...Author point of view....
Jessie ingin bertanya, tapi terasa tak enak jika ia bertanya pada anak kecil yang baru ia temui. Namun Jessie berpikir, toh tak ada salahnya bertanya, lagipula pertanyaannya ini lumrah, untuk sesosok anak kecil yang baru aja ia temui saat ini.
“Dimana orangtuamu?” tanya Jessie membuat gadis kecil itu terdiam, menyadari pertanyaannya telah membuat suasana menjadi hening. Jessie kembali ingin berucap. Namun,
“Nessie!” seruan kuat itu terdengar, membuat seluruh penjuru restaurant, menatap menuju ke arah tempatnya berada.
“Kenapa kau pergi dari Buna? Kenapa?! Buna benar-benar khawatir.” tubuh gadis kecil itu, yang adalah Nessie. Terangkat ke atas. Ia di gendong oleh wanita yang baru saja datang dengan tergopoh-gopoh.
Jessie seperti pengganggu sekarang, ia mau melakukan apapun, pasti serba salah. Namun Jessie merasa bahwa keberadaannya di sini bukanlah suatu hal yang salah.
“Permisi,” Jessie melangkah mendekat ke arah Nessie yang sedang di gendong ibunya. Wanita yang sedang menggendong Nessie itu, menatap Jessie tajam.
Namun Jessie yang tak menyadari hal itu, tetap tersenyum seadanya, “Anakmu tersesat ya?” tanya Jessie baik-baik, setelah tak mendapatkan kejelasan apapun dari situasi ini.
Yang membuatnya risih adalah, ketika orang-orang justru menatapnya aneh, menjelekkan, dan seolah menilainya. Jessie meyakinkan bahwa pakaiannya masih lah cocok untuk di bawa masuk ke hotel bintang lima ini, lagipula kalau berlebihan, jatuhnya nanti malah norak dan terlalu mencolok.
“Hm, dia tersesat.” jawab wanita itu sangat dingin, Jessie menahan rasa kesalnya, kalau saja Nessie tak melemparkan tatapan manis ke arahnya, mungkin Jessie akan segera memaki-maki orang di hadapannya.
‘Benar-benar tidak tahu diri.’ ujar Jessie kesal dalam batinnya. Ia ingin segera melenggang pergi dari sini, jus nya sudah di teguk habis, lalu kedatangan seorang wanita yang seolah men cap nya peculik.
Jessie tersenyum lebar ke arah Nessie, “Sampai bertemu lagi Nessie. Jangan pergi dari orangtuamu ya.” ujar Jessie perhatian, Nessie mengangguk semangat, tangannya yang ingin melayang menyentuh pipi Jessie tertahan. Ketika wanita yang ia anggap ibu, menggapai tangannya.
Jessie menahan matanya untuk tidak berputar, ia mengambil ancang-ancang untuk berjalan secepat mungkin. Jessie memandang lurus tatapannya, enggan menunduk, karena tak ingin di cap jelek dan rendahan. Ia harus percaya diri sebisa mungkin.
Tap.
Tap.
Tap.
Tiba-tiba saja suasana mendadak hening, yang tadinya mulai kembali ramai, semuanya mendadak hening. Jessie tak menghiraukan hal itu, ia tetap berjalan untuk keluar dari pintu kaca utama yang bergeser secara otomatis.
Jessie berjalan sedikit cepat, dan hampir saja berlari. Ia melupakan sepatu hak hitam yang ia pakai, memakai hak bukan lah hal sulit baginya. Karena dulu ia adalah mantan model. Namun....
Kalau di pakai dalam keadaan yang tak nyaman begini, pasti membuat Jessie menjadi ingin tumbang. Keseimbangannya seolah tersenggol, sayangnya Jessie tetap memaksakan dirinya untuk melangkah. Hingga,
Brukk.
Jessie menutup matanya erat, sudah di permalukan di restaurant, dan ia kembali menciptakan sebuah hal yang lagi-lagi mempermalukan dirinya.
“Akh!” secara refleks Jessie berteriak sekilas, ia masih menutup matanya rapat. Merasa malu jika membukanya sedikit saja. Benar-benar merasa malu.
Sepertinya ia harus datang ke Dokter setelah ini, atau harus berdiam diri di dalam kamar seharian, mem peristirahat kan pantatnya yang...
Eh?!
Kok tidak sakit?!
Jessie langsung membuka kedua matanya, matanya membulat terkejut, tangannya yang ternyata sudah melingkar jelas pada leher pria itu, kini malah semakin erat mencengkram.
