Setelah kejadian hari itu, Ana menjadi orang yang paling tertekan diantara keluarganya, dia seperti mayat hidup.
Kenan yang melihatnya pun tak tega, beberapakali ia mencoba menghibur kakaknya, namun semua itu tak mampu meredakan gemuruh di hati dan pikiran Ana.
Hari ini, seperti hari biasanya, Ana menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Tapi, sepertinya tak satupun aktivitas ia lakukan dengan baik, fokusnya teralihkan dengan hal lain. Seringkali ia menghela nafas sendiri dan mengacak-acak rambutnya.
tok.tok.tok
"Masuk"
"Bos, ada yang ingin bertemu denganmu."
Ana hanya dengan tatapannya, mengintruksikan pegawainya itu untuk menyuruh orang yang ingin bertemu dengannya masuk ke dalam ruangan-nya.
"Halo, calon istriku." Ray berjalan masuk dengan santainya, ia tersenyum menyeringai ke arah Ana.
Ray berjalan mendekati meja kerja Ana, diikuti Yohan yang selalu setia disamping Ray. Ana mendengus kesal, ia menutup laptopnya dan bejalan menuju sofa yang biasa digunakan untuk tamu.
"Kenapa kau datang kesini?! Ada perlu apa?!" Ana bertanya dengan nada ketusnya.
"Apa kau tidak ingin menyapa calon suamimu ini?" Ray mengikuti Ana yang duduk di sofa, pria itu duduk di samping Ana.
Melihat Ray yang duduk begitu dekat dengannya, Ana pun memilih untuk menggeser posisi duduknya, menjauh dari pria itu.
"Calon suami apanya! Bukankah lebih tepat menyebutmu calon majikan?!!" Ujar Ana masih dengan nada ketusnya.
"Aaa— kau memang tau diri sekali ya." Kata Ray sembari menggeser posisi duduknya, kembali mendekat ke arah Ana.
Ana mendengus kesal, gadis itu kembali menggeser posisi duduknya sampai pada ujung sofa. Ray tersenyum miring melihat kelakuan Ana, pria itu juga kembali menggeser posisi duduknya mendekati Ana lagi.
"Sebenarnya apa yang kau lakukan di sini?! Apa mau-mu?!" Kesal Ana, ia bangkit dari duduknya, berdiri menghadap Ray yang masih duduk. Pria itu mendongakkan kepalanya menatap Ana balik.
"Duduk." Perintah Ray.
Ana menuruti perintah pria itu, ia kemudian kembali duduk. Tapi, duduk di sofa lain yang bersebrangan dengan Ray.
"Duduk disampingku." Titah Ray.
"Tidak mau, aku alergi duduk berdekatan dengan pria sepertimu, badanku bisa gatal-gatal nanti." Ujar Ana, membuat Ray tampak kesal dengan cibiran gadis itu.
"Duduk disampingku atau— "
"Atau apa? Kau akan membunuhku? Bunuh saja aku! Tapi jangan pernah berani menyentuh Kenan dan ayahku!"
"Ck, bagaimana mungkin aku bisa membunuh mainan kesayanganku." Kata Ray.
Ana menatap Ray kesal, gadis itu berharap matanya mengeluarkan sinar laser yang dapat membelah dan menghancurkan pria di depannya itu.
Jika saja keluargaku tidak bermasalah dengannya, aku pasti sudah menendangnya keluar dari restoranku, mataku rasanya iritasi saat melihatnya. Berbagi udara satu ruangan dengannya bisa membuat paru-paruku terasa lebih memburuk rasanya. Ah ya tuhan, ini cobaan yang berat bagiku. — Batin Ana.
Melihat Ana yang masih diam tak bergerak dari duduknya, pria itu menghela nafasnya pelan, kali ini ia akan mengalah, tapi hanya untuk kali ini saja.
"Ah baiklah, kali ini aku akan memaafkanmu, tapi hanya untuk kali ini saja. Karena ada hal lain yang lebih penting untuk kita bahas." Ujar Ray, setelah itu ia terlihat menyuruh Yohan untuk memberikan sebuah map berwarna kuning kecoklatan kepada Ana.
Ana menatap ragu map itu, perasaannya sangat tidak nyaman, ia yakin isinya akan sangat merugikan dirinya.
"Tanda tangani dokumen-dokumen yang ada di dalam map itu." Ujar Ray.
"Jika aku mengatakan tidak, apa yang akan kau lakukan?" Kata Ana.
"Cepat tanda tangan, aku sedang tidak ingin bernegosiasi dengan-mu!" Ujar Ray sembari melemparkan sebuah bolpoin berwarna hitam ke arah Ana.
