Ksatria kelas satu sekalipun tidak akan mampu mendeteksi keberadaan ketiganya dalam jarak sejauh ini. Apalagi pemuda biasa yang tidak memiliki kemampuan seorang pesilat.
Ketiga pesilat bertopeng tersebut masih mengamati perkemahan beberapa saat sebelum pergi meninggalkan tempat tersebut tanpa suara.
"Dari gerakannya, mereka bukan hanya mata-mata melainkan terlatih untuk membunuh..." Asrul menghela nafas, dia kemudian teringat sebuah organisasi pembunuh yang sesuai dengan ciri-ciri ketiga orang yang dilihatnya.
Silver Hawk, organisasi pembunuh terbesar di kota Batavia. Mereka akan membunuh siapapun selama mendapatkan bayaran yang pantas. Anggotanya dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu topeng perunggu, topeng perak, topeng emas dan topeng ungu.
Pembunuh yang memakai topeng perunggu memiliki kemampuan setara dengan pesilat kelas tiga, topeng perak setara dengan pesilat kelas dua, topeng emas memiliki kemampuan pesilat kelas satu sementara topeng ungu, anggota paling elit memiliki kemampuan setara dengan great grand master.
Organisasi ini masih terbilang muda, baru berusia sekitar seratus tahun tetapi catatan pencapaian mereka begitu panjang dan Silver Hawk ditakuti oleh banyak orang.
"Seingat aku Silver Hawk hancur karena mereka membunuh murid utama dari salah satu Padepokan terkuat aliran putih beberapa tahun sebelum era kekacauan dimulai..." Asrul mengelus dagunya sambil berusaha mengingat.
Kesalahan terbesar Silver Hawk memang mereka merasa memiliki kemampuan yang mampu menghadapi salah satu Padepokan terkuat aliran putih disebabkan hampir tidak pernah gagal dalam menjalankan misi mereka.
Memang salah satu Padepokan terkuat aliran putih tersebut pun harus membayar cukup mahal untuk menghapuskan Silver Hawk dari dunia persilatan. Asrul dengar setidaknya ada tiga ratus pembunuh bertopeng ungu yang bergabung dalam Silver Hawk, beberapa diantaranya setara dengan pesilat ternama.
"Mereka pasti tidak mengetahui Tuan Muda keluarga Teratai ini dilindungi oleh seorang pesilat ternama, apalagi orang ini merupakan Illuminator yang memiliki kemampuan hebat." Asrul menggelengkan kepala pelan, jika bukan karena persepsinya yang telah terasah dan pengalaman dari kehidupan sebelumnya, Asrul pasti tidak mampu mendeteksi keberadaan Kawamatsu.
Asrul menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia memilih tidak ingin terlalu memikirkannya karena merasa bukan urusannya. Asrul lalu kembali ke tenda dan memberitahu kejadian tersebut pada Gus Mukhlas.
"Topeng perak? pesilat kelas dua?" setelah mendengar cerita Asrul, Gus Mukhlas merenung sebentar, "Kemungkinan mereka berasal dari kelompok Silver Hawk, belum tentu mereka mengincar Tuan Muda Faisal."
"Maksud Guru?" Asrul mengerutkan dahinya.
Gus Mukhlas menceritakan saat mengawal Guru Taimiyah kembali ke Padepokan, mereka sempat dihadang oleh pembunuh dari kelompok Silver Hawk. Gus Mukhlas bertarung dan berhasil melukai seorang pembunuh topeng ungu cukup serius serta membunuh beberapa pembunuh topeng emas yang mencoba menyerang Taimiyah.
Gus Mukhlas berpikir ada kemungkinan kelompok Silver Hawk datang untuk membalas dendam padanya.
"Guru, aku merasa mereka bahkan tidak mengetahui keberadaan kamu di sini..." Asrul tersenyum tipis.
Pemikiran Gus Mukhlas tentang Silver Hawk ingin membalas dendam padanya memang masuk akal namun Asrul mengetahui bahwa Silver Hawk bukan organisasi yang seperti itu. Asrul sebenarnya cukup terkejut karena Silver Hawk berani mencoba membunuh Taimiyah, nyali mereka sungguh besar.
Mengingat semua itu sudah terjadi lebih dari setahun yang lalu, andaikan Silver Hawk ingin membalas dendam harusnya mereka melakukannya ketika Gus Mukhlas menempuh perjalanan pulang dari kota Batavia ke Padepokan Kun-Billah.
