Liana POV
Sempurna.
Itulah satu kata yang tepat untuk menggambarkan rumah tanggaku saat ini.
Setelah kelahiran Arka, anakku yang kedua rumah tanggaku bersama Adit semakin harmonis saja. Kami mulai menemukan arah dan sudah sangat jarang bertengkar. Adit juga kembali menjadi sosok suami serta ayah yang sempurna untuk keluarga kecil kami.
Aku dan Adit selalu berbagi tugas baik itu dalam hal pengasuhan anak-anak maupun dalam hal pekerjaan rumah tangga. Adit tak pernah protes saat aku keteteran menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Adit selalu memilih untuk turun tangan langsung membantuku mengasuh anak-anak dan menyrkesaikan pekerjaan rumah tangga.
Bukankah Adit adalah sosok suami yang sempurna?
Tak terasa Atta sudah berusia enam tahun dan Arka sudah genap satu tahun. Aku merasa menjadi wanita paling sempurna di dunia ini. Aku memiliki suami yang baik dan pengertian, aku juga memiliki anak-anak yang sehat dan selalu lincah.
"Aku ingin mengajukan pinjaman ke koperasi untuk merenovasi rumah ini, Liana. Bagaimana menurutmu?" Tanya Adit suatu malam kepadaku.
Sudah menjadi kebiasaan Adit untuk selalu membicarakan hal sekecil apapun kepadaku sebelum benar-benar mengambil keputusan. Aku merasa dihargai sebagai seorang istri. Kepercayaanku pada Adit tentu saja semakin besar.
"Iya, aku pikir kita memang harus secepatnya merenovasi rumah ini, Dit," ujarku memberikan pendapat.
"Anak-anak mulai tidak nyaman. Apalagi saat musim hujan beberapa bagian rumah juga pasti bocor," imbuhku sekali lagi.
"Jadi, kau setuju, kan? Dengan keputusanku ini. Dan tentu saja kau juga harus siap menerima resikonya," ujar Adit lagi.
Resiko yang dimaksud Adit di sini adalah uang bulananku yang otomatis akan berkurang karena Adit harus membayar cicilan di koperasi setiap bulan.
"Mungkin selama renovasi, kita skip saja acara makan diluar atau piknik ke tempat wisata. Kita akan hidup hemat," usulku cepat.
Selama ini aku dan Adit memang rutin mengajak anak-anak jalan ke mall atau tempat wisata setiap akhir pekan. Bagi beberapa orang mungkin ini sebuah pemborosan apalagi untuk keluarga yang pendapatannya hanya menengah ke bawah seperti aku dan Adit.
Tapi sekali lagi, bagi kami kebahagiaan anak-anak adalah yang utama.
Namun selama renovasi rumah ini, aku bertekad untuk menekan setiap pengeluaran. Aku akan mulai berhemat, demi rumah tinggal kami.
"Rencana kamu mau ambil cicilan yang berapa tahun?" Tanyaku sekali lagi pada Adit.
"Yang dua tahun saja sepertinya cukup dan juga tidak terlalu memberatkan," sahut Adit cepat.
Aku hanya mengangguk setuju.
Keputusan bersama sudah kami ambil.
Hari selanjutnya,
Aku dan Adit mulai berbelanja material bahan bangunan. Kami juga mulai mencari-cari tukang yang akan menggarap renovasi rumah kecil kami.
Beruntung ada salah satu saudara yang bersedia membantu. Setelah hampir satu bulan akhirnya renovasi sudah hampir tujuh puluh persen yang selesai.
Beruntung sekali.
Liana POV End
****
"Bagaimana kondisi Atta?" Tanya Adit khawatir.
"Panasnya sudah agak turun. Dia juga sudah mau makan," jawab Liana seraya kembali mengompres dahi putranya tersebut.
"Aku batalkan saja, ya. Perjalanan ke Surabaya besok," usul Adit masih khawatir.
"Jangan, Dit! Kamu itu tim utama," sahut Liana cepat.
Rencananya, Adit akan ke Surabaya besok bersama teman-teman kantornya untuk ikut turnamen futsal antar perusahaan.
"Aku akan membawa Atta ke dokter besok pagi. Kamu pergi saja tidak apa-apa," imbuh Liana lagi.
"Kau yakin?" Adit masih ragu.
"Iya, aku yakin. Sebaiknya kamu berkemas," ucap Liana memberi saran.
"Baiklah kalau begitu. Aku hanya pergi dua hari. Minggu malam aku sudah sampai rumah lagi," timpal Adit akhirnya. Dan Liana hanya mengangguk.
Malam itu Liana sedikit membantu Adit berkemas. Demam Atta juga sudah turun. Anak itu sudah tidur dengan nyenyak.
****
Sesuai perkataan Adit, Minggu malam Adit sudah tiba di rumah.
"Bagaimana Atta?" Tanya Adit saat baru sampai di rumah.
"Udah gak demam anaknya. Tapi kok badannya kayak lemes gitu ya?" Jawab Liana khawatir.
"Lemes bagaimana? Kemarin udah kamu bawa ke dokter?" Adit bergegas menghampiri sang putra yang kini tertidur lelap.
Liana mengekori Adit masuk ke kamar.
"Iya aku udah bawa ke dokter. Kata dokter kalau masih panas disuruh cek darah lengkap. Tapi ini gak panas sama sekali. Cuma badannya lemes dan anaknya cuma berbaring seharian," jelas Liana sekali lagi.
"Mama," panggil Atta lirih yang terjaga dari tidurnya. Mungkin Atta mendengar suara ri ut Liana dan Adit yang tengah berbicara, makanya anak itu bangun.
"Minum, Mama," ucap Atta lirih.
Bergegas Liana mengambil air minum untuk anaknya tersebut dan membantunya minum. Namun baru saja air itu masuk ke mulut Atta, bocah itu sudah memuntahkannya kembali. Bahkan Atta tidak berhenti muntah-muntah dan menguras semua isi perutnya.
Terang saja, hal itu benar-benar membuat Liana dan Adit panik.
Akhirnya tanpa menunggu pagi, Liana dan Adit bergegas membawa Atta ke UGD rumah sakit.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like, komen, dan vote 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
knp dg Atta??? slh mkn??? atau... jgn2 itu firasat anak akan bpknya??? smg sj Adit gk aneh2 lg!!!
2021-07-22
0
Octo Boimau
lanjut
2021-06-23
0
Zaitun
dbd kah. panas hilang hilang timbul
2020-12-31
5