Aji mempersilakan Syadira duduk di hadapannya.
“Tapi, Pak, bukannya peraturan kantor tidak membolehkan karyawannya memiliki hubungan dalam 1 kantor?” Syadira berusaha memperjelas tugas barunya.
“Satu lagi, Pak. Kalau orang-orang kantor tahu hubungan kontrak kita bagaimana?” tanya Syadira melanjutkan pertanyaannya yang masih berkecamuk.
“Tenang, cuma pura-pura di depan Bella kok. Lagi pula selama kita belum menikah, jangan khawatir. Peraturan kantor hanya berlaku saat karyawannya menikah,” ucap. Aji menenangkan Syadira.
“Tulis nomor hp kamu di sini. Oh iya, sekalian alamat email kamu ya,” perintah Aji sembari menyodorkan kertas dan pena pada Syadira.
Syadira menulis nomor hp dan alamat emailnya lalu menyerahkan kembali kepada Aji.
“Tapi saya masih belum paham tentang pacaran kontrak ini, Pak,” tutur Syadira lembut pada Aji yang sibuk mengoperasikan ponselnya.
Tak lama, hp Syadira berdering pertanda ada pesan masuk.
Aji
Aji memandang Syadira yang penuh dengan kecemasan di wajahnya. “Saya tidak mungkin berlama-lama dengan kamu di sini. Cerita lengkapnya akan saya ceritakan besok setelah pulang kantor, saat kita makan malam di luar karena malam ini saya sudah ada janji dengan teman saya. Sambil saya siapkan juga tentang berkas perjanjian hubungan kontrak kita.”
“Yang jelas, untuk hubungan kita di kantor, saya akan buat kamu tetap bersama saya tanpa mengundang curiga para karyawan lain. Kebetulan, dalam persiapan rapat tahunan bersama Dewan Komisaris yang akan diadakan bulan depan, saya masih membutuhkan 1 orang karyawan lagi untuk bergabung dengan tim saya membantu mempersiapkan semuanya. Tentunya, sebelum hari H, tim saya akan terus mengadakan rapat persiapan. Apa-apa saja yang harus kamu persiapkan saat rapat perdana nanti, akan saya kirimkan melalui email,” lanjut Aji.
Syadira mengangguk sembari menelaah kata-kata Aji.
###
Esok harinya selesai pulang kantor, Syadira yang sudah berjanjian dengan Aji akan malam bersama, memasuki mobil Aji yang mengampirinya di depan halte kantornya, setelah Aji memberikan kode aman untuk Syadira pergi dengannya.
Setibanya di parkiran salah satu restoran elit di kawasan ibukota, mereka turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam restoran menuju meja yang sudah direservasi atas nama Aji. Syadira menelan ludah saat merasakan kemewahan suasana restoran. Baru sekali ini ia makan di tempat seperti ini. Sekilas Syadira pun merasa rendah di hadapan Aji dan memikirkan akan kegagalan rencana mereka tentang hubungan kontrak ini karena dijalani oleh dua orang dengan kehidupan yang sangat berbeda.
Syadira yang melamun, dikejutkan dengan suara Aji yang memanggilnya.
Bukan menjawab panggilan Aji, Syadira justru memandang dalam mengagumi wajah calon kekasih kontraknya itu.
Aji melambaikan tangannya di depan mata Syadira. “Syadira, halo, Dira.”
“Eh iya, Pak. Maaf,” ucap Syadira gelagapan.
Sembari menunggu makanan disajikan, Aji mengeluarkan beberapa lembar kertas perjanjian kontrak mereka untuk saling ditandatangani dan memberikannya pada Syadira untuk dipahami.
