Bab. 16

BSM Bab. 16

Di luar panti asuhan Kasih Bunda, tak jauh di seberang, Feli dan Theo sedang mengamati keadaan panti asuhan tersebut. Dari balik kaca jendela mobil, Theo sedang memantau keadaan. Sedangkan Feli sedang mengganti seragam petugas kebersihan dengan pakaian formal yang dibawanya.

Sudah tak ada malu lagi bagi Feli membuka seluruh pakaiannya di depan Theo. Toh, mereka sudah tahu sama tahu meski tak ada ikatan sakral diantara keduanya. Dan Theo pun seolah sudah terbiasa dengan pemandangan bugill Feli.

“Kak Theo, Sayang. Apa kamu tidak ingin melakukan sesuatu melihat aku dalam keadaan seperti ini?” goda Feli sembari mengenakan rok. Raganya masih berbalut si kain berenda yang membungkus dua aset membusungnya. Serta si kain segitiga yang menutupi area privatnya. Ia benar-benar tak punya malu menampilkan diri seadanya seperti itu di depan Theo. Yang ia anggap adalah miliknya.

“Sekarang bukan waktunya untuk bercanda, Fel. Aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku ini.” Theo tak menoleh sedikitpun. Pandangannya tetap fokus ke arah panti asuhan. Ia menunggu-nunggu kesempatan yang bagus untuk bisa menemui Antonio. Ia sudah meminta ijin ingin bertemu Antonio, tapi pihak panti tidak mengijinkan ada media yang meliput kedatangan Antonio.

“Memangnya apa sih yang dijanjikan Pak Samsul sampai kamu tuh gigih seperti ini. Biasanya juga kalau narasumbernya tidak bersahabat seperti si Antonio ini, kamu sudah mundur.”

“Bonus tiga kali lipat dan kenaikan gaji dua kali lipat. Nominalnya lumayan. Minimal aku dan Laura bisa mengupayakan cara lain agar Laura bisa secepatnya hamil. Dan ibuku akan berhenti mendesak Laura.”

Feli mencebik kesal mendengar ucapan Theo yang satu ini. Ia sungguh tak bisa terima jika kelak hadir seorang anak diantara Theo dan Laura. Yang nanti malah akan semakin mempererat hubungan mereka.

“Kamu yakin Laura bisa hamil? Apa kamu tidak salah?” tantang Feli. Ia sudah selesai berpakaian rapi. Hanya tinggal memoles wajahnya saja.

“Gimana Laura bisa hamil kalau kamunya yang...”

“Feli!” Theo memotong cepat ucapan Feli. Ia lekas menoleh, menghujam Feli dengan tatapan tajamnya.

“Sorry. Tapi, kalau boleh aku kasih saran, lebih baik kamu jujur sama Laura. Terutama tentang hubungan kita. Apa kamu mau terus-terusan tertekan seperti ini? Aku tidak akan rela Kak kalau sampai kamu kembali ke Laura dan meninggalkan aku.”

“Jangan gila, Fel.”

“Kamu yang sudah bikin aku gila, Kak. Aku tuh benar-benar cinta sama kamu. Sangat cinta.”

“Fel, ini bukan waktunya membahas tentang hal itu. Aku punya pekerjaan yang lebih penting sekarang. Tolong jangan kamu ungkit-ungkit lagi soal itu. Biarlah hal itu menjadi rahasia kita berdua. Tentang Laura, itu urusanku. Aku yang berhak menentukan kapan aku harus jujur. Tolong jangan buat semua menjadi rumit. Untuk saat ini, aku benar-benar belum siap kehilangan Laura. Tapi aku juga tidak ingin kehilangan kamu. Aku mohon pengertian kamu. Hm?”

Kesal sebetulnya yang dirasakan Feli saat ini. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia juga harus menghormati privasi Theo. Ia tahu sekarang bukan situasi yang tepat untuk membahas perihal hubungan mereka.

Menjalani hubungan gelap seperti ini sebetulnya membuat Feli kurang nyaman. Sebab mereka dituntut untuk selalu berhati-hati, baik dari sikap, tindakan, maupun perkataan. Sebisa mungkin gerak-gerik mereka tidak mengundang kecurigaan orang lain.

****

“Selamat datang di toko kue LaRisa. Mari, Pak, Bapak sedang mencari kue apa? Biar saya bantu, Pak.” Dengan sumringah namun tetap menjaga kesopanan serta keramahan, Laura menyambut seorang pelanggan yang datang ke toko kuenya.

Seorang pria datang sambil membawa sebuah buket bunga mawar merah itu tengah memperhatikan sebuah kertas kecil di tangannya sembari menghampiri Laura yang sedang berdiri di balik etalase.

“Maaf, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” Laura menawarkan. Sebab dilihatnya pria itu seperti sedang kebingungan.

“Dengan Laura?” Pria itu malah bertanya.

Laura pun mengangguk. “Iya, saya Laura. Ada yang bisa saya bantu, Pak?”

“Saya mengantarkan bunga untuk Nona Laura. Tolong diterima bunganya.” Pria itu mengangsurkan buket bunga mawar merah itu kepada Laura. Yang membuat Laura justru kebingungan.

“Bunga untuk saya? Tapi dari siapa, Pak? Saya tidak pernah memesan bunga. Bapak mungkin salah alamat,” ujar Laura.

