Cantika tidak tahu ini termasuk pemaksaan atau tidak. Tapi berada di pernikahan sendiri tanpa kemauan darinya sendiri membuat Cantika cukup muak berdiri tepat di samping laki-laki yang baru Cantika kenal satu bulan lalu.
Sungguh, Cantika tidak mau ini terjadi.
Tetapi setelah pertemuan pertama mereka, semuanya berjalan begitu cepat. Orang tua Cantika dan Alan bertemu dan membicarakan tentang perjodohan dari mendiang kakek keluarga mereka. Semuanya berjalan begitu cepat hingga Cantika kini duduk di depan meja rias yang menampilkan wajahnya yang sendu.
“Mbak kan mau menikah, kenapa sedih?” tanya mua yang berusaha menutupi genangan air mata diwajah pengantin
“Gimana mau bahagia kalau pernikahannya juga dipaksa,” jawabnya lirih
“Kenapa mbak?” tanya mua lagi, tidak dengar
Cantika menggeleng.
***
"Bagaimana para saksi?"
"Sah?"
"Sah!!"
Seiring seruan para tamu yang datang, ada hati seorang perempuan yang meringis. Menahan segala perih di dalam hatinya. Karena sadar, seruan itu membuat titik di hidupnya berubah. Kini statusnya sudah berubah dan perempuan itu harus tahu, bahwa ada banyak hal yang harus di siapkan untuk mengikuti status barunya ini.
Pernikahan berjalan dengan lancar. Semua berjalan begitu cepat sampai Cantika sendiri tidak sadar kalau saat ini semua tamu sudah kembali, meninggalkan dirinya bersama Alan yang sejak tadi tersenyum lebar menyambut para tamu.
Bahkan keluarga Cantika dan Alan sudah kembali ke kemar hotel masing-masing untuk istirahat.
Cantika kembali melirik ke arah Alan dan suaminya sudah membuka jas dengan wajah datarnya.
"Ternyata kamu berkepribadian ganda ya," ucap Cantika sambil mengangkat gaunnya dan mengikuti langkah Alan yang membawanya pergi dari aula pernikahan mereka.
"Maksudmu?" bingung Alan seiring dengan pintu lift yang tertutup
"Tadi siang, rasaan ada yang senyum terus," peringat Cantika. "Sampai aku ngerasa kalau kamu lagi seneng banget sama pernikahan yang nggak kita mau sama sekali ini. Soalnya tuan beneran senyum terus, kayak yang bahagia padahal tuan sendiri tau kita menikah terpaksa."
Alan mendengus.
"Itulah kenapa orang yang berpendidikan akan lebih pandai menghadapi hal begini."
"Lah kenapa jadi nyindir gitu," kesal Cantika sambil terus mengangkat ujung gaunnya.
"Siapa yang nyindir."
Ting! pintu lift terbuka.
"Saya ngomong yang sebenarnya kok," jawabnya sembari melengos. Tapi Alan kembali dan berdecak, ikut mengangkat ujung gaun Cantika. "Buruan, kamarnya ada di paling ujung. Saya bantu angkat ujung gaunmu."
Cantika tersenyum tipis dan melangkah riang menuju ujung lorong. Alan menaruh sebuah kartu lalu pintu terbuka.
"Segera bersih-bersih, pakaian semua ada di lemari. Kalau ada yang buat kamu bingung, tanyakan ke saya. Karena saya benci melihat melihat orang yang ribet sendiri tapi gak mau minta tolong."
"Iya ..."
Kini mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Disaat Annisa bersih-bersih, Alan memilih memainkan tabletnya di kasur.
"Akhirnya," seru Cantika saat gaun berat yang sejak tadi mengganggunya kini sudah terganti dengan pakaian tidur yang menggemaskan. Diam-diam Cantika tersenyum begitu tipis. "Tuan Alan dapet dari mana ya piyama pinky gini."
Cantika muter-muter di depan cermin untuk melihat detail piyama yang memiliki ekor di belakangnya. Ia terkikik pelan.
"Ternyata selera tuan Alan yang menggemaskan kayak gini ya," seru Cantika
Sedang asyik melihat penampilannya, pintu kamar mandi diketuk dari luar.