“Di sini sudah saya tulis hal-hal apa saja yang harus kita lakukan dan tidak boleh dilakukan serta upah yang akan kamu terima nanti setelah hubungan kontrak ini selesai. Soal kantor, saya yang akan handle semuanya, kamu tidak perlu khawatir. Sesuai rencana kegiatan yang saya katakan kemarin, kita akan terlihat selalu bersama, walaupun dengan tetap menjaga jarak. Saya yakin Bella akan nekat datang lagi ke kantor. Saat di luar kantor kita juga harus sering bersama karena saya yakin Bella akan terus menemui saya. Selama beberapa bulan ke depan, jangan pernah terlihat pergi dengan lelaki lain, begitupun saya, tidak akan pergi dengan wanita lain. Kontrak akan berjalan selama 3 bulan ke depan sampai tanggal pernikahan Bella berlangsung. Yang tak kalah penting juga, jangan membocorkan rencana kita pada siapa pun. Saya akan transfer kamu 10 juta sebagai uang muka,” terang Aji dengan mengeluarkan ponselnya kemudian mentransfer uang tersebut pada Syadira.
Syadira terkejut melihat notifikasi internet bankingnya yang memberitahukan uang masuk senilai 10 juta ke dalam rekeningnya. Ia berpikir bagaimana bisa Aji mendapatkan nomor rekeningnya. Seolah ia lupa bahwa Aji adalah cucu dari pemilik perusahaan tempat Syadira bekerja, yang pasti akan dengan mudah mendapatkan informasi apapun tentang karyawannya.
“Tapi, Pak, apakah ini tidak terlalu banyak?” tanya Syadira meragukan keputusan Aji karena uang tersebut senilai dengan gajinya selama 3 bulan.
Aji tersenyum mendengar pertanyaan Syadira. “15 juta sisanya akan saya transfer lagi setelah kontrak berakhir. Kalau kamu merasa 25 juta sedikit, kita bisa negosiasi lagi.”
“Tidak, Pak. Ini sudah lebih dari cukup bagi saya,” tukas Syadira. “Lalu kapan kontrak ini akan dimulai?” lanjut Syadira memperjelas kapan tugasnya dimulai.
“Malam ini.” Aji menjawab penuh keyakinan.
Syadira yang masih membaca berkas dari Aji, terlihat kebingungan dengan salah satu poin yang terdapat dalam surat perjanjian tersebut. “Maaf, Pak. Maksud dari poin nomor 5 ini apa ya, Pak? Saya harus tinggal di tempat yang Pak Aji sediakan.”
“Saya mau kamu tinggal di salah satu rumah yang saya beli tahun lalu. Keluarga saya belum ada yang tahu tentang pembelian rumah itu, termasuk Bella dan teman-teman saya. Sengaja saya membelinya karena terkadang saya butuh tinggal sendiri saat sedang menginginkan ketenangan. Setiap 1 bulan sekali saya tinggali rumah itu, jadi beberapa barang saya ada di sana. Rumahnya tidak besar, tapi sangat nyaman jika berada di sana. Tujuan saya meminta kamu tinggal di rumah itu adalah, agar Bella tak memandang kamu rendah. Saya yakin dia tak akan kehilangan cara untuk mencari tahu hubungan kita, termasuk tentang siapa kamu,” ungkap Aji tegas.
Aji melanjutkan penjelasannya dengan mimik tak tega. “Maaf Syadira, kemarin saya sempat ikuti kamu untuk tahu kamu tinggal di mana. Setelah saya tahu kamu tinggal di dalam gang sempit, saya yakin jika Bella tahu akan hal ini dia akan semakin memojokkan kamu dan menganggap hubungan kita hanya pura-pura. Dia pasti berpikir janggal jika saya mencintai wanita seperti kamu. Untuk itu, saya sengaja menaikkan status sosial kamu dengan meminta kamu tinggal di rumah saya.”
Syadira tercengang mendengar penjelasan Aji. Ada sakit hati yang ia rasakan, namun tak pantas juga ia marah karena memang begitu keadaannya. Syadira memang tinggal di kos murah yang berada di dalam gang sempit, karena ia merantau, sedangkan gajinya hanya cukup untuk membayar kos murah tersebut.
