(Masih PoV Rendy)
Setelah mengantarkan Safira pulang dan memastikannya beristirahat, aku kembali ke rumah kakakku. Orang tuaku sedang tak ada dirumah. Lagi pula sudah lama juga aku tak bertemu Sakha, keponakanku. Usianya masih dua tahun. Kakakku sudah menikah hampir tujuh tahun, namun masih dikaruniai satu orang anak. Dia mengidap PCOS (Gangguan hormonal yang menyebabkan pembesaran ovarium dengan kista kecil di tepi luar) sehingga kesulitan untuk hamil. Ditambah lagi, pekerjaan suaminya yang mengharuskan mereka untuk LDR. Tapi dengan kesabaran kedua belah pihak, Tuhan menghadiahi mereka seorang buah hati yang mereka damba.
"Halo jagoan... " Teriakku saat sudah diambang pintu rumah Kakakku.
"Hee.... " Sambutnya dengan girang saat melihat wajahku. Ketampananku memang sangat mempesona. Tak heran jika bukan hanya kaum hawa, anak - anak juga sangat menyukaiku. "Om Endy, main yuk". Ucapnya sambil menunjukkan mobil - mobilan dan beberapa pernak pernik kecil lainnya.
"Ayok... "
"Tidur sini ?" Suara ketus seorang wanita membuatku terpaksa menoleh.
"Hehe... Rencana gitu".
"Iya dong harus. Udah hampir dua minggu kamu cuekin dia. Aku tahu kamu lagi usaha buat deketin Risa. Tapi ya dibagi dong sama keponakannya. Atau gini aja... " Kak Mira mendekat dan duduk di karpet bersama kami. "Ajak Safira main kesini. Aku juga pengen punya anak cewek. Pasti seru". Matanya berbinar. Aku tahu betul keinginannya untuk punya anak perempuan sangat kuat. Tapi Tuhan berkehendak lain.
"Nanti aku cari waktu buat ajak dia kesini". Ucapku dengan sungguh. "Rencana minggu depan lagi aku mau lamar Risa".
"What ??? Serius ?? Akhirnyaaa. Si buaya jadi kadal juga". Kak Mira menengadahkan kedua tangannya lalu mengusap wajahnya. "Berarti udah dapet lampu ijo dong dari Risa. Mama sama Papa gimana ? Pasti seneng banget kan ? Apalagi dari dulu Risa itu tipikal mantu idaman Mama". Cecarnya.
Kak Mira dan kedua orang tuaku tak pernah mempermasalahkan status Risa. Mereka sudah jatuh hati pada Risa sejak pandangan pertama. Dulu sewaktu kelas dua SMA, aku membawanya singgah ke rumah untuk mengambil barang yang tertinggal. Saat itu kami ingin mengunjungi teman yang sakit. Karena kebetulan rumahnya melewati rumahku, maka ku bawa dia mampir. Tak disangka dia cepat berbaur dengan Kak Mira dan orang tuaku. Dan dari kejadian itu, aku sudah beberapa kali mengajaknya ke rumahku dengan alasan Kak Mira ingin bertemu.
"Aku belum bilang ke Mama kalo minggu depan sih. Aku cuma bilang kalo dalem waktu dekat mau ajak Mama dan Papa dateng ke rumah Risa". Jelasku. Aku sendiri belum mendapat waktu yang tepat untuk berbicara langsung dengan Risa. Jika melalui telpon dia tak pernah menganggap serius perasaanku.
"Aku dukung sepenuhnya keputusan kamu. Lagi pula Risa itu udah jadi idaman Mama banget. Aku jadi mikir, apa Mama ya yang doain Risa supaya jadi janda ?". Selorohnya sambil mengetukkan jari telunjuknya ke dagu. "Atau jangan - jangan malah kamu yang doain Risa cepet jadi janda ?" Matanya membesar menatapku
Aku membelalakkan mata terkejut mendengar tuduhannya. "Hiiiiih... Sembarang kalo ngomong. Suka bener tuduhannya. Hahaa". Selorohku menggelakkan tawa. Sejujurnya, aku pernah beberapa kali di bulan pertama pernikahan Risa, aku memanjatkan doa di sepertiga malam agar Risa berpisah dengan suaminya. Terdengar jahat memang. Tapi itu hanya di awal pernikahannya saja. Selanjutnya aku mencoba menyibukkan pikiranku dengan kuliah dan kerja.
Malam ini aku menginap dirumah Kak Mira. Sesuai permintaannya, Aku menemani satu - satu keponakanku yang sudah jarang aku temui. Aku malah sibuk mengatur waktu untuk Safira. Terdengar seperti modus, tapi aku mendekati tulus karena memang rasa sayang dan ingin melindunginya. Disaat teman - temannya mempunyai keluarga lengkap untuk diceritakan, Safira hanya bisa menceritakan Risa, ibunya. Atau malah menceritan kakek neneknya dan om tantenya.
*****
Pagi ini aku memutuskan untuk ke tempat Risa bekerja. Hanya disana tempat pasti dia berada sekarang. Aku harus segera menyampaikan keinginanku sebelum ada lelaki yang mendahuluiku.
Sebelum aku menemui Risa, ku sempatkan waktu yang ada untuk bermain dengan Sakha. Menemaninya mandi dan sarapan. Dia sangat aktif dan penuh rasa ingin tahu. Segala sesuatu yang membuatnya penasaran akan terus ditanyakan sampai dia menemukan jawaban yang membuatnya puas.
