Ana mengikuti Ray masuk ke dalam rumah berukuran hampir tiga ribu meter persegi itu. Saat ini, mereka menaiki tangga menuju lantai dua.
Sampainya di ujung tangga, Ray berbelok ke arah kanan, lalu berjalan lurus melewati beberapa ruangan, kemudian berbelok lagi ke arah kiri, disana ada tiga pintu yang berbeda warna.
"Itu kamarmu." Ray menunjuk sebuah pintu berwarna putih.
Ana mengangguk, ia tak terkejut saat Ray secara tidak langsung mengatakan kalau mereka tidak akan tidur di kamar yang sama.
"Password nya satu satu satu satu, kau bisa menggantinya sesuka hatimu" Ujar Ray.
Ana kembali mengangguk,
"Iya."
"Ingat satu hal, jangan pernah masuk ke pintu berwarna cokelat itu. Itu ruang kerjaku, banyak dokumen rahasia disana, kalau sampai aku melihatmu masuk ke dalam sana, aku akan menganggapmu sebagai mata-mata dan seorang pengkhianat. Apa kau sudah paham?"
"Iya, aku paham." Jawab Ana dengan nada malasnya.
"Istirahatlah, kalau butuh sesuatu panggil saja kepala pelayan."
"Iya."
"Apa ada yang ingin kau tanyakan?"
"Tidak." Jawab Ana.
Ray menghela nafasnya kemudian berbalik menuju pintu kamarnya, tangannya bergerak memasukkan password, ia membuka pintu dan masuk kedalam, sebelum Ray menutup pintunya kembali, ia melihat Ana sekilas.
"Jangan membuat masalah di rumahku." Ujar Ray yang kemudian menutup pintu kamarnya.
Ana yang melihat pintu kamar Ray tertutup langsung mengehembuskan nafas lega nya. Sekilas gadis itu terlihat ingin menendang pintu kamar Ray, sebelum akhirnya ia juga masuk ke kamarnya sendiri.
Di dalam kamarnya, Ana membongkar isi kopernya dan menata semua barang-barang miliknya.
Setelah selesai menata kamar sesuai keinginannya, Ana mengehela nafasnya,
"Ah akhirnya selesai juga." Ana duduk dikasurnya, ia melihat jam yang ada di dinding kamar, pukul satu siang.
"Bosan." Gumam Ana.
Gadis itu akhirnya memilih untuk berjalan keluar kamarnya.
Ana menuruni tangga dengan perlahan, ketika sampai di lantai bawah, seorang wanita paruh baya membungkuk hormat padanya.
"Selamat siang nona Ana, apa ada sesuatu yang anda perlukan?" Ucapnya dengan nada sopan.
"Tidak ada, aku hanya merasa bosan dan ingin berkeliling halaman rumah saja. Apa kau pekerja disini?" Tanya Ana.
"Ah iya, perkenalkan saya kepala pelayan disini. Nama saya Miku Hatsune."
"Miku?"
"Iya nona."
"Ah kalau begitu, senang mengenalmu kepala pelayan Miku." Ucap Ana sembari tersenyum ramah kepada wanita paruh baya itu.
"Apa nona ingin saya menemani anda untuk berkeliling halaman rumah? Saya akan menunjukkan taman dan danau teratai buatan di bagian belakang rumah."
"Ada yang seperti itu dirumah ini?"
"Tentu saja, nona."
"Bisa kau tunjukkan saja arahnya?"
"Baik nona, silahkan anda berjalan lurus kearah sana, lalu jika ada lukisan taman pohon, belok ke kanan, setelah itu lurus beberapa meter, jika nona melihat ada pintu kaca dengan tirai bunga, itu pintu menuju taman dan danau teratai buatan. Apa nona Ana sudah paham?"
Ana mencoba memahami penjelasan Kepala Pelayan Miku ke memorinya, ia berusaha mengingatnya dengan baik.
"Ah iya, terimakasih."
