Sisi Ibu dan Bapak

Cantika kembali dengan keadaan yang jauh lebih baik. Dia siap mendengarkan semuanya dengan pikiran jernih dan tanpa air mata lagi.

"Mendingan aku denger semuanya sekarang. Biar sakitnya kerasa semakin poll dari pada aku harus ngerasain sakitnya dengan nyicil? jadi mending sekarang ibu sama bapak jelasin semuanya. Biar aku juga nggak bertanya-tanya lagi dan biar aku juga sadar kalau semua ini nggak berhak aku tangisi."

Bapak beralih menatap istrinya dan mengangguk.

"Bapak sebenarnya nggak sayang sama kamu."

"Mak— maksud bapak?" tanya Cantika. "Kalau bapak memang nggak sayang sama aku. Terus buat apa bapak sama ibu adopsi aku? kenapa bapak nggak cari anak yang bisa buat ibu sama bapak puas? di banding aku ini yang gak bisa apa-apa?"

Cantika menggeleng pelan. Menertawakan hidupnya.

"Maaf ya bu, pak. Kayaknya kalian salah bawa anak. Harusnya kalian angkat anak yang bisa buat kalian kaya. Bukannya yang kayak aku? yang malah nambah masalah aja ya kan? sekali lagi maafin aku ya bu pak. Maaf karena aku nggak bisa menuhin ekspetasi ibu sama bapak."

Cantika menunduk.

"Pas kecil, aku pernah punya pemikiran kalau aku nggak mirip sama ibu dan bapak. Dan sekarang aku udah nemu jawabannya kalau kalian memang bukan punya aku. Ya .. cukup lega sih walau sangat menyakitkan."

"Maafin kami nak," papar ibu

Cantika menggeleng.

"Enggak bu ... ini bukan salah ibu atau bapak. Ini salah takdir yang mempermainkan hidup aku. Seperti yang bapak bilang tadi, kalau aku seharusnya berterima kasih kan sama kalian? bukannya malah mengeluh kayak gini. Jadi sekali lagi. Aku mau berterima kasih sama ibu dan bapak yang udah ngerawat aku. Maaf kalau aku cuma buat ibu sama bapak kecewa."

"Nah begitu dong," tutur bapak. "Sekarang kamu udah tau semuanya kan? terus apa lagi yang kamu butuhin di rumah ini? karena keluarga kamu yang baru melarang kami untuk sering datang ketemu sama kamu. Karena kamu udah punya mereka."

Cantika mengangguk dan berdiri.

"Aku boleh bawa beberapa barang aku di kamar? nanti aku langsung pergi kok. Boleh kan?"

"Silahkan, ambil saja barang kamu itu. Semua barangnya udah nggak di butuhin lagi di sini."

Setelah Cantika masuk kembali ke kamarnya. Ibu langsung menyikut suaminya itu.

"Kamu berlebihan, mas. Aku tahu kalau kamu senang karena akhirnya nggak harus ngeluarin uang buat Cantika lagi. Kamu juga senang karena udah dapet banyak uang dari keluarga Alan. Tapi nggak gini caranya mas. Aku kasihan banget lihat Cantika. Dia lesu banget. Dia juga pasti kaget sama fakta ini kan? jadi apa susahnya kalau kita baik-baik sama dia. Bukannya malah nyudutin dia kayak gini?"

Bapak menyeruput kopinya.

"Kamu nggak akan pernah tahu apa yang Cantika lewati di sana."

"Maksud kamu?" Ibu bingung

"Iya ... perlakuan mereka bakalan jauh lebih jahat sama Cantika dan bapak cuma ngebentuk benteng di badan Cantika. Supaya dia nggak gampang percaya sama orang lain. Jadi, bapak sengaja ngelakuin begini. Jahat memang. Tapi seenggaknya, Cantika nggak bakalan segampang itu buat di sakiti sama mereka."

"Mas .."

Bapak menggeleng.

"Bapak juga sedih, bu. Mana mungkin bapak nggak sayang sama orang yang bahkan udah bapak rawat dari kecil? gak mungkin sama sekali lah. Bapak sayang banget sama Cantika. Tapi perjanjian mereka ngebuat bapak terpaksa kayak gini."

