"Siapa yang ngasih lo bunga?"
Vani terjingkat kaget saat seseorang tiba-tiba bertanya dibelakangnya. Dia yang sedang memasak tak mendengar suara derap langkah, makanya kaget saat tiba-tiba ada suara.
"Mawar merahkan, siapa yang ngasih? Bang Dilan?" Damian kembali bertanya.
"Apaan sih, gak ada yang ngasih apa-apa," sahut Vani. Sikap Damian yang santai dan sedikit selengekan, membuat Vani juga santai padanya, tak terlalu bersikap formal meski Damian majikannya.
"Bohong dosa loh."
"Kepo juga dosa," balas Vani.
"Tadi Sisi menggambar bunga mawar merah, katanya kayak bunga yang ada dikamarnya, milik lo."
Vani hanya menghela nafas berat, tak mau berkomentar apapun. Dari siapapun bunga itu, memang apa urusannya dengan Damian.
"Dari Bang Dilan? Lo ada hubungan sama Bang Dilan?"
Ternyata didiemin bukan membuat Damian pergi, tapi malah makin kemana-mana pertanyaannya.
Vani masih yakin jika Damian tahu sesuatu tentang Rani. Dan kesempatan ini, sepertinya cocok untuk mengorek informasi tentang Rani.
"Apa dulu, Bu Retno tidak merestui hubungan Mas Dilan dengan Rani?" tanya Vani. Dia mematikan kompor lalu membalikkan badan menghadap Damian.
"Yang gue tanya lo, bukannya Kak Rani. Kenapa malah membahas dia." Damian berdecak pelan.
"Aku dan Rani sama-sama pembantu. Jika dulu Bu Retno tak merestui Mas Dilan dengan Rani, aku rasa dengankupun, juga akan sama."
"Jadi bener kalian ada hubungan?"
"Aku cuma bilang jika. Hanya sedang menyamakan statusku dengan Rani."
"Bang Dilan yang cerita soal itu?"
Vani menggeleng. "Aku dengar sendiri obrolan Mas Dilan dengan mamanya, saat kami akan ke zoo kemarin."
"Ke zoo, kemarin, kalian berdua pergi ke zoo?" pekik Damian.
"Bertiga, sama Sisi." Vani memutar kedua bola matanya malas. Menurutnya ekspresi Damian sedikit berlebihan.
"Jangan bilang kalau Mama tahu kalian mau pergi bertiga?" Melihat Vani mengangguk, Damian langsung mengumpat. "Ini masalah." Wajah pria itu langsung berubah serius.
"Maksud kamu apa?" Vani mengernyit bingung.
Damian melihat sekeliling, takut ada seseorang yang mendengar obrolan mereka. "Berhenti kerja disini."
"Berhenti?" Vani malah mengulang kata itu.
"Iya, segera berhenti. Gue bisa bantu lo nyari kerjaan lain. Tapi gue minta, berhenti kerja disini."
Vani menggeleng cepat. "Aku gak mungkin berhenti kerja disini." Sebelum dia tahu apa yang menimpa Rani dan siapa ayah Sisi, dia tak mungkin berhenti bekerja disini.
"Jangan keras kepala, berhenti dari sini," tekan Damian.
Vani membuang nafas kasar sambil menatap Damian tajam. "Aku tidak akan berhenti." Dia kembali menghadap kompor. Mengambil panci bergagang lalu mengisi sedikit air dan merebusnya. Sebentar lagi sarapan, dia mau membuatkan kopi dan untuk Pak Salim.
"Gue ngelakukan ini demi kebaikan lo. Please, dengerin gue." Damian menarik bahu Vani agar berbalik menghadapnya. "Berhenti bekerja disini." Tekannya sambil memegangi kedua bahu Vani dan menatapnya tajam. "Kalo lo gak mau, gue bakal mecat elo."
"Mecat?" Vani tersenyum miring. "Yang menerima aku kerja disini Bu Retno, dan yang menggaji aku juga Bu Retno, jadi kamu gak berhak mecat aku." Vani menyingkirkan tangan Damian yang ada dibahunya lalu kembali menghadap kompor.
Damian mengacak rambutnya frustasi. Bingung harus seperti apa menjelaskan pada Vani jika saat ini, dia sedang dalam masalah besar.
"Gue mohon, berhenti kerja disini."
"Gak usah buang-buang waktu untuk membujukku, karena aku gak akan pernah berhenti kerja disini."
"Jangan keras kepala," Damian kembali menarik bahu Vani agar menghadapnya. Bertepatan dengan itu, Vani hendak memindahkan air panas dari panci kecangkir.
"Aaauuhh.." Jerit Vani saat tangannya terkena tumpahan air panas. Buru-buru dia meletakkan kembali panci tersebut keatas kompor. Damian yang kaget, reflek menarik Vani menuju wastafel. Mengguyur punggung tangan yang memerah itu dengan air keran. Vani mendesis saat merasakan panas dipunggung tangannya.
"Tunggu sebentar, gue ambilin obat." Damian mengambil salep untuk luka bakar lalu menarik Vani menuju kursi dapur. Melihat Vani yang meringis kesakitan, Damian meniup punggung tangan Vani sambil berusaha membuka tutup salep.
"Panas banget," keluh Vani.
"Vani kenapa?" tanya Dilan yang baru masuk kedapur. Dia melihat wajah kesakitan Vani ditambah Damian yang sibuk meniup tangan wanita itu yang tampak memerah.
"Kena air panas, Bang," sahut Damian.
"Astaga, kenapa bisa sampai kena air panas." Melihat Damian yang hendak mengoles salep ditangan Vani, langsung dia merebutnya. "Biar aku aja yang ngobatin."
"Apaan sih Bang, biar gue aja." Damian kembali merebut salep tersebut.
"Aku aja," Dilan menarik kembali salep yang sudah berpindah tangan pada Damian.
"Gue."
"Aku."
"Gue."
"Aku."
"Diam!" pekik Vani. Sudah tangannya panas, 2 orang itu malah sibuk rebutan. "Biar aku obatin sendiri." Dia menarik kasar salep luka bakar yang ada ditangan Dilan lalu mengoleskan pada punggung tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Hariyanti
wah ...ada misteri apa nih??? ada apa dgn Damian, maksa banget suruh Vani berhenti kerja....🤔🤔🤔
2025-03-26
0
Ima Kristina
next
2024-12-22
0
Praised94
terima kasih 👍
2023-11-05
1