Yuki membawa tubuh Asrul pergi menjauhi lokasi tragedi tersebut menuju gubuk tempat Asrul keluar dari persembunyian.
"Seandainya aku datang tepat waktu, tentunya Asrul akan mengetahui jati dirinya." Pada akhirnya dia merasa ini bisa menjadi bentuk penyesalannya tidak bisa menyelamatkan Asrul.
Yuki kemudian menggunakan tenaga dalamnya untuk menciptakan es disekitar tubuh Asrul, agar membuat jasad Asrul terkurung dalam peti es. Yuki menundukkan kepalanya sekali sebelum meninggalkan bukit itu, tanpa menyadari ketika dirinya membalikkan badan sesuatu terjadi pada diri Asrul.
Sesuatu yang mengubah takdir Asrul dengan cara yang paling tidak terbayangkan. Sebenarnya semua ini terjadi karena di dalam diri Asrul telah ada Kitab Al-Hikam.
"Inikah rasanya kematian?..."
Asrul bisa merasakan pandangannya perlahan-lahan menjadi gelap, baginya penglihatan terakhirnya adalah wajah gadis paling cantik di dunia persilatan bisa dikatakan sebagai sebuah pencapaian juga. Asrul setidaknya mampu membalaskan dendam padepokannya sebelum meninggal, tidak ada lagi menyisakan penyesalan.
"Benarkah tidak ada lagi penyesalan?"
Asrul rasanya ingin tertawa, karena merasa bodoh. Siapa yang coba dia bohongi? Begitu banyak penyesalan dalam hidupnya yang tidak bisa dia perbaiki tetapi sekarang menyesalinya pun sudah percuma.
"Semua sudah terlambat, kecuali diriku bisa memutar waktu... Pikiran bodoh macam apalagi yang kumiliki?"
Sekarang Asrul merasa berada dalam kegelapan, rasa sakit di seluruh tubuhnya juga perlahan-lahan menghilang. Asrul mengira bahwa ini menandakan dirinya mulai menuju ke alam baka.
"Guru... Ayah, Ibu... Aku datang..."
Ketika Asrul mulai memilih untuk pasrah dan merelakan semuanya tiba-tiba sebuah cahaya biru terang muncul di hadapannya.
"Oh, inikah pintu menuju alam baka?" Belum sempat Asrul berpikir lebih jauh, cahaya biru terang itu semakin besar dan mendekatinya. Asrul ingin mengamati cahaya itu lebih jauh tetapi ketika cahaya biru itu mengenai tubuhnya, cahaya itu seolah masuk ke dalam dirinya.
Tubuh Asrul kemudian memancarkan cahaya biru terang sebelum pandangannya kembali menjadi gelap, tetapi kali ini seluruh tubuhnya kembali merasakan kesakitan meskipun tidak separah sebelumnya.
"Aduh! Aduh! Apa yang terjadi?!" Asrul berusaha berontak dari rasa sakit yang dia rasakan, bukankah seharusnya dia sudah mati? Mengapa dia masih harus merasa sakit seperti ini?
Ketika Asrul meronta lebih jauh, dia tersadar bisa membuka matanya dan menemukan dirinya sedang berbaring sambil menatap langit malam yang penuh bintang.
"Aku belum mati?" Asrul tidak bisa percaya, dia berusaha mengubah posisinya menjadi duduk tetapi seluruh tubuhnya terasa sakit dan sulit digerakkan. Asrul yakin dirinya telah tewas dan tempat ini juga terasa asing baginya, mungkinkah alam baka berbeda dengan yang selama ini dikatakan dalam kitab suci? pikir Asrul.
"Oh, kau sudah sadarkan diri? Kupikir akan butuh beberapa hari lagi." Asrul kemudian menemukan seseorang sedang duduk di depan perapian tidak jauh darinya, seorang pemuda yang menggunakan sorban putih yang panjang serta mengenakan masker berwarna hitam. Meskipun pemuda itu telah lama tidak di jumpainya, Asrul masih bisa mengenali orang tersebut.
"Gus Mukhlas, Mengapa anda masih menggunakan sorban di alam baka? Apa Gus sangat menyukai mengenakan sorban hingga di alam ini?" Asrul segera mengenali pemuda ini sebagai Gus Mukhlas, seseorang yang membawa masuk dirinya ke dunia persilatan.
Gus Mukhlas yang awalnya mendekati Asrul sambil tersenyum lembut kini menghentikan langkahnya dan menjadi waspada, "Bagaimana kau mengetahui diriku bernama Mukhlas anak muda? Siapa kau?"