"Tapi ... kita jahat nggak sih pak?" tanya ibu

Bapak mengangguk.

"Jahat ... bapak nggak tega sebenarnya. Kita kayak ngebuat Cantika seperti aset. Tapi mau bagaimana lagi? kita terpaksa ngelakuin ini kan? orang tua kamu sebentar lagi harus operasi kan? dan cuma dengan cara ini kita bisa dapet uang."

"Mas .." Sedih ibu yang masih speechless sama perbuatan mereka.

Sebelumnya,

Orang tua Cantika tidak seburuk yang kalian kira. Mereka memang bukan orang tua kandung Cantika. Mereka lakuin ini semua demi bisa membayar perawatan orang tua ibu yang sebentar lagi akan di operasi.

Tidak hanya itu.

Keluarga Alan menyepakati kalau orang tua Cantika tidak berhak lagi akan Cantika dan terpaksa mereka melakukan itu untuk saat ini. Mereka nggak bisa apa-apa karena semua ini seperti ada di bawah tekanan keluarga Alan.

"Nggak apa-apa sayang." Bapak memeluk ibu dan menepuk punggungnya, berusaha menenangkan. "Kita cukup doakan supaya Cantika hidup baik di sana. Mereka janji bakalan jaga Cantika dengan baik kan? toh kita masih bisa ketemu sama Cantika setiap satu bulan sekali."

"Tapi ... setelah yang kita bilang ke Cantika. Apa anak itu masih bisa menerima kita?" tanya ibunya dan bapak diam, tertegun mendengarnya.

"Apapun yang terjadi, kita lihat saja nanti."

***

Cantika membawa satu ransel yang berisi barang penting dirinya dan satu tote bag berisi seluruh bajunya. Karena ia merasa bajunya nggak akan di butuhkan lagi di sini dan dari pada dibuang begitu saja. Ia memilih untuk membawanya ikut serta bersama dirinya.

"Bu ... pak ... aku udah bawa beberapa barang aku. Sisa barang aku di sana, terserah mau ibu sama bapak buang atau bagaimana. Karena aku nggak punya tas lagi buat bawa sisa barangnya."

Cantika menaruh beberapa tas di dekat pintu rumah.

Ia menghampiri orang tuanya dan berdiri tepat di depan mereka.

"Aku boleh peluk ibu sama bapak untuk yang terakhir kalinya?"

Ibu mendatangi Cantika dan memeluknya erat membuat Cantika kembali nangis. Elusan di punggungnya membuat Cantika merasa lemah dan malah semakin menangis.

Ditambah dari belakang bapaknya memeluk ia.

Rasa hangat sekaligus sedih menjadi campur aduk. Ingin rasanya Cantika merasa hidupnya di titik ini juga. Karena ia mau merasakan kasih sayang orang tuanya yang sangat melimpah.

"Maafin ibu sama bapak kalau menyakiti kamu," ucap ibu melepas pelukan dan menangkup wajah anaknya. "Ibu sama bapak cuma bisa doa supaya kamu bisa hidup bahagia di kehidupan kamu yang sekarang."

Ibu menyenggol suaminya. Meminta untuk bicara, "pak."

Bapak yang sebenarnya sedih tapi berusaha kuat itu hanya mengangguk.

"Semoga kamu bahagia."

Cantika mengangguk. Ia memeluk mereka lagi sebentar satu per satu. Sebelum memakai tas yang tadi sudah ia bawa. "Aku pamit ya bu, pak. Semoga ibu dan bapak sehat terus. Walau aku bukan lagi anak ibu sama bapak. Tapi aku harap ibu sama bapak tetap ngabarin sesuatu sama aku dan kalau ada apa-apa jangan sungkan buat bilang sama aku."

Tiba-tiba Cantika teringat sesuatu. Ia merogoh tas dan menghampiri orang tuanya lagi.

"Ini ada sedikit tabungan dari aku. Sengaja aku kumpulin buat ibu sama bapak. Semuanya udah ada di dalam. Anggap aja ini hadiah aku karena selama ini ibu sama bapak udah tulus mengurus aku."

Dan selanjutnya Cantika benar-benar pergi meninggalkan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!