"Kalian sudah datang kemari, tidak perlu berpikir untuk pulang lagi!."
Mbah Jena mengangkat tangannya dan menatap rombongan bersenjata di hadapannya. Orang-orang yang sebelumnya melepaskan hawa pembunuh itu kini menjadi gentar, menyadari diri mereka bukanlah tandingan Mbah Jena meskipun menang secara jumlah.
Orang-orang tersebut mengutuk Mbah Jena dalam hati mereka, sejauh yang mereka ketahui Mbah Jena sedang berpergian membawa seorang gadis yang terluka yang pastinya akan membuatnya kesulitan bertarung dengan musuh dalam jumlah besar. Tidak disangka ada yang bersedia membantu Mbah Jena membawa pergi gadis tersebut.
"Rebut gadis tersebut dari pemuda itu! Kelemahan Mbah Jena adalah gadis tersebut..." salah satu orang berbisik pada lainnya.
"Jangan berpikir aku akan membiarkan kalian melakukan itu." Mbah Jena memiliki pendengaran yang tajam jadi bisa mendengar bisikan tersebut, tanpa ragu Mbah Jena maju menyerang menggunakan ilmu kebatinan tenaga dalam.
Asrul menyaksikan pertempuran tersebut dari jarak cukup jauh sambil berusaha membawa gadis itu menaiki mobil yang sedang menunggu.
"Asrul, Apa yang terjadi?"
Asrul menoleh ke atas dan menemukan Gus Mukhlas meninggalkan kamarnya setelah mendengar keributan di lantai dasar, Gus Mukhlas melompat dari lantai dua dan mendarat di sebelah Asrul. Gus Mukhlas keheranan melihat Asrul sedang membawa seorang gadis ke dalam mobil.
"Guru..." Asrul menjelaskan secara singkat situasinya pada Gus Mukhlas.
Gus Mukhlas mengangguk pelan, kemudian melihat pertempuran yang terjadi tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dalam waktu begitu singkat, separuh orang yang mencoba menyerang Mbah Jena sudah tumbang di tanah, tidak bernyawa. Gus Mukhlas bisa melihat Mbah Jena adalah gurunya yang pernah berpesan untuk menitipkan seorang muridnya di hutan Punti Kayu.
"Asrul, kakek tersebut ada menyebut namanya?"
"Orang-orang itu memanggil kakek berjanggut panjang tersebut dengan nama Mbah Jena."
"Mbah Jena?!" Gus Mukhlas terlihat begitu terkejut ketika mendengarnya. Ternyata memang benar kakek itu adalah gurunya. Dugaan Gus Mukhlas memang benar. Tetapi kenapa orang-orang itu begitu ambisi untuk membunuh Mbah Jena? Apakah Mbah Jena telah melakukan kesalahan yang tidak bisa di tolerir?. "Benar-benar cari mati orang-orang itu yang telah berani menghadapi Mbah Jena."
Lalu Gus Mukhlas menyaksikan pertarungan yang dilakukan oleh Mbah Jena. Gus Mukhlas sekarang mengerti, Mbah Jena bisa saja menghabisi semua orang tersebut dalam tiga jurus tetapi dia berusaha membunuh semua lawannya dengan cara yang rapi, sehingga tidak banyak darah yang keluar dari tubuh musuh. Gus Mukhlas merasa Mbah Jena melakukan semua itu karena Asrul menyaksikan pertempuran tersebut.
"Masih bisa memikirkan kondisi Asrul yang melihat pertarungannya..." Gus Mukhlas hanya bisa tersenyum kagum melihatnya.
Meskipun Mbah Jena menyelesaikan pertarungannya dengan berusaha membuatnya tidak terlalu menarik perhatian, tetap saja semua warga segera berdatangan dan tidak lama lagi fihak kepolisian mendatangi penginapan ini.
Asrul segera membawa gadis itu ke rumah sakit terdekat. Tentu saja Gus Mukhlas mendampinginya. Kondisi gadis itu masih dalam keadaan pingsan hingga tiba di depan gerbang rumah sakit. Beberapa petugas rumah sakit mendekati mobil itu dengan membawa ranjang dorongan. Gadis itu segera di bawa kedalam ruangan emergency dengan menggunakan ranjang dorongan itu.
Tiba-tiba gadis itu siuman dan memanggil ibu dan bapaknya. "ibu.. Bapak.. Dimana kalian? Aku berada dimana?"