Setelah itu, Ana berjalan mengikuti petunjuk arah dari kepala pelayan Miku. Lurus, lukisan pohon, dan belok kanan, lalu lurus beberapa meter, ah itu dia pintunya — Batin Ana.
Sesampainya di depan pintu yang dimaksud kepala pelayan tadi, Ana langsung membuka pintu itu. Ketika pintu itu terbuka, terlihat pemandangan yang sangat menyejukkan mata, begitu teduh dan tenang.
Ana melangkahkan kakinya, menginjak area rerumputan di halaman belakang itu, ia menghirup aroma udara segar dengan senyum mengembang.
Namun, ketika ia ingin mendekat ke arah danau buatan itu, Ana melihat sosok wanita paruh baya yang sedang duduk di gazebo dekat danau, itu adalah ibu tiri Ray.
Menyadari keberadaan Ana, wanita paruh baya itu tersenyum ramah kearahnya, kemudian tangannya melambai, memberi isyarat kepada Ana untuk mendekat.
Ana menoleh kebelakang, samping kanan dan kiri, memastikan apa benar dirinya yang disuruh mendekat.
Melihat tak ada siapapun selain dirinya, Ana pun berjalan mendekat ke arah gazebo itu, ia tersenyum canggung kepada ibu tiri Ray.
"Halo, ibu mertua." Sapa Ana.
Calista - ibu tiri Ray itu membalas sapaan Ana dengan senyuman ramah.
"Duduklah." Calista menepuk tempat duduk yang ada disampingnya.
"Terimakasih." Ucap Ana sembari duduk menuruti perkataan ibu tiri Ray.
"Apa kau sedang bosan?"
"Eh itu— iya, aku— kemari karena merasa bosan di dalam kamar terus."
"Begitu ya. Oh iya, ngomong-ngomong Ray bersikap baik padamu kan?"
"Engg— itu— aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti."
"Kalau memang dia kasar padamu, aku berharap kau bisa memaafkannya. Dia menjadi pria seperti itu— karena ia selalu merasa dilupakan dan tidak dipedulikan. Hah— padahal aku sudah bersikap adil padanya, tapi dia selalu menolak kebaikanku. Meskipun begitu aku tidak bisa membencinya, bagaimanapun juga dia kakak dari anakku." Ujar wanita paruh baya itu.
Aku tidak bisa menilai wanita ini secara langsung, dia sangat berbeda dengan ibu tiriku yang sangat terlihat jelas membenciku. Wanita ini— kata-katanya terdengar murni dan tulus. Bukankah ia terlihat seperti ibu tiri yang baik? Seharusnya pria itu beruntung punya ibu tiri seperti nyonya Calista. — Batin Ana.
"Apa kau lapar? Aku akan menyuruh pelayan membawakan teh dan camilan untukmu."
"Ah sebenarnya aku ingin menolak, tapi sepertinya perutku berkata lain." Kata Ana.
Calista tersenyum. Kemudian, ia menyuruh pelayan pribadinya untuk membuatkan Ana teh dan mengambil beberapa camilan.
"Apa kalian sudah berencana memiliki anak?"
Mendengar pertanyaan seperti itu, membuat Ana seperti tersedak oleh ludahnya sendiri.
Anak? Yang benar saja. Itu tidak akan mungkin terjadi. Aku dan pria itu tidak akan pernah memiliki anak. — Batin Ana.
"Soal itu— kami belum membahasnya, lagipula baru semalam kami menikah." Jawab Ana.
"Benar juga, ya ampun— sepertinya aku membuat suasana jadi tidak nyaman bagimu, maafkan aku."
"Ah tidak apa-apa ibu mertua."
Tak lama kemudian, pelayan pribadi ibu tiri Ray datang dengan membawa secangkir teh hangat dan sepiring camilan.
"Minumlah dan makanlah." Ujar ibu tiri Ray.
"Ah iya." Ana mengangguk, lalu kemudian mulai meminum tehnya.