Ya tuhan— bolehkah aku membunuhnya?! atau— bisakah kau lenyapkan saja orang seperti dia ini dari muka bumi?! — Batin Ana.
"Ck, aku akan membacanya dulu. Siapa tahu ada poin yang sangat merugikan diriku." Ujar Ana, gadis itu mulai membaca satu-persatu poin yang ada dalam surat perjanjian itu dengan teliti.
Ray yang melihatnya tampak kesal pada Ana, gadis ini memang sulit untuk dibodohi ataupun ditipu
Dalam hati Ray, terselip rasa kecemasan, ia takut kalau Ana menemukan halaman terakhir surat perjanjian itu, karena di sana ada kertas kosong yang hanya akan tampak tulisannya saat terkena air saja. Sebuah kertas berisi poin yang sangat merugikan bagi gadis itu
Ana dengan teliti masih membaca surat perjanjian itu, dari poin pertama dan seterusnya, semua benar-benar hanya bersifat keuntungan sebelah pihak.
Pihak pertama selalu benar, pihak kedua harus menuruti semua perintah dan keinginan pihak pertama, pihak kedua tidak boleh membantah, pihak pertama berhak meminta apapun kepada pihak kedua, pihak kedua hanyalah budak dan pihak pertama adalah majikan. — Baca Ana dalam hatinya.
"Siapa pihak pertamanya dan siapa pihak keduanya?" Tanya Ana, walau sebenarnya dia sudah tau jika dirinya adalah pihak kedua yang sangat dirugikan.
"Tentu saja aku pihak pertama dan kau adalah pihak kedua."
Lagi-lagi Ana hanya bisa mendengus kesal, ia kembali membuka surat perjanjian itu, sampai kemudian tangannya berhenti pada halaman terakhir yang berisi kertas kosong.
Ana mengernyitkan keningnya, ia merasa curiga dengan halaman itu, Ray yang melihat Ana seperti menemukan sebuah bangkai tikus, ia pun langsung mengambil bantal sofa dan melemparkannya kepada Ana.
"Cepat tanda tangan! Aku tidak punya banyak waktu." Ujar Ray.
"Jika saja aku bisa mematahkan tangannya yang sudah berani melempariku pena dan bantal sofa ini." Gumam Ana pelan.
"Ehem." Deheman itu memperingati Ana untuk tidak mengatakan hal tidak sopan tentang tuannya, sepertinya Yohan mendengar ucapan lirih Ana.
Pria ini sejenis anjing bulldog ya, mengerikan tapi juga setia pada majikannya. — Batin Ana.
Pada akhirnya, Ana pun menandatangani setiap halaman surat perjanjian itu. Ray yang melihatnya, terus menampilkan senyum kemenangannya. Sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh juga, sepandai-pandainya ikan berenang akan tertangkap jaring nelayan juga. Ray senang akhirnya Ana terjebak dalam perjanjian itu, dengan begini, gadis itu tidak akan lagi berani melawannya.
"Gadis pintar." Ucap Ray sembari menepuk-nepuk pelan kepala Ana.
Ana menepis tangan Ray, sedangkan pria itu hanya tertawa melihat sikap Ana yang masih tidak takut padanya.
"Sudah aku katakan, aku alergi dengan pria sepertimu. Jadi, jangan berani menyentuhku walau hanya sehelai rambut pun."
"Oh nona, tapi sayangnya kau sudah menandatangani surat perjanjian ini. Ingat, kau adalah seseorang yang berada di pihak kedua, yang harus menuruti semua perintah pihak pertama, apa kau tidak paham juga?" Tanya Ray sembari memegang dagu Ana, tapi dengan cepat, Ana langsung menolehkan kepalanya ke arah lain.
"Jika tidak ada urusan lagi, pergilah. Aku juga tidak suka berbagi udara dengan-mu dan anjing bulldog-mu ini."
Yohan yang mendengarnya menatap gadis itu kesal.
perempuan ini beraninya memanggilku anjing bulldog, padahal dirinya sendiri juga seekor anjing gila yang dalam proses penjinakan. — Batin Yohan.
"Baiklah calon istriku, aku akan pergi. Ah iya, kedepannya kau akan sering berbagi apapun denganku, termasuk berbagi tempat tidur denganku." Ujar Ray menyeringai, membuat Ana ingin mencakar wajah pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Amik Sasongko
suka dg kepribadian Ana.
2021-09-04
0
Triyas Sari
banyak yang bilang katanya mirip saga dan daniah jelas² berbeda dong, walaupun daniah dan saga menarik tetapi yang ini juga gak kalah menarik
2021-08-27
0
Arzil Herman
he...,he.,.he,... untungnya aku blm baca daniah&saga ......jadi aku suka sama novel ini bagus kok menarik
2021-08-17
0