“Tapi kan saya memang hanya lulusan D2, Pak. Saya juga hanya bekerja sebagai resepsionis. Rasanya saya memang jauh berbeda dengan Pak Aji. Itu juga yang menjadi bahan pertimbangan saya untuk melakukan hubungan kontrak ini,” ucap Syadira mengeluarkan opininya.
“Untuk sementara, kita bisa merekayasa cerita kehidupan kamu. Toh kamu juga baru bekerja belum ada 1 tahun kan, tidak banyak yang tahu kamu siapa dan dari keluarga seperti apa. Syadira, andai ada yang bertanya tentang keluarga kamu, jawab saja keluarga kamu bangkrut hingga kamu hanya mampu menyelesaikan studi kamu sampai D2. Mau tak mau kamu harus bekerja dengan pekerjaan yang ada, termasuk pekerjaan kamu saat ini. Bilang saja rumah yang kamu tempati adalah milik saudara kamu yang boleh kamu tinggali sekaligus agar kamu bisa merawatnya. Setelah kontrak kita berakhir, kamu bisa melanjutkan hidup kamu dan tinggal di tempat sebelumnya. Ya, bisa saja kamu jawab rumah itu sudah dibeli orang lain jadi kamu terpaksa ngekos.” Aji memberikan arahan pada Syadira dengan jelas.
Seakan tak ada lagi hal yang pantas untuk dibantah Syadira, ia hanya terdiam mendengar penjelasan Aji. Tak lupa, Aji meminta Syadira ikut menandatangani berkas perjanjian, setelah Aji memastikan Syadira memahami dan menerima semua peraturan kerjasama mereka.
Tak lama, makanan yang mereka pesan pun datang. Syadira dibuat heran dengan menu yang dihidangkan. Dengan hati-hati ia mencicipinya agar tak memalukan di depan Aji.
“Oh iya, Pak. Saya mulai pindahan kapan ya karena saya belum sempat berkemas?” tanya Syadira yang teringat akan peraturan kontrak untuk tinggal di tempat barunya.
“Seperti yang saya katakan tadi, kita mulai menjalankan rencana kita malam ini, jadi malam ini juga kamu akan tinggal di sana. Tidak perlu repot-repot berkemas karena saya sudah siapkan semua keperluan kamu di rumah itu. Baju, peralatan mandi, skincare, semuanya sudah ada. Kalau ada yang kurang, nanti bisa kamu sampaikan ke saya biar saya lengkapi lagi.” Aji menjawab dengan santai.
Syadira yang tengah minum pun tersedak mendengar jawaban Aji. “Apa, Pak? Rasanya saya tidak pantas menerima fasilitas seperti itu, Pak.”
“Jangan sungkan, Dir. Kamu sudah baik mau membantu saya, justru rasanya apa yang saya berikan untuk kamu belum cukup membayar semuanya,” ucap Aji tersenyum.
“Kalau boleh tahu, apa alasan Pak Aji sampai tak mau lagi bertemu Bella? Apa perselingkuhan Bella sudah keterlaluan? Maaf, Pak, karena saya tidak sengaja mendengar kata-kata perselingkuhan kemarin,” tanya Syadira ingin tahu.
“Dia bukan hanya memacari lelaki lain di saat masih bersama saya, tapi dia sudah tidur dengan lelaki itu. Jadi benar ‘kan alasan saya untuk membencinya?” ucap Aji berbalik bertanya.
Syadira hanya mengangguk.
Setelah beberapa menit kemudian, mereka selesai makan dan Aji mengantar Syadira di tempat tinggal barunya yang tak jauh dari kantor.
Sesampainya di rumah, Aji menjelaskan sedikit tentang rumah itu. Syadira hanya mampu membelalakkan matanya saat mengingat perkataan Aji tentang rumah ini yang tak besar. Kenyataannya, walaupun hanya terdiri dari 1 lantai, rumah ini bahkan terlalu mewah untuknya. Setelah tak ada pertanyaan dari Syadira, Aji berpamitan pulang ke rumah Kakeknya yang ia tinggali bersama Ayahnya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments