Suara alunan musik menggema di penjuru ruangan, bau alkohol bertebaran bersama dengan mereka yang tengah menari di lantai dansa.
Ray menatap semua itu tanpa minat, ia duduk disudut bar elite itu dengan segelas wine merah.
"Yohan."
"Iya tuan?" Yohan dengan sigap berdiri dari duduknya dan menghadap ke arah Ray, siap menerima perintah dari tuannya itu.
"Menurutmu— bagaimana perempuan itu?" Tanya Ray.
Yohan yang masih belum paham dengan arah pembicaraan Ray, ia pun salah pengertian dan malah mengikuti arah pandang tuannya itu, Yohan berpikir perempuan yang dimaksud Ray adalah perempuan yang kini sedang di pandang oleh tuannya itu.
"Apa tuan ingin saya memintanya untuk menemani tuan?"
Ray menatap Yohan tajam, matanya itu seakan mengisyaratkan sebuah kalimat, 'kau pikir aku sedang menginginkan wanita bar itu, apa aku terlihat seperti pria kesepian? Menemani apanya?!'
Tanpa Ray perlu berbicara pun, Yohan paham dengan arti dari tatapan itu.
"Maaf tuan, lalu siapa perempuan yang tuan maksudkan?" Tanya Yohan, kali ini ia harus lebih hati-hati dalam berbicara ataupun bersikap, antisipasi kalau dirinya salah lagi, mungkin Ray bisa saja mengamuk padanya.
"Kakak dari penyihir kecil itu." Kata Ray.
"Maksud tuan kakak tiri dari nona Rachel?"
Ray Kembali menatap Yohan dengan penuh arti, 'apa aku harus mengatakannya dengan jelas?!'
"Ah baiklah tuan, perempuan itu namanya Keana Mauli. Dia anak kandung dari Farhan Mauli dan Marina, ibunya sudah meninggal enam tahun yang lalu, lalu satu tahun kemudian, setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi dengan— "
"Aku bertanya pendapatmu tentang perempuan itu, bukan informasi tentang perempuan itu." Ujar Ray yang dengan sengaja menyela perkataan Yohan.
Dapat saya pastikan, beberapa hari kedepan, anda akan bertanya tentang latar belakang perempuan itu secara mendetail**. — Pikir Yohan.
"Yohan, kenapa hanya diam saja? Jawab pertanyaan ku. Bagaimana pendapatmu tentang perempuan itu?" Tanya Ray lagi.
"Ah iya. Itu— menurut saya, perempuan itu sangat kurang ajar pada tuan, apa perlu saya memberinya pelajaran?"
Ray meminum wine-nya kembali, sekilas pria itu terlihat tersenyum menyeringai ketika dirinya mengingat Ana yang terang-terangan menatapnya tajam.
"Tidak perlu. Cepat, lanjutkan kembali, apa pendapatmu tentang dia."
Yohan mengangguk,
"Dia terlihat percaya diri, keras kepala, dan tidak mengenal rasa takut sedikitpun. Tapi sebenarnya, ia adalah penakut sejati. Saya bisa melihat kebenaran itu dari sorot matanya yang tampak berubah beberapa kali."
"Jadi— maksudmu dia berpura-pura dengan semua sikapnya itu?" Tanya Ray.
"Jika dilihat dari sinaran matanya, sepertinya memang begitu tuan." Jawab Yohan.
Ray tertawa sembari menepuk bahu Yohan beberapa kali.
"Baiklah, aku percaya padamu. Kau itu kan memang ahli dalam menilai orang. Padahal—aku pikir dia perempuan yang berani, ternyata hanya berpura-pura ya." Ucap Ray sembari meminum habis wine yang ada dalam genggamannya itu.
"Yohan."
"Iya tuan."
"Cari informasinya tentang perempuan itu, secara mendetail." Perintahnya.
Apa kataku, pada akhirnya akan seperti ini. — Batin Yohan.
"Baik tuan. Tapi tuan, apa tuan Ray tertarik dengan perempuan itu?" Tanya Yohan.
"Ana ya? Em— sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi— aku lupa, kau tahu? Rasanya seperti kau ingat sesuatu tapi kau tidak tahu apa itu." Ujar Ray.
"Kalau begitu saya akan mencari informasi tentangnya, mungkin saja dia pernah satu sekolah dengan tuan." Kata Yohan.
Ray mengangguk, kemudian ia menyodorkan gelasnya yang telah kosong ke arah Yohan, melihat perintah tidak langsung dari tuannya itu, Yohan segera menuangkan wine ke dalam gelas Ray.
"Oh iya Yohan. Apa kata-kataku pada ibu tiriku— pernah dikutip di media?" Tanya Ray.
"Saya rasa tidak pernah tuan, wanita itu juga tidak mungkin berani mengatakan hal buruk tentang tuan di depan media."
