Tetapi keburu warga mendatangi Padepokan kakek. Memang seperti inilah resiko mengajarkan kitab Al Hikam. Selalu memerlukan pengorbanan dalam menjalankannya."
Tiba-tiba Siti Adawiyah teringat sesuatu yang telah terjadi terhadap kedua orang tuanya, Siti Adawiyah menangis sejadi jadinya.
"Kakek, apakah ayah dan ibu berhasil kakek selamatkan? Sekarang dimana mereka berdua?"
"Tenangkan dirimu cucuku. Engkau harus belajar mengikhlaskan kepergian mereka. Mereka berdua mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan dirimu. Akhirnya pengorbanan mereka tidak sia-sia, karena engkau berhasil kakek selamatkan."
"Apakah maksud kakek ayah dan ibu tidak selamat?"
"jangan salah cucuku. Memang jasad mereka tidak selamat. Tetapi jiwa mereka telah selamat. Bukankah ruh tidak bisa mati? Mereka rela mengorbankan jasadnya tetapi berhasil menyelamatkan ruhnya. Itulah yang terpenting.
Mbah Jena mendekati Siti Adawiyah. "Bukankah kakek telah menyampaikan hal ini kepadamu sedari dulu? Seharusnya engkau tidak perlu mempertanyakannya lagi. Engkau telah berhasil menyatukan kandungan kitab Al Hikam didalam tubuhmu. Seperti itu pula yang telah kedua orang tuamu lakukan."
Sambil menumpuk kedua bantal, Siti Adawiyah menanyakan kemana tujuannya. "iya kakek, Siti Adawiyah mengerti. Sekarang apa langkah kita kedepannya kakek?"
"Kakek akan membawamu ke kota Batavia. Dan kau Gus Mukhlas, aku pernah mengatakan kepadamu bahwa aku akan menitipkan seorang pemuda kepadamu. Dialah pemuda itu, namanya Asrul. Memang Asrul baru beberapa kali mengikuti pengajian yang aku pimpin. Tetapi aku mengetahui bahwa dalam diri Asrul ada suatu nubuwat. Aku mengetahuinya ketika aku berkhalwat beberapa minggu yang lalu."
Setelah menyelesaikan administrasi rumah sakit, Mbah Jena membawa Siti Adawiyah meninggalkan rumah sakit menuju kota Batavia.
Sementara Asrul dan Gus Mukhlas melanjutkan perjalanan menuju Padepokan Kun Billah. Ketika mereka memasuki gapura Padepokan Kun Billah, mereka di sambut oleh beberapa pemuda dengan sambutan yang ramah.
"Selamat datang Imam Gus Mukhlas, sudah lama Imam meninggalkan Padepokan ini, akhirnya Imam datang juga. Kami sangat menantikan kehadiran Imam dalam pendidikan kami."
Seluruh pemuda yang menyambut Gus Mukhlas mencium tangan Gus Mukhlas, hingga Gus Mukhlas tertunda untuk beristirahat di dalam Padepokannya.
Melihat Gus Mukhlas yang di kerumuni para muridnya, Asrul berencana hendak menyingkir dan menunggu. Tapi Gus Mukhlas segera menarik tangan Asrul. "permisi santri semua, saya sedang ada urusan sebentar di ruang administrasi"
Pemuda yang berdiri dekat Gus Mukhlas tersadar bahwa Gus Mukhlas datang bersama seseorang. "owh, Imam hendak mendaftarkan santri baru ya. Sekian lama menghilang, ternyata Imam Gus Mukhlas membawa calon penerus masa depan Padepokan."
"Perkenalkan saya Asrul murid Gus Mukhlas" Asrul segera menyalami para pemuda yang mengerumuni Gus Mukhlas.
Sebagian pemuda itu ada yang senang dengan kehadiran Asrul, sebagian lagi ada yang merasa bahwa Asrul nantinya akan menyulitkan Padepokan.
"Hai Asrul, salam kenal. Jika engkau berniat untuk tinggal di Padepokan ini, sebaiknya engkau mempersiapkan mental yang kuat."
Asrul hanya tersenyum tipis menanggapi mereka. Lalu Gus Mukhlas mengajak Asrul memasuki ruangan administrasi.
Seorang pria paruh baya dengan kumis seperti pedang berjalan mendekati Gus Mukhlas. Asrul mengerutkan dahinya sementara Gus Mukhlas segera memberi hormat pada pria paruh baya tersebut.
"Wakil Ketua Khairul..." Gus Mukhlas tersenyum canggung sebelum mengenalkan Asrul pada pria paruh baya tersebut.
Asrul sebenarnya sangat tidak senang tetapi bisa menyembunyikan perasaannya tersebut. Asrul tidak akan pernah melupakan sosok di hadapannya, Khairul, Wakil Ketua Padepokan Kun Billah.