"Cantika ... jangan lama-lama di dalam, sudah malam. Gantian, saya juga mah bersih-bersih," pekik Alan dari luar. "Semuanya baik-baik aja kan di dalam? nggak ada yang bikin kamu kesulitan?"
"Enggak," jawab Cantika tak kalah kencang. "Bentar tuan, sebentar lagi," lanjutnya.
Sebelum Cantika membuka kenop pintu, ia tersenyum tipis.
"Ternyata tuan Alan nggak seburuk yang aku kira."
***
"Makan dulu, saya lihat dari tadi kamu belum makan sama sekali," ucap Alan yang keluar dari kamar mandi sambil menyampirkan handuk di lehernya. "Saya tahu, kalau kamu nggak suka sama pernikahan ini. Begitu juga dengan saya. Tapi jangan karena ini malah buat kamu nyakitin diri kamu sendiri. Rugi di kamu, enak di mereka."
Cantika mengangguk setuju.
"Buruan makan ..."
Cantika mendorong troli berisi makanan yang masih panas lalu menyusunnya ke atas meja kecil. Dia tuang beberapa lauk yang kelihatan enak ke piringnya lalu kembali duduk di sofa.
Sebelum menyuap, Cantika melirik ke arah Alan yang lagi dan lagi sibuk memainkan ponselnya.
"Tuan nggak makan?" tanya Cantika dengan begitu hati-hati
"Nanti saya nyusul ..."
"Ya udah, aku. makan duluan ya tuan."
"Hmm ..."
Cantika makan dengan khidmat. Sesekali dia bergumam setuju akan rasanya yang begitu enak. Suara erangan yang enak terus memenuhi seisi ruangan, membuat Alan yang sejak tadi sibuk sama kerjaannya ikut melirik. Merasa tergiur karena aroma yang begitu wangi dan suara Cantika yang sedikit menggiurkan.
Alan menyingkirkan egonya dan ikut duduk di hadapan Cantika.
Mereka makan bersama dengan khidmat.
"Besok pagi kita langsung kembali ke rumah saya. Kamu tidak perlu kembali ke rumah kamu, karena semua barang kamu udah dikirim ke rumah saya dan saya juga melarang kamu untuk kembali ke rumah kamu."
"Loh kenapa?" kaget Cantika. "Aku memang marah sama orang tua aku karena udah maksa jodohin aku gitu aja. Tapi aku nggak bakalan bisa marah sama mereka. Karena mereka udah rawat aku dari kecil. Jadi, aku nggak bisa kalau tuan maksa untuk nggak datang lagi ke rumah. Karena aku bakalan terus jadi anak mereka dan kalau bisa, setiap minggunya. Aku bakalan kunjungin ruman orang tua aku."
"Aneh ... bagaimana bisa kamu masih berbaik hati sama orang tua yang udah jual kamu."
"Hah?" kaget Cantika
Ia tertawa lalu menggeleng tak percaya.
"Aku tau kalau tuan nggak suka sama aku dan keluarga aku, karena udah masuk ke hidup tuan. Tapi jangan buat fitnah kayak gini dong," seru Cantika sambil menggeleng tidak terima sama seruan Alan
"Loh, jadi kamu belum tahu?"
Cantika mengedipkan mata, bingung. Ia beranjak mendekati Alan. "Maksud tuan apaan sih? belum tau apaan. Masalah di jual? orang kita dijodohin karena kakek kita kan yang nyuruh?"
Alan menggeleng. Ia mengeluarkan sebuah kertas yang bermaterai ke atas meja dan meminta Cantika untuk membacanya.
"Di satu sisi orang tua saya memaksa saya untuk menikah, hingga mereka bertemu dengan orang tua kamu yang berkeinginan kuat menjual kamu ke rumah bordil. Entah apa yang ada di pikiran orang tua saya, sampai pada akhirnya dia malah membeli kamu dan menciptakan skenario perjodohan nggak jelas ini."
Cantika tersentak.
"Maka dari itu, setelah tahu semuanya saya memilih untuk menerima pernikahan ini. Mengingat ini salah orang tua saya. Tapi jujur saja, saya baru tahu kalau kamu nggak mengetahui rencana buruk orang tua kamu itu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments