Ikhlas

"Hallo Kia, adik abang yang bawel" terdengar suara tawa renyah dari ujung telfon saat Kiara mengangkat telfon dengan nomor asing di ponselnya.

"Bang Aris" Kiara kemudian terdiam sejenak "kenapa baru telfon lagi? Udah lama banget"

"Ah masa? Perasaan baru seminggu abang nggak telfon kamu. Lagi apa? "

"Lagi telfonan" Jawabnya datar

"Makin kocak aja kamu ya? " Aris makin terkekeh

"Hewan yang nempel di tembok itu maksudnya? "

Hhaahhaaaa..

Hhaahhaaaa..

"Itu cicak, Kia!!! " heboh Aris

"Mata abang tu yang cicak" Kiara mulai tertawa

"Heh!!!!! picak maksudmu???!!!! " Aris terdengar geram.

Aris dan Kiara larut dalam obrolan santai dan ringan. Sesekali Aris akan menanyakan kabar tetangga mereka atau kerabat mereka yang ada di Lampung. Bahkan Kiara mengajaknya bergosip tentang cowok-cowok yang sekarang sedang mendekatinya. Entah modus apa yang mereka miliki, namum Aris berharap Kiara bisa menepati janjinya.

"Inget ya Kia, kamu harus bisa nepatin janji kamu. Jangan pacaran dulu" Tegas Aris

"Iya bang. Janji!!! " jawab Kiara meyakinkan

"Hhhuuhhh... " Kiara terdengar menghela nafasnya

"Kenapa? " Aris tau adiknya sedang menyembunyikan keresahan

"Aku kira, aku yang bakalan hias kamar pengantin abang. Aku rangkai bunga buat pernikahan abang. Ternyata... Hheeehhh" Kiara terdengar kecewa dengan keadaan ini.

"Maaf ya Kia" Aris terdengar ikut sedih.

"Sayangnya, ini bukan salah abang" Kiara meneteskan air mata "Susah ya, kalo ketergantungan sama orang gini. Pas ditinggal rasanya sakit banget, kek ditinggal pacar pas lagi akur-akurnya" Kiara masih sempat bercanda walaupun berderai.

"Nanti abang pulang kok kalo keadaan disana sudah membaik"

"Kapan?! " sergah Kiara

"Nggak bisa nentuin, Kia... " Aris lagi-lagi kalah telak karna tidak bisa memberikan kepastian.

Suara telfon hening seketika, hanya terdengar suara-suara tidak penting seperti jangkrik, cicak dan sesekali angin yang berhembus kencang.

"Bang, aku nggak akan maksa abang lagi buat cepet pulang kok. Aku tau posisi abang sama om, tante itu lagi sulit. Aku nggak mau egois bang" Kiara menjeda kalimatnya "Yang penting, abang dan keluarga sehat. Itu cukup" Suara Kiara terdengar bergetar menahan air mata.

Perpisahan yang begitu mendadak membuat Kiara dan sang Ibu sedih karena harus berjauhan dengan keluarga. Aris dan keluarga masih meninggalkan 1 adik perempuannya yang masih berusia 10 tahun bernama Widya. Kesedihan makin menyelimuti hati kedua orang tua Kiara tatkala Widya meminta orang tua Kiara untuk menjadi orang tua angkatnya. Widya menangis tak henti ketika Aris dan kedua orangtuanya meninggalkannya sendiri dirumah neneknya. Widya menangis histeris, melihat mobil travel mereka meninggalkan halaman rumah neneknya. Anak seusianya yang belum mengerti kenapa ditinggalkan sendirian? Sedangkan saudara nya yang lain ikut serta. Kiara dan Ibunya lah yang menenangkannya dan membawanya ke rumah mereka. Namun sesekali Widya akan menginap dirumah neneknya.

Setiap kali Kiara mengingat Widya, dia merasa sangat lemah karena anak sekecil itu dipaksa bungkam disaat orang-orang menanyakan keberadaan keluarganya. Dia yang ingin sekali menceritakan kepada teman-temannya seperti apa sosok orang tua, namun ia harus diam dan tidak mengatakan apapun karena orangtuanya yang masih dalam proses pengejaran rentenir itu.

Kiara akhirnya pun dipaksa ikhlas untuk tidak memaksakan keinginannya terhadap kehadiran Aris saat ini. Dia hanya berharap, waktu bisa menyembuhkan setiap lukanya, luka Widya dan Ibunya yang harus berpisah dari saudara-saudara kandungnya. Rasa syukur harus tetap mereka miliki karena walaupun terpisah oleh jarak, mereka akan dipertemukan kembali oleh waktu, walaupun mereka tidak tau kapan itu akan terjadi karena Aris dan keluarga masih dalam persembunyian.

"Kia, udah dulu ya abang dipanggil mama. Sebulan lagi abang nikah. Jadi sudah mulai persiapannya" Ujar Aris memecah keheningan.

"Iya bang. Selam-"

Tut

Tut

Sambungan telfon terputus sebelum Kiara mengucapkan selamat malam.

***

"Bangun woiiii.... Senin ini!!! " Zeva melempar bantal ke arah Kiara.

"Gue izin aja bisa nggak sih hari ini? " Kiara masih memejamkan matanya

"Kenapa gitu? Elo sakit? "

"Iya" Ucapnya lirih

"Masa? " Zeva memegang dahi Kiara "Nggak demam tuh"

"Emang sakit harus demam yah? " Kiara melirik tajam

"Nggak yah?" Zeva malah penasaran

"Sakit gigi dan sakit hati itu nggak pake demam loh Zev. Tapi sakitnya luar biasa sampe elo nggak bisa makan"

"Iya sih. Jadi elo sakit gigi? " Tebak Zeva

"Bukan" Jawab Kiara datar

"Kalo sakit hati nggak mungkin deh. Elo kan jomblo"

"Orang jomblo emang nggak berhak sakit hati? Emang lo kira jomblo itu ngga punya hati gitu? Elo menganggap jomblo ini jenglot apa gimana? " Kiara berubah kesal

"Oke.. Oke.. berarti elo adalah jomblo yang lagi sakit hati. Gue mau mandi trus ke kampus ya. Berhubung elo lagi nggak bisa makan. Gue nggak masak. Jadi kalo elo udah nggak sakit hati, elo telfon gojek aja ya"

"Buat apaan? "

"Delivery makanan lah, masa delivery calon pacar. Emang bisa? " Zeva terbahak seraya berlalu dengan handuk di tangannya.

"Sialan lu!! " Kiara melempar bantal ke arah pintu keluar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!