Asrul mengerutkan dahinya ketika mendengar seseorang memanggilnya dengan sebutan anak muda. Asrul memeriksa tubuhnya, tangannya terlihat jauh lebih kecil dan kakinya juga menjadi begitu pendek.
"Apa-apaan..." Asrul memegang kepalanya yang mulai terasa sakit, dia yakin dirinya telah terbunuh oleh luka yang begitu parah tetapi sekarang dia berada di sebuah situasi yang mulai diingatnya, "Bukankah ini pertama kali aku bertemu Guruku Gus Mukhlas? Aku kembali ke masa lalu? Bagaimana mungkin?"
Asrul tidak mengerti kondisinya, kepalanya terasa sakit dan dia mulai berteriak histeris. Tidak ada orang waras yang bisa memahami situasi yang terjadi padanya. Gus Mukhlas yang bersikap waspada kini berubah menjadi iba karena melihat kondisi Asrul.
"Tenangkan dirimu, semua akan baik-baik saja..." Gus Mukhlas memeluk Asrul yang sedang histeris, anehnya pelukan tersebut menenangkan Asrul setelah beberapa saat.
Gus Mukhlas tidak memaksa Asrul untuk bercerita lebih jauh melainkan membiarkan Asrul mencerna situasi yang sedang dihadapinya.
Selama semalaman itu Asrul tidak bisa tidur, berusaha mencari penjelasan atas pengalaman yang sedang terjadi padanya kini. Sesekali Asrul bisa mendengar Gus Mukhlas batuk pelan di depan perapian sepanjang malam.
Melihat Gus Mukhlas juga tidak tidur karena ingin mengawasi Asrul, khawatir Asrul membutuhkan sesuatu atau kembali histeris lagi membuat Asrul lebih cepat menerima situasinya.
"Mungkin Tuhan memberiku kesempatan untuk menyelesaikan penyesalanku..." Asrul tidak peduli lagi apakah semua ini adalah ilusi atau kenyataan, tetapi dia akan menjalaninya. Baginya apapun yang sedang dia alami ini, bisa bertemu dengan Gurunya kembali adalah sebuah berkah. Asrul tidak mengerti kenapa dia kembali pada saat masih berusia 19 tahun, ketika dia dan gurunya, Mbah Jena di grebek warga. Asrul kemudian menepis pikiran tersebut, karena menyadari kembali ke waktu lebih awal juga belum tentu dirinya bisa menyelamatkan gurunya dari serbuan warga.
"Nak, Kau sudah tenang? Bisakah kau menceritakan darimana asalmu? Bagaimana kau berakhir di tempat ini?" Gus Mukhlas mulai bertanya setelah melihat kondisi Asrul stabil.
Asrul menceritakan semuanya pada Gus Mukhlas, pada kehidupan sebelumnya butuh waktu lama sebelum Asrul bisa menceritakan semua peristiwa penggrebekan dirinya dan Mbah Jena pada Gus Mukhlas karena trauma yang dialaminya. Tetapi kali ini Asrul bisa menceritakan semua dengan lancar. Gus Mukhlas cukup terkesima melihat Asrul yang masih begitu muda terlihat tenang menghadapi situasi yang terjadi padanya, Gus Mukhlas juga bisa melihat semua yang Asrul ceritakan padanya bukanlah sebuah kebohongan.
"Baik, aku memahami situasimu, Bagaimana kau bisa mengetahui namaku? Dan mengapa kau memanggilku Guru?"
Gus Mukhlas berpakaian seperti orang biasa, selain sorban putih yang selalu di kenakan olehnya, dan juga selalu memakai masker hitam, tentu saja sementara senjata miliknya disembunyikan dengan kain. Tidak akan banyak orang yang berpikir Gus Mukhlas adalah seorang ahli spiritual dari pembawaannya, mereka hanya akan berpikir Gus Mukhlas hanyalah warga biasa.
Asrul menggaruk kepalanya, dia tidak mungkin menceritakan kenyataan kepada Gus Mukhlas bahwa ini adalah kehidupan keduanya. Akhirnya Asrul hanya bisa mengarang cerita bahwa sebelum bangun dirinya bermimpi dirinya diangkat menjadi murid oleh seorang kiyai bernama Gus Mukhlas yang juga memakai sorban.
Gus Mukhlas memandang Asrul dari atas sampai bawah, mengetahui namanya adalah satu keanehan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 1282 Episodes
Comments
Ros
alurnya kok familiar ya, hm.... oh, bukannya agak mirip sama LPN? (klo g slah)
2023-11-09
1