Pandangan mereka bertemu. Denyut nadi Jessie seolah berhenti. Ini bukan lah halusinasi biasa. Degup jantungnya berpacu dua kali lebih cepat. Jessie melihat sesosok wajah matang dari pria yang berhasil membuatnya memiliki perasaan'.
Dia adalah Troy...
Lelaki yang seharusnya berperan penting dalam tumbuh kembang anaknya, Lauryn.
“Jessie?”
Damn! Suara itu memanggilnya. Jessie merasakan seluruh sel-sel pada tubuhnya melemah, Jessie tak kuat lagi untuk bertahan. Ini terlalu tiba-tiba untuknya.
Semuanya menjadi gelap, saat mata Jessie terpejam terpaksa, namun memang benar terpejam karena kesadarannya yang hilang.
Samar-samar Jessie mendengar suara gagah itu tampak panik ingin membangunkannya. Jessie merasakan tubuhnya ter ayun, hingga ia tak bisa merasakan apapun lagi.
...★★★...
Perlahan kedua kelopak mata itu terbuka, tubuhnya yang tadi lemah di bawah alam sadar, kini sudah mulai bergerak dan menyesuaikan. Jessie membuka matanya yang terasa berat, ia kelilingi pandangannya setelah beberapa saat mengerjap pelan.
Jessie tersentak bangun, menyadari keberadaannya di dalam ruangan asing. Buru-buru Jessie turunkan kedua kakinya hingga menapak pada lantai yang dingin.
“Aww.” ringis Jessie saat kakinya berusaha ingin berdiri, menopang tubuhnya. Jessie refleks memegang dengkul dan tumitnya.
“Telapak kakimu memar. Dokter sudah memberikan salep karena itu. ” suara bariton itu menyadarkan Jessie dalam kesakitan. Jessie menoleh ke arah sumber suara. Sontak matanya mengerjap sekilas.
Melihat sesosok pria yang telah membuatnya hilang kesadaran. Troy. Troy berjalan ke arah Jessie, ia masukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Jessie mengalihkan pandangannya, enggan fokus pada Troy. Ia menunduk berusaha menggapai telapak kakinya.
Troy yang menyadari hal itu pun, langsung saja berjongkok di samping kaki Jessie. Jessie menggeser kakinya menjauh dari jangkauan Troy, ketika tangan pria itu hampir mau menyentuh tumitnya.
Troy menghela nafas panjang, “Aku hanya ingin membantumu.” ujar Troy parau, Jessie hanya diam, dan sibuk berusaha mengangkat satu telapak kaki bawahnya.
Ternyata telapak kakinya benar-benar memar, seperti kemerahan karena pegal mungkin. Atau karena rasa sakit, akibat Jessie yang berjalan tak sabaran dan begitu menekan kakinya.
“Di mana jalan keluarnya?” tanya Jessie acuh, masih tak ingin memandang Troy, ia mengangkat wajahnya, menyaksikan pandangannya pada seisi ruangan.
“Aku akan mengantarmu pulang.” jawab Troy tak menjawab pertanyaan Jessie dengan benar.
“Mobilku ada di hotel. Di mana jalan keluarnya?” sekali lagi Jessie bertanya, Troy menggelutukkan giginya menahan kesal. Akibat kehadirannya yang seperti tak di anggap.
“Supirku akan mengantarmu pulang.”
“Aku bisa sendiri.”
“Kakimu memar. Kamu tidak bisa menginjak pegas.”
“Sudah biasa.”
“Astaga! Ku mohon jangan keras kepala!” Troy berdiri dari posisinya yang tadi. Ia mulai naik pitam tak sabaran, karena keras kepala Jessie yang menurutnya masih lah sama.
Jessie terkekeh sumbang, “Keras kepala? Apa mempertahankan harga diriku termasuk keras kepala?” tanya Jessie sinis, ia berusaha bangun dari duduknya.
Walau terasa perih, Jessie tetap memaksakannya. Troy yang masih mencerna ucapan Jessie barusan pun, menjadi tak tinggal diam. Ia raih pundak Jessie, yang tertutupi kaus putih.
“Aku akan mengantarmu pulang. Terserah kau setuju atau tidak. Aku hanya ingin membantumu.” ujar Troy kekeuh, tanpa ingin di bantah. Tubuh Jessie terangkat, saat Troy langsung beralih menggendongnya, ala bridal style.
...Author point of view off....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
💖SEKAR💖
susah utk melupakan masalalu...
2021-03-06
1
Nurhayati Lis
hahaha....
2020-10-02
0
@_white[SunFlower]_√
semoga Jessie sm Lauryn bisa bahagia walau bukan sama Troy
2020-07-16
17