"Lain kali— kalau kau merasa bosan, temui saja aku. Aku akan sangat senang jika ada yang menemaniku minum teh bersama lalu berbincang-bincang."
Ana mengangguk dan tersenyum, ia meminum teh nya kembali. Tapi kemudian, sebuah suara teriakan seseorang membuatnya tersedak teh itu.
"ANA!"
Gadis itu menoleh ke sumber suara, dia melihat Ray yang berjalan kearahnya dengan wajah marah.
Oh tuhan, rasanya seperti dijemput malaikat maut. Dia terlihat menakutkan. — Batin Ana yang bergidik ngeri.
"Sudah kuduga— pasti dia akan marah saat tahu kalau kau sedang bersamaku." Ujar ibu mertua Ana sembari memandang Ray yang berjalan mendekati mereka.
Ana hendak menjawabnya, tapi Ray sudah lebih dulu berada di depan Ana, pria itu menarik tangan Ana menjauh dari pandangan ibu tirinya.
"Aww— sakit! Apa yang kau lakukan?! Jangan menarik tanganku!" Ucap Ana, ia mencoba melepaskan tangannya yang di pegang kuat oleh pria itu.
"Siapa yang menyuruhmu menemuinya?!"
"Aku hanya ingin mengobrol dengan ibu mertua. Apa salahnya?"
"Siapa yang kau panggil ibu mertua hah?!"
Ana menghela nafasnya kesal,
"Baik baik, aku akan memanggilnya ibumu."
"Apa katamu?! Siapa yang kau panggil ibuku?! Kau pikir dia itu ibuku?! Ibuku sudah lama meninggal, aku tidak punya ibu lagi!"
"Iya iya, lain kali aku akan memanggilnya nyonya Clarisa."
"Kau bodoh ya!" Bentak Ray.
"Apa lagi?" Ana memandang Ray kesal.
"Aku adalah tuan dirumah ini dan kau itu istriku. Itu artinya— kau nyonya nya disini, bukan penyihir tua itu!"
"Astaga— kau kejam sekali memanggilnya seperti itu. Bagaimanapun juga, dia itu sah secara hukum sebagai ibumu."
"Kau berbicara seperti itu seolah kau berhubungan baik dengan ibu tirimu."
Skakmat, Ana tak dapat berkata-kata lagi, ia baru ingat jika dirinya pernah bertengkar dengan ibu tirinya di hadapan Ray.
"Kau bahkan pernah mengatakan kalau ibu tiri itu hanyalah wanita rendahan."
Ana mendengus kesal,
"Masalahnya ibu tirimu dan ibu tiriku berbeda, ibu tirimu terlihat baik, tidak seperti ibu tiriku yang tidak adil."
"Kau tahu dari mana kalau wanita penyihir itu baik hah?! Dia itu hanya wanita murahan yang merusak keluarga orang lain! Jangan dekat dengan orang seperti itu, aku tidak mengizinkanmu menemuinya lagi."
"Apa hak mu melarangku!" Ujar Ana.
"Aku ini suamimu, apapun yang kau lakukan harus ada ijin dariku. Sekarang kembali ke kamarmu."
Ana menatap pria itu kesal. Gadis itu terlihat menghentakkan kakinya, sebelum kemudian melangkah pergi menuju kamarnya.
Dasar pria kejam, tidak berperasaan dan egois! Bahkan ibu tirinya itu terlihat lebih baik darinya! Sifatnya sangat buruk sekali, menyebalkan, membuat orang kesal saja. — Ana meluapkan kekesalannya dengan mencibir Ray dalam hatinya, karena hanya itu yang bisa ia lakukan untuk meredam emosinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
el
miku jadi babu 😭
duh thor kenapa ga sekalian rem wkkwkwk
2021-02-05
0
Marya Juliani Jawak
Sebenarnya ad mslah apa Ray n ibuny?
2020-09-04
0
Dina Ambar
Nama jepang Ya.. Kepala pelayan
2020-08-27
3