“Tidak mungkin salah alamat, Nona. Di sini tertulis jelas kok alamatnya. Coba, tolong saya mau lihat KTP Nona. Mau saya cocokkan namanya sebentar.”

Lekas Laura mengambil tas kecil yang sering di bawanya. Ia mengambil dompet dari dalam sana, lantas memberikan Kartu Tanda Penduduk miliknya itu kepada si kurir pengantar bunga.

Pria itu melihat sejenak KTP Laura, kemudian mengembalikan KTP itu kemudian.

“Gimana, Pak? Bapak salah alamat kan?” tanya Laura.

“Benar, Non. Bunga ini untuk Nona Laura dengan alamat toko kue LaRisa. Tolong diterima bunganya, Non.” Sembari mengangsurkan kembali buket bunga tersebut. Tetapi enggan diterima Laura.

“Siapa pengirimnya, Pak?” Sungguh Laura dibuat bingung. Seumur-umur, baru kali ini ada yang memberikan bunga kepadanya. Bahkan Theo saja hampir tak pernah memberinya bunga.

“Saya juga kurang tahu, Non. Di sini hanya tertulis nama pengirimnya adalah Mr. R.”

“Mr. R?” Kening Laura berkerut. Seberapa keras ia berpikir pun, ia tak mengenal siapa si Mr. R itu.

“Kalau begitu saya permisi dulu, Nona. Maaf, bunganya saya letakkan di sini.” Pria itu meletakkan buket bunga di atas etalase lantaran Laura tak kunjung menerimanya. Kemudian pria itu pun bergegas pergi. Meninggalkan Laura yang masih dalam kebingungan.

“Waw, bunganya dari siapa, Ra? Cantik banget.” Rere datang dari ruang penyimpanan bahan kue. Ia terkejut begitu melihat buket bunga mawar merah di atas etalase. Ia lantas mengambil buket bunga itu. Menghidu aroma wanginya serta membaca sebuah kartu kecil yang ada pada buket bunga itu.

“Teruntuk Laura. From Mr. R.” Begitulah bunyi kata-kata yang tertulis dalam greeting card tersebut.

“Mr. R? Siapa sih, Ra? Kamu kenal siapa orangnya?” tanya Rere menatap Laura yang mematung dengan kebingungannya.

“Salah orang kali, Re. Memangnya di dunia ini cuma aku saja yang bernama Laura?” Laura benar-benar tak ingin menerima bunga dari orang yang tak dikenal itu. Lagipula ia sungguh tak pantas menerima bunga dari orang lain selain suaminya.

“Tapi bunganya cantik banget, Ra. Waaah ... Kamu punya penggemar rahasia ya?”

“Apaan sih. Salah alamat, Re. Orang itu salah alamat. Ada-ada saja.”

“Serius kamu tidak mau bunga ini? Buat aku aja ya?”

“Iya, ambil saja buat kamu.”

“Beneran nih?”

“Iya. Ambil, ambil.”

“Asiiik, makasih ya, Ra. Bodoh amat siapa pengirimnya. Yang penting bunganya cantik. Mau aku pajang di kamar.”

****

“Gimana kunjungannya?” Dari balik meja kerjanya, dengan sambungan telepon seluler Ryan bertanya kepada seseorang di seberang sana.

“Sudah selesai seperti perintah anda, Tuan Ryan.” Terdengar suara Kevin di ujung telepon.

Setelah selesai melihat-lihat keadaan pabrik, serta melakukan rapat singkat dadakan dengan manajer pabrik, Ryan kemudian bergegas kembali ke kantor.

Namun sebelumnya, ia memerintahkan Edrick pergi ke toko bunga terdekat untuk membeli sebuah buket bunga mawar merah. Buket bunga itu, oleh Edrick, dikirimkan ke sebuah alamat dengan memerintahkan salah seorang staf pegawai kantor.

“Kamu sudah membaca pesan yang aku kirimkan?”

“Sudah, kawan. Laura Adriana namanya kan? Oke, akan aku lakukan sesuai perintah Tuan Ryan.”

Dari salah seorang stafnya yang diperintahkan Edrick untuk mengantar bunga ke toko kue LaRisa itulah Ryan mendapatkan identitas Laura. Nama lengkap, tanggal lahir, serta alamat tempat tinggal Laura. Namun tidak dengan status Laura. Sebab staf kantornya lebih terfokus pada nama dan alamat Laura saja.

“Berapa lama aku harus menunggu?”

“Tidak akan lama, kawan. Secepatnya aku kabari kamu. Oh ya, tentang wartawan itu. Kamu harus lihat kenakalan wartawan itu.”

Kevin memutus sambungan telepon. Beberapa menit kemudian sebuah pesan chat masuk ke ponsel Ryan. Sebuah foto digital pun terpampang begitu pesan itu dibuka. Foto itu memperlihatkan Theo dan Feli yang sedang berciuman di dalam mobil, di depan gedung AFECTO Grup.

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Theo disuruh nyari infrmsi ttng Ryan termsk skandalnya,tapi disini justru pihak Ryan yng menemukan fakta kelakuan Theo 😅😅🤣🤣

2024-10-06

0

auliasiamatir

auliasiamatir

beuhhh anak buah Riyan garcep ya

2023-11-29

0

auliasiamatir

auliasiamatir

enak banget yah jadi laki .

2023-11-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!