Asrul mendekati gadis itu dan menenangkannya. "nona, engkau sekarang sedang di rumah sakit. Tadi kakekmu telah meminta kepadaku untuk membawamu ke rumah sakit."
"Apa yang terjadi? Mengapa aku dibawa ke rumah sakit? Gadis itu tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya. Setahu gadis itu, sebelum pingsan dia bersama kedua orang tuanya, sedangkan mengenai kakeknya, gadis itu tidak mengetahui kalau kakeknya telah menyelamatkan dirinya dari kejaran warga.
"tenanglah nona, nanti kita bicarakan hal ini. Sekarang sebaiknya biarkan dokter memeriksa keadaanmu." Asrul juga ingin bertanya banyak mengenai apa yang telah terjadi dengan cucunya Mbah Jena. Tapi pertanyaannya di tundanya karena melihat kondisi gadis itu belum stabil.
Beberapa saat kemudian datanglah seorang dokter bersama kedua perawat. Gadis itu segera di periksa keadaan fisik dan psikis dirinya.
Dokter itu mulai memeriksa keadaan kesadaran pasiennya. "nona, bolehkah aku mengetahui siapa namamu?"
"Aku Siti Adawiyah. Dokter, apa yang terjadi denganku? Apakah aku memerlukan perawatan?" gadis itu masih bingung dengan dirinya yang berada di rumah sakit.
"ooh namamu Siti Adawiyah. Nama yang indah. Nona tidak apa-apa, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Hanya saja, nona harus beristirahat beberapa saat. Nanti kalau nona sudah tenang, nona bisa bertanya pada pemuda yang telah membawa nona ke sini."
Setelah dokter dan perawat meninggalkan Siti Adawiyah, Asrul masuk kedalam ruangan itu dan menanyakan kondisi Siti Adawiyah.
"Selamat malam nona, apakah nona sudah baikan?" Asrul menyapa gadis yang belum di kenalnya dan berusaha untuk mendekatinya.
"Apakah engkau yang telah membawaku ke rumah sakit ini?" Siti Adawiyah tidak mengenal pemuda itu, tetapi Siti Adawiyah mengetahui bahwa pemuda itulah yang telah membawanya ke rumah sakit.
"iya nona, saya di suruh kakek nona untuk membawa nona ke rumah sakit."
"Dimana kakekku?"
"Dia masih ada urusan sedikit, nanti dia akan menyusul kemari." Asrul tidak memberi tahu keadaan sesungguhnya, karena Asrul khawatir nanti gadis itu bersikeras untuk menemui kakeknya yang sedang sibuk menghadapi orang-orang yang menyerangnya.
Sementara di luar ruangan, Gus Mukhlas meminta kepada pelayan penginapan untuk menjemput Mbah Jena. "Bang, saya minta tolong sekali lagi ya, tolong jemput kemari kakek yang di penginapan tadi. Setelah Abang mengantarnya kemari, Abang boleh kembali ke penginapan Abang. Terimakasih banyak atas bantuan Abang selama ini."
"Baiklah tuan, dengan senang hati aku membantu kalian. Aku permisi dulu, aku segera menjemput kakek gadis ini"
Tidak lama kemudian, Mbah Jena telah sampai di rumah sakit. Dilihatnya dari kejauhan, sepertinya Asrul dan Siti Adawiyah sudah saling mengenal. Terlihat mereka mengobrol dan sesekali tertawa.
"Hei cucu kakek sudah bangun ya. Kakek khawatir kepadamu, Siti. Seharian engkau tidak sadarkan diri. Alhamdulillah sekarang engkau sudah baikan. Apakah kalian telah saling mengenal?"
"iya kakek, tadi Asrul mengatakan bahwa kakek adalah gurunya. Benarkah kakek? Setahu Siti, kakek tidak pernah lupa mengenalkan seluruh murid kakek. Tetapi kenapa Siti tidak tahu kalau Asrul juga adalah murid kakek?"
Mbah Jena tidak tahu mau menjelaskan bagaimana. Memang Asrul adalah murid Mbah Jena. Tetapi Asrul sedang menyembunyikan identitasnya, makanya Asrul belum di perkenalkan nya kepada Siti Adawiyah.
"Banyak kejadian yang tidak engkau ketahui, cucuku. Asrul pernah beberapa kali hadir dalam pengajian kakek, tapi Asrul belum di bai'at.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 1282 Episodes
Comments