Ray mengangguk setuju, tapi ia masih merasa ada yang mengusik pikirannya. Perkataan Ana yang di lontarkan untuk ibu tirinya tadi pagi itu masih terus mengelilingi kepalanya.
"Bagaimana bisa perempuan itu berkata dengan kalimat yang sama denganku?" Gumam Ray.
"Iya tuan?" Tanya Yohan, ketika ia melihat mulut Ray bergerak seperti sedang berbicara, namun dirinya tidak mampu mendengarnya dengan jelas.
"Ah tidak, lupakan saja." Ujar Ray pada assistennya itu.
Hanya wanita rendah yang melakukan hal rendah seperti itu, sangat menjjijkan bagiku.' Kalimat itu— aku merasa pernah mengucapkannya juga, tapi aku tidak ingat sama sekali kapan aku mengucapkannya. Ah sial! Ini sangat menggangguku. — Ray menghela nafasnya sejenak, setelah itu ia kembali meneguk habis wine-nya dengan satu kali tegukan.
•••
Rio menghalangi jalan Rachel, gadis itu terlihat ingin masuk kekamarnya. Namun saat dirinya baru saja ingin melangkah, tiba-tiba Rio datang dan memblokir jalannya, membuat Rachel mendengus kesal.
"Apa?" Tanya Rachel.
"Coba pikirkan kembali."
Rachel mendesah kesal, ia melepaskan tangan Rio yang memegang lengannya.
"Apa kak Ana yang menyuruh kakak melakukan ini?" Tanya Rachel dengan nada kesalnya.
"Rachel— dengarkan kakak, kakak pikir Ana ada benarnya juga, kau hanya akan menjadi budaknya, dan hanya akan menjadi boneka manekin yang dimainkan saat dia butuh bantuanmu saja. Lagipula— kenapa kau menyarankan hal gila seperti itu pada tuan Raymond?"
"Jangan katakan itu lagi, kita akan tetap menyetujui persyaratan itu, lagipula kontrak bisnis sudah ditandatangani kan, kita tidak bisa membatalkannya lagi."
"Tapi persyaratan itu belum kau tanda tangani, kita bisa meminta syarat yang lain."
"Tidak akan pernah." Ujar Rachel.
"Rachel!"
"Kak! Jangan pedulikan aku! Aku sudah dewasa, aku bisa memilih kehidupanku sendiri, bahagia atau tidak, itu urusanku!"
Rachel membuka pintu kamarnya, namun Rio kembali menghentikannya.
"Sejak kapan kau pergi ke bar?! Apa kau sering pergi kesana?!"
"Eh— Engg— itu—" Jawab Rachel yang terdengar gugup, gadis itu sepertinya kesulitan mencari alasan.
"Bodoh, apa kau tau apa yang mereka katakan tentangmu? Orang-orang di bar itu— kebanyakan dari mereka adalah relasi bisnis kakak! Rachel, kau sudah membuat kakak malu! Mereka berkata bahwa adik seorang Rio adalah wanita penghibur!" Teriak Rio didepan wajah Rachel, membuat gadis itu menutup matanya, tampak sekali kalau tangannya sekarang bergetar ketakutan.
"Kak, lepaskan tanganmu, kau menyakitiku." Pinta Rachel yang masih berusaha meminta lepas dari cengkeraman tangan kakaknya itu.
Rio menghela nafasnya, pada akhirnya ia mengalah dan melepaskan tangan Rachel.
Mendapat kesempatan untuk lari dari kakaknya. Rachel dengan cepat masuk ke dalam kamar dan menguncinya.
"Rachel! Buka pintunya! Kakak belum selesai bicara denganmu." Rio menggedor pintu kamar Rachel.
"Ah ya ampun! Telingaku rasanya sakit sekali." Ucap Ana yang tiba-tiba muncul dari balik dinding yang membatasi area kamar mereka dengan ruangan lain.
"Ana? Sejak kapan kau ada disana?" Tanya Rio penuh selidik.
"Sejak perdebatan awal kalian. Kenapa?! Merasa terganggu karena aku tak sengaja mendengarnya?" Tanya gadis itu dengan nada ketusnya.
Setelah itu, Ana berjalan menuju kamarnya, ia mengambil kunci pintu kamarnya dari dalam tas. Sebelum masuk ke dalam kamarnya, Ana menatap sinis ke arah Rio sejenak.
"Wanita penghibur? Didik adikmu dengan benar. Aku tidak ingin mendengar nama baik keluarga ini menjadi buruk karena kalian!" Ujar Ana sembari menutup pintu kamarnya itu dengan keras, ia kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Rumy Tock
Ki
2022-06-21
0
Kenzi Kenzi
cakep an.....tdk mudah trtindas....kamu lah kekasih masa kecil rey
2021-11-06
0
🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라
wohoo... ku suka gaya Ana 👍👍👍
2021-10-22
1