"Jika Silver Hawk ingin menghabisi Guru, setidaknya mereka harus mengirim tiga pembunuh topeng ungu dan kemungkinan besar satu atau dua diantaranya akan terbunuh. Silver Hawk tidak akan mau mengorbankan sumber daya sebesar itu tanpa mendapatkan uang sepeserpun." Batin Asrul.
Hanya saja tidak ada salahnya jika mereka berdua lebih waspada, Gus Mukhlas dan Asrul kemudian beristirahat setelah membicarakan masalah tersebut. Gus Mukhlas berencana mengabarkan masalah ini pada Faisal keesokan paginya.
Pada saat matahari terbit, Faisal mendatangi tenda Gus Mukhlas dan mengajak keduanya untuk menikmati sarapan yang telah dia sediakan. Selesai menyantap sarapan tersebut, Gus Mukhlas mengabarkan tentang keberadaan Silver Hawk yang memeriksa perkemahan tadi malam.
"Silver Hawk?" Raut wajah Faisal menjadi sedikit pucat, dia tentu mengetahui benar arti dibalik nama tersebut. "Imam Gus Mukhlas, bisakah aku memohon pertolonganmu?" Biarpun Faisal mendapatkan perlindungan tanpa henti dari guru Kawamatsu, nama Silver Hawk membuatnya panik. Faisal sudah mendengar beberapa orang dari keluarga bangsawan dihabisi oleh organisasi ini. Yang membuat Silver Hawk sangat terkenal belakangan ini adalah karena mereka berani mencoba melakukan pembunuhan pada Taimiyah setahun yang lalu.
"Masalah ini..." Gus Mukhlas terlihat ragu untuk menerimanya.
"Imam Gus Mukhlas, kumohon..." Faisal meminta Gus Mukhlas mengawalnya sampai ke tempat gadis yang ingin dia lamar. "Imam Gus Mukhlas, kita berjalan ke arah yang sama dan tentu saja aku tidak meminta Imam melakukan ini secara sukarela..."
Faisal memanggil pelayannya dan membisikkan sesuatu, tidak lama pelayan tersebut membawa sebuah koper yang berisi lima puluh ikat uang seratus ribuan, "Imam Gus Mukhlas, aku tidak membawa uang pribadi yang cukup banyak, tetapi aku bisa membayar lebih lagi saat tiba di tempat tujuanku. Aku mengerti Imam Gus Mukhlas bukan orang yang menginginkan harta, tetapi selain uang, aku tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk diberikan..."
Sebenarnya ada berbagai macam barang di rombongan ini tetapi semua itu adalah mahar untuk lamaran yang telah dijanjikan Faisal pada keluarga gadis pujaan hatinya. Bagi bangsawan, dalam situasi apapun tidak sepatutnya menarik janji sehingga dia berencana menyerahkan mahar tersebut terlebih dahulu sebelum meminjamnya kembali untuk membayar Gus Mukhlas.
Satu ikat uang seratus ribuan cukup untuk menghidupi keluarga sederhana yang terdiri dari empat orang selama satu bulan, lima puluh ikat uang seratus ribuan terlihat banyak tetapi bagi ksatria, jumlah ini sungguh tidak berarti apalagi ksatria ternama seperti Gus Mukhlas.
Jika seorang pendekar ingin mengembangkan kemampuannya menggunakan sumber daya, maka uang yang harus dia keluarkan akan berjumlah sangat banyak.
Padahal sumber daya seperti Ginseng berusia seratus tahun tidak banyak berguna lagi bagi pesilat setingkat Gus Mukhlas kecuali dikonsumsi rutin.
Bagi pesilat setingkat Gus Mukhlas, dengan menyelesaikan satu misi dari Bukit Siguntang, dia bisa mendapatkan bayaran senilai tiga sampai lima ikat uang seratus ribuan. Beberapa tugas yang berbahaya bisa membuat Gus Mukhlas mendapatkan seribu ikat uang seratus ribuan dalam satu misi.
Hanya saja Gus Mukhlas tidak menjalankan misi selama setahun terakhir, makanya Gus Mukhlas belum bisa membelikan Asrul senjata. Biarpun Gus Mukhlas tidak menunjukkannya tetapi dia merasa tidak enak hati sebagai seorang Guru.
Perjalanan Gus Mukhlas dan Asrul ke kota Batavia masih panjang sementara perbekalan Gus Mukhlas tidaklah banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 1282 Episodes
Comments