Pukul sepuluh, ku putuskan pamit pada Kak Mira untuk menemui Risa. Aku harap hari ini pengunjung disana tidak ramai agar aku punya sedikit waktu untuk berbincang dengan Risa. Hari ini aku akan mengutarakan maksudku. Harusnya aku menyiapkan tempat romantis. Tapi mengingat berbagai alasan yang dimiliki Risa, sepertinya tak perlu pandang tempat dan waktu untuk mengutarakannya.
Aku sampai di depan toko roti tempat Risa bekerja. Ternyata aku salah sangka. Pengunjung begitu ramai hari ini. Mobilku saja harus terparkir sedikit jauh dari lokasi.
Aku mendekati salah seorang pria yang ku duga adalah kurir toko itu. Karena pakaiannya persis seperti milik karyawan yang ada di toko itu. Nah loh. Aku baru sadar. Selama ini sepertinya Risa tak pernah memakai seragam kerja. Dia hanya selalu menggunakan celemek. Apa karena tugas utamanya di dapur ya ?
"Rame banget ya, Mas ?", Tanyaku berbasi - basi.
Pria itu menoleh ke arahku sambil mengusap dahinya yang basah dengan sapu tangan. "Iya, nih Mas. Jam segini aja saya udah dua kali bolak - balik anter pesenan. Ini udah mau yang ketiga kali. Padahal baru dua atau tiga jam buka". Sambungnya lagi sambil mengibas - ngibaskan sapu tangannya untuk mendapat angin
"Aku salah set ini namanya. Pasti Risa sibuk banget", gumamku sambil melihat situasi di dalam. Dari sini aku dapat melihat Risa yang sedang membawa nampan berjalan ke arah kasir. Sepertinya dia sedang melayani pengunjug pikirku.
"Saya masuk dulu ya, Mas". Pamitku pada orang yang ku anggap kurir. Karena tadi dia bilang dia mengantar pesanan. Itu artinya pekerjaannya adalah seorang kurir, kan ?
"Oh iya Mas. Silakan".
Aku memasuki toko yang keseluruhan dinding bagian depan dan samping kirinya terbuat dari kaca. Langkahku sedikit lebar menuju meja kasir. Ku tunggu petugas kasir yang ku ketahui dari name tag nya bernama Selly itu selesai melayani pengunjung yang ingin membayar.
"Permisi, Mbak... " Ucapku saat pengunjung di depannya telah berganti.
Selly menoleh lalu tersenyum. "Ya, Pak. Ada yang bisa... "
"Rendy... " Suara seorang wanita mengalihkan pandanganku dari petugas kasir itu. Ku mendapati wanita yang tadi memanggilku tengah melambaikan tangannya seraya mengisyaratkan untuk menghampirinya.
"Bentar ya, Mbak". Pamitku pada petugas kasir itu sopan. Lalu menghampiri wanita yang tadi memanggilku. "Wulan. Lagi beli kue ?". Aku mulai berbasa - basi.
Wulan adalah teman sekolahku sejak SMP. Aku pernah berpacaran dengannya hanya satu bulan. Beberapa kali dia minta balikkan tapi aku menolaknya. Aku tidak suka sikap manja dan posesifnya. Seperti biasa, tanpa aba - aba dia langsung meraih lenganku dan bergelayut manja disana. "Iya, aku lagi pengen beli kue cokelat. Bayarin, ya". Pintanya dengan nada manja.
"Oke, gak masalah". Jawabku enteng. Aku mulai celingukkan mencari - cari. Mataku menelisik setiap etalase yang di datangi oleh para pembeli yang lain.
"O iya, Ren. Kamu mau beli kue apa ?"
Aku menatap Wulan sekilas lalu kembali mengedarkan pandanganku lagi. "Aku juga masih bingung mau cari kue apa". Jawabku sekenanya.
"Aku bantu pilih, ya ?". Wulan menarik lenganku menuju lemari etalase terdekat untuk melihat kue - kue. Satu tangannya masih bergelayut pada lenganku sementara tangan yang lain berada di dagu seolah sedang menimbang kue yang ingin di pilih untukku.
Wulan menarik lagi lenganku untuk berpindah ke lemari etalase yang lain. Mulutnya bergumam tak jelas sambil jari telunjuknya terus menunjuk kue - kue yang terpajang disana. Sementara Aku, mataku sama sekali tak tertuju pada kue - kue yang terpampang dihadapannya.
Ku lihat Risa keluar dari dapur. Kali ini dia tak membawa kue. Melainkan menenteng plastik besar berisi kotak - kotak kue pesanan pembeli. Dia terus berjalan menuju pintu keluar toko dan terus berjalan menghampiri kurir yang masih berdiri di dekat parkiran motor tadi. Tanpa pikir panjang aku melepaskan tangan Wulan dari lenganku dan segera menyusul Risa keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Mama lilik Lilik
bener jangan banyak ulang nya dan POV nya,makasih Thor sudah berkarya
2023-10-30
1
Rani Ristina
Thor mending jangan diulang2 dech bacaanny ... ditunggu Upny kok giliran Up malah diulang lagi paragrafny ... bikin kecewa pembaca Thor 🙏
2023-10-03
0