Pada kehidupan sebelumnya Khairul tidak menyukai Gus Mukhlas, sebab kehadiran Gus Mukhlas membuat prestasi cucu dari Khairul yang menjadi Imam Padepokan saat berusia 25 tahun menjadi tidak berarti.
"Hai Gus apa kabar? Bagaimana dengan misi kamu? Apakah berjalan lancar?" wakil ketua Padepokan Kun Billah berpapasan ketika mau keluar.
"Imam Khairul. Semua berjalan lancar. Seperti yang engkau lihat, aku kemari bersama pemuda yang di titipkan oleh Mbah Jena." Gus Mukhlas menjawab seadanya, karena Gus Mukhlas sudah begitu kenal dengan tabiat Imam Khairul yang selalu sinis terhadapnya.
Sebelum Gus Mukhlas pergi meninggalkan Padepokan untuk melaksanakan sebuah misi, Imam Khairul selalu menghalangi keberangkatan Gus Mukhlas, karena harapan Imam Khairul dialah yang seharusnya berangkat menjalankan misi, bukannya Gus Mukhlas. Tapi Gus Mukhlas tidak sakit hati atas perbuatan Imam Khairul, di samping Imam Khairul adalah cucu dari owner Padepokan, Gus Mukhlas juga memang dikenal sebagai seorang yang berlapang dada.
Imam Khairul menginginkan melaksanakan misi itu karena mengharapkan sebuah medali dari Padepokan yang akan diberikan kepada siapapun yang berhasil melaksanakan misi dengan sukses. Sedangkan Gus Mukhlas tidak memikirkan semua itu, Gus Mukhlas hanya ingin memurnikan ajaran yang Haq tanpa mengharapkan imbalan apapun.
"Ini pemuda yang di bangga-banggakan oleh Mbah Jena? di lihat dari fisiknya saja tubuh yang kerempeng begini mana mungkin bernyali. Mana mungkin bisa mengangkat derajat Padepokan ini." Khairul menyambut tangan Asrul yang menyalaminya.
Asrul mengetahui dengan jelas tabiat Imam Khairul, pada kehidupan sebelumnya Asrul melihat Imam Khairul membully Gus Mukhlas. Hal ini dilakukannya karena Imam Khairul merasa dia berkuasa atas aktivitas di Padepokan. Masalahnya ketua Padepokan selalu mengutus Gus Mukhlas untuk melaksanakan tugas-tugas penting. Sejak itulah Imam Khairul bersikap sinis terhadap Gus Mukhlas. Makanya Asrul sebisa mungkin untuk tidak berbicara dengan Imam Khairul.
Gus Mukhlas hanya tersenyum tipis dan hendak melanjutkan tujuannya. "maaf Imam Khairul, jika tidak ada lagi keperluan, aku izin untuk menuju ruang administrasi."
Imam Khairul langsung meninggalkan Gus Mukhlas dan Asrul sambil mengomel dalam hati. Asrul melihat sekilas muka Imam Khairul yang tidak senang atas kehadiran Gus Mukhlas.
"huh.. Gus Mukhlas benar-benar ceroboh dalam memilih murid. Aku melihat dengan jelas, pemuda itu tidak bisa di harapkan untuk masa depan Padepokan. ya ada untungnya bagiku, dengan demikian tidak ada yang perlu aku khawatirkan dari aktivitas Gus Mukhlas."
Tetapi sebelum Imam Khairul bisa bertindak terlalu jauh, Gus Mukhlas menarik Asrul dan membawanya ke dalam Padepokan. Situasi seperti ini yang membuat Gus Mukhlas lebih suka berada di luar Padepokan melakukan misi.
"Asrul, kau tidak apa-apa bukan?" Ketika keduanya sudah mencapai tempat yang cukup tenang, Gus Mukhlas segera memeriksa kondisi Asrul, khawatir Asrul akan menyimpan dendam dengan Imam Khairul.
"Murid baik-baik saja Guru, sebenarnya Imam Khairul baik." Asrul tersenyum lebar.
Gus Mukhlas membuka mulutnya tetapi tidak berkata apa-apa, dia kemudian mengajak Asrul menuju sebuah ruangan yang berada tidak jauh dari gerbang masuk. Sepanjang perjalanan, ada lebih banyak santri yang berusaha mendekati Gus Mukhlas tetapi melihat Gus Mukhlas terburu-buru membuat mereka segan mendekatinya.
Tidak sedikit juga pemuda-pemudi berusia dibawah 16 tahun yang memberi hormat dan memanggil Gus Mukhlas sebagai Imam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 1282 Episodes
Comments